Beberapa jam berlalu. Sebab Raven tak juga kembali setelah kejadian di pantai malam itu, Vivian pun memutuskan untuk mengambil Shine dari rumah besar tersebut.“Apa kamu tidak senang pergi dari rumah Papamu?“ tanya Vivian yang saat ini sedang menyetir mobilnya. Sesaat kemudian dia melirik ke arah Shine yang duduk di sampingnya.Ya, sejak keluar dari rumah Raven, Shine terus saja berwajah murung. Bahkan setelah masuk ke dalam mobil, Shine terus saja menatap ke luar kaca di sampingnya.Sesaat kemudian tiba-tiba si laki-laki kecil tersebut menghela napas panjang dan kemudian menoleh ke arah Mamanya. “Jangan menutupi yang itu dengan yang lain Ma. Papa pasti marah kalau tahu aku membantu Mama mengambil benda itu,” ujarnya sembari menatap malas pada wajah wanita yang sebenarnya sangat disayanginya itu.Ya, Shine adalah orang yang membantunya menghapus rekaman CCTV dan apa pun yang bisa membuat Vivian ketahuan kalau dia telah mengganti black swan dengan duplikat buatannya.Lang
Beberapa jam berlalu, kini Raven dan Sean tengah duduk bersama di sofa yang ada di ruang kerja. Mereka terus mengobrol masalah perusahaan dan kejadian hari ini, hingga sebuah ketukan muncul di pintu ruangan itu.“Tuan, ini perhiasan yang Anda minta,” ucap seorang laki-laki yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu sembari menyerahkan sebuah kotak perhiasan dengan ukuran cukup besar.“Baik, kamu bisa pergi sekarang,” titah Raven yang membuat salah satu karyawannya itu segera meninggalkan ruangan tersebut.Setelah itu, Sean yang penasaran pun segera mengambil kotak yang baru saja diletakkan di atas meja tersebut. “Perhiasan apa yang kamu inginkan?“ tanyanya sembari membuka kotak tersebut.“Black swan? Kenapa?“ tanya Sean sembari beralih menatap ke arah sahabatnya itu.“Coba perhatikan perhiasan itu, apakah ada yang berbeda!“ titah Raven sembari terus menatap satu set perhiasan di depan Sean dari tempatnya.Sean pun mengambil cincin dari dalam box tersebut dan memutar-mutar b
Sementara itu, saat ini Vivian sudah berhasil masuk ke dalam ruang penyimpanan perhiasan setelah memecahkan kata sandi pintu ruangan tersebut. Dia pun segera melangkah ke arah tempat di mana black swan terakhir kali diletakkan.“Untung saja belum ada yang menyadari,” batin Vivian sembari mengambil kalung duplikat buatannya, lalu menggantinya dengan yang asli.“Huh, bikin repot saja,” gerutu Vivian sembari memasukkan kalung palsu tersebut ke dalam sakunya. Lalu dengan santai dia berbalik badan, tetapi sesuatu mengejutkan langsung membuatnya berhenti bergerak.“Selamat malam Nyonya, kami diberi perintah oleh Tuan untuk membawa Anda kembali,” ucap Charles yang kini berdiri di depan Vivian bersama tiga anak buahnya.“Jadi dia sudah tahu kalau aku menukar kalung ini, pantas saja semuanya berjalan sangat lancar,” batin Vivian sembari menatap dingin ke arah Charles dan tiga laki-laki di belakangnya.“Katakan pada dia aku ada urusan lain, jadi aku tidak akan pulang bersama kalian,”
Saat ini Vivian tengah menaiki taksi menuju salah satu tempat yang dianggap mereka cukup aman. Ya, dan Vivian meninggalkan mobilnya di tempat Samuel untuk menghilangkan jejak mereka.“Apa benar aku harus ke sana?” pikir Vivian yang merasa ragu dengan hal ini. Padahal dia tahu dengan jelas kalau orang yang mereka tuju adalah orang yang selalu baik pada mereka berdua sejak pertama kali kenal sampai saat ini, tapi entah kenapa ada perasaan mengganjal di dalam hati Vivian saat ini.“Kenapa Ma?“ tanya Shine saat melihat ekspresi wajah Vivian yang terasa aneh baginya.Vivian yang sempat melamun pun kembali menoleh ke arah anak laki-lakinya. “Tidak apa-apa Sayang, hanya saja dari tadi Paman Roland tidak mengangkat telepon Mama,” jawabnya.“Apa jangan-jangan Paman Roland sedang keluar,” sahut shine sembari mengangguk-ngangguk seolah tengah memahami sesuatu.Vivian pun tersenyum kecil melihat tanggapan anak laki-lakinya itu. Dia tidak mungkin mengatakan rasa gelisahnya tentang Rolland
Sehari berlalu dengan cepat, kini Vivian dan Shine sudah berada di tempat Samuel dan Jessi akan mengadakan pesta pernikahan mereka. Sementara Shine tengah bermain dengan teman sebayanya, kini Jessi tengah berbicara dengan Vivian di salah satu kamar yang sudah disiapkan untuk para tamu jauh.“Apa kamu yakin?“ Ekspresi terkejut tak ingin disembunyikan Jessi ketika mendengar apa yang Vivian dengan tentang Roland. “Kamu yakin, mereka tidak sedang menipumu … maksudku para anak buah Aldrich itu, apa kamu yakin mereka tidak melihat kamu dan tiba-tiba ingin memanfaatkan kesempatan itu dan sejenisnya?“Vivian mengusap-usap wajahnya dengan kasar. “Tidak. Aku yakin mereka tidak melihat kedatanganku,” jawabnya sembari menatap ke arah kaki meja. Dia terus merenung di dalam hatinya.“Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang? Apa kamu ingin kembali pada Raben?“ tanya Jessi yang merasa khawatir sekaligus iba pada sahabatnya itu.Vivian menghembus napas panjang. “Aku tidak tahu. Tapi yang j
Beberapa jam berlalu, Vivian yang sedari tadi terus tidur pun kini terbangun karena mobil yang dikendarainya berhenti mendadak. Ya, Setelah dia meninggalkan pantai menggunakan helikopter, kemudian beberapa jam dia menaiki mobil hingga sampai di sebuah tempat yang menjadi salah satu kenangan dirinya dan Raven.“Sudah sampai?“ tanya Vivian sembari menatap Raven dengan ekspresi tak senangnya karena Raven tak mengatakan ke mana mereka akan pergi. Laki-laki di samping Vivian ini hanya terus mengatakan kalau mereka menuju ke tempat kenangan mereka.“Tentu saja sampai, coba kamu menoleh,” jawab Raven sembari menunjuk ke sebuah pintu berwarna merah yang tak jauh dari mobil mereka. Vivian yang menoleh ke arah apa yang ditunjuk oleh Raven pun langsung tersentak. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat itu. “Untuk apa kamu bawa aku ke sini?“ tanyanya sambil kembali menatap ke arah Raven yang saat ini sedang membuka pintu mobilnya.Dan
Satu jam berlalu dengan Vivian yang berada di lapangan untuk melakukan pelatihan fisik bersama dengan beberapa calon tentara lainnya. Wanita bernama Tessa yang Vivian yakini ada di balik pemanggilan dirinya ini ternyata tak pernah datang ke lapangan, tak seperti yang dia perkirakan.“Aku pikir wanita itu akan mengerjaiku di sini,” batin Vivian sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar lapangan tersebut. Karena tak menemukan apa pun akhirnya dia memilih untuk meneguk air mineral yang baru saja diambilnya dari sebuah lemari di sudut lapangan itu. Dan sama seperti yang lainnya, dia pun mengistirahatkan tubuhnya di pinggir lapangan itu.Namun, baru saja menurunkan botol air minumnya tiba-tiba saja terdengar peluit yang berbunyi nyaring sehingga ke-10 orang, termasuk Vivian langsung mengarahkan pandangan mereka pada pemimpin acara pelatihan fisik malam itu.“Karena kalian sudah menyelesaikan sit up 100 kali, push up 100 kali, juga mengelilingi lapangan 10 kali, maka kalian m
Satu jam berlalu kini Vivian yang baru saja selesai membersihkan diri kembali ke kamarnya. Seperti sebelumnya dia pun membuka kamar tersebut menggunakan kunci miliknya. Dan sebelum masuk ke dalam kamar ia pun mengarahkan pandangannya ke sekeliling lorong tersebut, mencoba memastikan kalau tak ada yang mencurigakan.“Apa aku mulai paranoid,” gumam Vivian sembari menarik handle pintu di hadapannya dan kemudian mendorongnya dengan santai.Dan seperti yang seharusnya, dia pun mengambil hanger untuk menjemur handuk bekas pakainya, juga meletakkan peralatan mandinya di tempatnya. “Don't cut me down, throw me out, leave me here to waste …,” senandungnya ketika dia menunduk untuk mengambil hair dryer yang ada di laci bawah meja rias di kamar itu.Namun, senandungnya terhenti ketika tiba-tiba saja dia melihat sebuah bayang-bayang orang di lantai kamar itu mendekat ke arah dirinya.“Aku terlalu gegabah,” batinnya sembari tangan kanannya menggenggam erat pegangan laci paling bawah. Se