Untuk sementara, Viana dan kedua orang tuanya bisa hidup dengan tenang dan bernapas lega. Namun, semuanya berubah setelah Viana berusia dua belas tahun.
Banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang menimpa keluarga mereka. Mereka seringkali dihantui dengan suara-suara aneh dan penampakan yang mengerikan.
Pada usia tersebut, Viana sudah paham dan mengerti dengan apa yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Pak Hasan dan Bu Halimah selalu mengajarkan kepadanya agar senantiasa taat beribadah dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Mereka berusaha menuntun Viana menuju ke jalan yang benar, dengan harapan agar putrinya itu bisa menjadi seorang gadis yang sholehah.
Hingga pada suatu malam yang sunyi, terdengar seseorang mengetuk pintu rumah mereka. Pak Hasan dan Bu Halimah yang sedang berada di ruang depan pun saling berpandangan karena merasa keheranan. Tidak biasanya ada seseorang yang bertamu ke rumah mereka saat malam hari begini. Apalagi rumah mereka berada di pedesaan yang cukup terpencil.
Namun, karena suara ketukan yang terdengar semakin jelas, akhirnya Bu Halimah pun beranjak untuk membukakan pintu.
Kreett,
Pintu terbuka pelan dan Bu Halimah terpaku di ambang pintu.
"Siapa Bu?" tanya Pak Hasan.
"Tidak tahu Pak. Tidak ada orang disini, mungkin tadi itu hanyalah suara angin," jawab Bu Halimah.
Karena tidak ada seorang pun diluar, Bu Halimah lalu menutup pintunya kembali. Kemudian kedua suami istri itu melanjutkan berbincang-bincang di ruang depan.
"Aaaaaaaaaaa,"
Pah Hasan dan Bu Halimah tersentak kaget saat mendengar jeritan yang berasal dari kamar Viana.
Suami istri itu berpandangan karena merasa sangat terkejut. Lalu, mereka pun segera berlari menuju ke kamar Viana.
Mereka menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah Viana sedang tidur di kamarnya? Lalu kenapa dia menjerit?
"Aaaaaaa," jeritan Viana terdengar semakin kencang.
"Tolong!"
Viana terus berteriak dan meminta tolong. Sepertinya gadis itu benar-benar merasa sangat ketakutan.
Sesampainya di depan kamar Viana, kedua orang tuanya itu segera mengetuk pintu.
Tok, tok, tok,
"Viana, kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Halimah dengan paniknya.
"Apa yang terjadi, Nduk?" tanya Pak Hasan pula.
Tok, tok, tok,
Mereka terus mengetuk pintu kamar dan berharap supaya Viana membukakan pintu. Namun, gadis itu tak kunjung membukakan pintu, justru suara jeritannya terdengar semakin kencang dan histeris.
Karena takut terjadi sesuatu kepada putrinya, akhirnya Pak Hasan memutuskan untuk mendobrak pintu kamar tersebut.
Brakkkk,
Pak Hasan berhasil mendobrak pintu kamar Viana. Namun, betapa terkejutnya dia dan istrinya, saat melihat sosok dengan wajah hancur dan tanpa mata sedang berusaha mendekati dan mencekik putri semata wayangnya itu.
Viana menangis histeris sambil terus berteriak-teriak minta tolong.
"Jangan, jangan!" teriak gadis cantik itu.
"Astaghfirullahaladzim,"
"Allahu Akbar!"
"Allahu Akbar!"
Pak Hasan dan Bu Halimah segera membaca ayat suci Al-qur'an bersama-sama.
"Bismillahirrahmanirrahim,"
Beberapa saat kemudian, sosok mengerikan itu tampak mengerang dan menutupi telinganya. Dia terlihat begitu tersiksa saat Pak Hasan dan Bu Halimah membacakan ayat kursi dan surat-surat yang lain.
"Ampunn!" teriak sosok menyeramkan itu.
Namun, kedua orang tua Viana tetap melantunkan bacaan ayat-ayat suci, sehingga sosok itu merasa semakin ketakutan dan meraung-raung dengan suaranya yang mengerikan.
Beberapa saat kemudian, sosok menyeramkan itu pun terbakar dan segera menghilang dari pandangan Viana beserta kedua orang tuanya. Bersamaan dengan menghilangnya sosok tersebut, muncullah kepulan asap dan bau busuk yang begitu menyengat. Tak lama kemudian, asap dan bau busuk itu pun menghilang seketika.
"Alhamdulillah," ucap kedua orang tua Viana serentak.
Viana yang masih berwajah pucat itu, lalu menatap kearah ayah dan ibunya yang sedang berdiri di hadapannya.
"Ayah, Ibu," panggil Viana lirih.
"Iya, Sayang," jawab kedua orang tuanya dengan senyum merekah.
Kemudian Viana pun bangkit dan berlari menuju kedua orang tuanya.
Brukkk,
Gadis itu menghamburkan tubuhnya di pelukan ibu dan ayahnya.
"Huhuhu, Ayah, Ibu," ucapnya lirih dengan tangisan yang menggugu.
"Viana," ucap kedua orang tuanya.
"Alhamdulillah kamu baik-baik saja, Nak," ayahnya berkata pelan.
Viana dan kedua orang tuanya lalu bertangisan sambil berpelukan. Mereka sangat bersyukur karena telah terlepas dari ancaman makhluk menyeramkan itu.
Setelah itu, Pak Hasan pun teringat dengan apa yang dikatakan oleh ratu penunggu di gunung angker itu. Juga pesan yang disampaikan oleh pak kyai, bahwa mata batin Viana akan kembali terbuka setelah dia baligh. Mungkin inilah saat yang dimaksud pak kyai, batinnya.
Hari-hari berikutnya, Viana selalu dijumpai oleh makhluk-makhluk yang menyeramkan seperti sebelumnya. Makhluk tak kasat mata itu sering mendatanginya dengan berbagai maksud dan tujuan.
Ada yang berniat untuk mengerjainya, ada yang berniat buruk terhadapnya, bahkan ada juga yang meminta pertolongan kepadanya.
Mulanya Viana merasa takut saat melihat penampakan-penampakan tersebut. Bagaimana tidak?
Bukan hanya sosok berbadan utuh saja yang mendatanginya, tapi juga sosok-sosok yang tak utuh dengan anggota tubuh yang tak lengkap, pun datang menghampiri Viana.
Pernah suatu ketika, Viana jatuh sakit karena merasa begitu ketakutan. Namun, untunglah ada Pak Kyai yang membantu merawat dan mengobati Viana.
Beberapa hari kemudian, Viana pun sembuh dan rasa takutnya mulai berkurang. Setelah kesembuhan gadis itu, Pak Kyai meminta izin kepada Pak Hasan dan Bu Halimah untuk mengajari Viana berbagai macam ilmu keagamaan. Pak Kyai berniat untuk menggembleng Viana supaya dia tidak merasa takut lagi jika berhadapan dengan para makhluk astral.
Selain itu, Pak Kyai juga ingin agar Viana mempergunakan kelebihannya itu untuk membantu siapapun yang membutuhkan.
Awalnya Pak Hasan dan Bu Halimah merasa keberatan jika harus berpisah dengan putri satu-satunya itu. Namun, Pak Kyai meyakinkan kepada mereka bahwa semua itu dilakukannya demi kebaikan Viana dan semua orang. Selama Viana masih berada dirumah itu, pasti para makhluk-makhluk jahat akan terus datang dan mengganggunya. Mereka juga pasti akan mengganggu kedua orang tua Viana.
Suami istri itu lalu berpikir selama beberapa saat. Mereka membenarkan apa yang dikatakan oleh Pak Kyai.
Setelah cukup lama mempertimbangkan hal tersebut, akhirnya kedua orangtua Viana menyetujui usulan dari Pak Kyai. Mereka berdua rela melepaskan Viana untuk beberapa saat bersama dengan Pak Kyai dan istrinya.
Akhirnya, setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya, Viana pun berangkat bersama Pak Kyai menuju tempat tinggalnya yang baru.
Viana menatap kedua orang tuanya dengan sendu. Sebenarnya dia merasa berat untuk berpisah dengan mereka berdua. Namun, Viana harus melakukannya demi kebaikan semua orang.
Sesaat sebelum kepergian Viana, ketiga anak beranak itu berpelukan dengan berurai air mata.
"Jaga dirimu baik-baik, Via," pesan ibunya.
"Baiklah, Bu," jawab Viana sambil menganggukkan kepala.
"Nurut sama Pak Kyai ya. Jadilah anak yang sholehah, Nduk," pesan ayahnya pula.
"Iya Yah. Ayah dan Ibu jaga diri baik-baik ya. Semoga aja makhluk-makhluk itu nggak akan datang lagi ya," ucap Viana sambil mengusap air matanya.
"Iya Nak. Mudah-mudahan saja begitu," jawab ibunya.
"Nak, ayo kita berangkat. Takut nanti kemalaman," ajak Pak Kyai.
"Eh, iya Pak Kyai," jawab Viana tergesa-gesa.
"Ayah, Ibu. Viana berangkat dulu ya, doakan yang terbaik untuk Viana, hiks hiks," ucapnya sambil terisak.
"Pasti Nak. Kami pasti akan mendoakan kamu. Ya sudah, kamu hati-hati ya. Jangan nakal," cakap ayahnya lagi.
"Baiklah Ayah. Viana pamit,"
Gadis itu lalu mencium tangan kedua orang tuanya. Bu Halimah tak kuasa menahan air matanya. Dia memeluk Viana dengan begitu erat sebelum putrinya itu pergi.
"Sudah Bu, sudah. Ini semua demi kebaikan Viana," kata Pak Hasan mencoba menenangkan istrinya.
"I, iya Pak. Huhuhu," Bu Halimah mengusap air mata yang meleleh di pipinya dan segera melepaskan pelukannya terhadap Viana.
"Viana berangkat Bu, Pak. Assalamualaikum," ucap gadis cantik itu mencoba tegar.
"Waalaikumsalam. Hati-hati, Nak," suami istri itu menjawab serentak.
Viana segera masuk ke dalam mobil Pak Kyai sambil melambaikan tangan kearah orang tuanya. Pak Hasan dan Bu Halimah pun membalas lambaian tangan Viana.
Pak Kyai datang menghampiri Pak Hasan dan Bu Halimah.
"Saya berjanji akan menjaga adik Viana dengan baik," kata Pak Kyai.
"Baiklah Pak. Kami mempercayai Pak Kyai. Tolong didik Viana supaya bisa menjadi hebat seperti Pak Kyai," balas Pak Hasan.
"Insyaallah Pak. Saya akan menjaga amanah dari Bapak dan Ibu," ucap Pak Kyai mantap.
"Iya Pak. Terima kasih," Pak Hasan terlihat lebih tegar daripada sebelumnya.
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi Pak, Bu. Assalamualaikum," pamit Pak Kyai.
"Waalaikumsalam," jawab mereka berdua.
Begitulah, akhirnya Viana pun ikut pulang bersama Pak Kyai. Kedua orang tuanya berharap supaya dia bisa mendapatkan ilmu dan pelajaran dari tokoh agama tersebut.
Petualangan Viana di dunia mistis pun akan segera dimulai.
Viana dan Pak Kyai akhirnya tiba di rumah dengan selamat. Istri Pak Kyai datang dan menyambut kedatangan mereka dengan penuh suka cita. Kebahagiaan terpancar di wajahnya yang masih terlihat segar itu."Viana, ini istri Bapak. Namanya Ibu Azizah. Mulai sekarang kamu bisa memanggilnya Umi, dan panggil saya Abi. Kamu mengerti kan?" tanya Pak Kyai sambil tersenyum."Mengerti Pak Kyai," jawab Viana sambil mengangguk."Loh, kok Pak Kyai? Panggil saja Abi, Nak. Anggap kami seperti orang tua kamu sendiri ya," tutur Pak Kyai dengan lembut."Eh, iya. A, Abi," Viana berkata dengan gagap.Dia merasa sungkan untuk memanggil kedua orang berwibawa itu dengan sebutan orang tua. Bocah sederhana sepertinya tidak pantas untuk menjadi anak dari seorang pemuka agama yang sangat terpandang di kampungnya.Ibu Azizah datang dan merangkul Viana dengan lemah lembut."Ayo masuk, Sayang. Mulai saat ini, kamu akan tinggal disini. Ini adalah rumah kamu," Wanita be
Sreekk, sreekk, sreekk,Mata Viana membelalak ketika mendengar suara langkah kaki seseorang. Dia segera terjaga dari tidurnya, lalu mengucek kedua mata yang masih terasa berat. Diliriknya jam weker yang berada di atas meja kamarnya.Viana semakin terbeliak saat melihat angka di jam tersebut."Hah, jam duabelas malam? Lalu siapa yang tengah malam begini sedang berjalan di luar sana?" gumam Viana dengan herannya."Ah, mungkin itu cuma suara kucing yang lagi jalan-jalan diluar," pikirnya.Kemudian gadis itu bergegas membaringkan tubuhnya kembali di ranjang empuknya.Sreekk, sreekk, sreekk,Namun, lagi-lagi suara langkah itu mengganggu pendengarannya. Dia memutuskan untuk menutupi telinganya dengan bantal, supaya bisa melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terganggu.Bukannya menghilang, tapi suara langkah kaki itu malah semakin menjadi dan terdengar semakin mendekat.Viana pun menjadi kehilangan kesabaran. Dia yang pemberan
"Sebenarnya saya mulai memikirkan semua ini tatkala putri saya, Viana mengalami kejadian-kejadian aneh Pak kyai. Putri saya sering menangis tanpa sebab saat tengah malam, bahkan putri saya terlihat begitu kesakitan selama beberapa kali. Kami sekeluarga pernah membawanya ke rumah sakit, tapi menurut dokter kondisi kesehatannya baik-baik saja. Akhirnya tetua desa menyarankan kami untuk membawa putri kami kemari, Pak. Saya merasa bahwa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan putri saya ini," Pak Hasan berkata sambil membelai rambut Viana dengan lembut."Hmm, silahkan Bapak lanjutkan ceritanya," ujar pak kyai."Huft, sebenarnya saya merasa bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan masa lalu saya beberapa tahun silam, Pak," Pak Hasan menghela napas."Maksud Bapak?" tanya pak kyai keheranan."Begini Pak. Beberapa tahun setelah menikah, saya dan istri saya tak kunjung dikarunai seorang anak. Berbagai upaya sudah kami lakukan agar bisa segera mendapat keturunan,
Viana dan Pak Kyai akhirnya tiba di rumah dengan selamat. Istri Pak Kyai datang dan menyambut kedatangan mereka dengan penuh suka cita. Kebahagiaan terpancar di wajahnya yang masih terlihat segar itu."Viana, ini istri Bapak. Namanya Ibu Azizah. Mulai sekarang kamu bisa memanggilnya Umi, dan panggil saya Abi. Kamu mengerti kan?" tanya Pak Kyai sambil tersenyum."Mengerti Pak Kyai," jawab Viana sambil mengangguk."Loh, kok Pak Kyai? Panggil saja Abi, Nak. Anggap kami seperti orang tua kamu sendiri ya," tutur Pak Kyai dengan lembut."Eh, iya. A, Abi," Viana berkata dengan gagap.Dia merasa sungkan untuk memanggil kedua orang berwibawa itu dengan sebutan orang tua. Bocah sederhana sepertinya tidak pantas untuk menjadi anak dari seorang pemuka agama yang sangat terpandang di kampungnya.Ibu Azizah datang dan merangkul Viana dengan lemah lembut."Ayo masuk, Sayang. Mulai saat ini, kamu akan tinggal disini. Ini adalah rumah kamu," Wanita be
Untuk sementara, Viana dan kedua orang tuanya bisa hidup dengan tenang dan bernapas lega. Namun, semuanya berubah setelah Viana berusia dua belas tahun.Banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang menimpa keluarga mereka. Mereka seringkali dihantui dengan suara-suara aneh dan penampakan yang mengerikan.Pada usia tersebut, Viana sudah paham dan mengerti dengan apa yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Pak Hasan dan Bu Halimah selalu mengajarkan kepadanya agar senantiasa taat beribadah dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Mereka berusaha menuntun Viana menuju ke jalan yang benar, dengan harapan agar putrinya itu bisa menjadi seorang gadis yang sholehah.Hingga pada suatu malam yang sunyi, terdengar seseorang mengetuk pintu rumah mereka. Pak Hasan dan Bu Halimah yang sedang berada di ruang depan pun saling berpandangan karena merasa keheranan. Tidak biasanya ada seseorang yang bertamu ke rumah mereka saat malam hari begini. Apalagi rumah mereka berada di ped
"Sebenarnya saya mulai memikirkan semua ini tatkala putri saya, Viana mengalami kejadian-kejadian aneh Pak kyai. Putri saya sering menangis tanpa sebab saat tengah malam, bahkan putri saya terlihat begitu kesakitan selama beberapa kali. Kami sekeluarga pernah membawanya ke rumah sakit, tapi menurut dokter kondisi kesehatannya baik-baik saja. Akhirnya tetua desa menyarankan kami untuk membawa putri kami kemari, Pak. Saya merasa bahwa ada sesuatu yang janggal dengan keadaan putri saya ini," Pak Hasan berkata sambil membelai rambut Viana dengan lembut."Hmm, silahkan Bapak lanjutkan ceritanya," ujar pak kyai."Huft, sebenarnya saya merasa bahwa kejadian ini ada hubungannya dengan masa lalu saya beberapa tahun silam, Pak," Pak Hasan menghela napas."Maksud Bapak?" tanya pak kyai keheranan."Begini Pak. Beberapa tahun setelah menikah, saya dan istri saya tak kunjung dikarunai seorang anak. Berbagai upaya sudah kami lakukan agar bisa segera mendapat keturunan,
Sreekk, sreekk, sreekk,Mata Viana membelalak ketika mendengar suara langkah kaki seseorang. Dia segera terjaga dari tidurnya, lalu mengucek kedua mata yang masih terasa berat. Diliriknya jam weker yang berada di atas meja kamarnya.Viana semakin terbeliak saat melihat angka di jam tersebut."Hah, jam duabelas malam? Lalu siapa yang tengah malam begini sedang berjalan di luar sana?" gumam Viana dengan herannya."Ah, mungkin itu cuma suara kucing yang lagi jalan-jalan diluar," pikirnya.Kemudian gadis itu bergegas membaringkan tubuhnya kembali di ranjang empuknya.Sreekk, sreekk, sreekk,Namun, lagi-lagi suara langkah itu mengganggu pendengarannya. Dia memutuskan untuk menutupi telinganya dengan bantal, supaya bisa melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terganggu.Bukannya menghilang, tapi suara langkah kaki itu malah semakin menjadi dan terdengar semakin mendekat.Viana pun menjadi kehilangan kesabaran. Dia yang pemberan