Vivian segera berlari ke ruangan depan karena mendengar suara berisik di arah sana.
“Kamu!” teriak Vivian ketika sampai di bagian paling depan dan melihat Raven sedang melepas sepatunya.Raven pun langsung mendongakkan wajahnya ketika mendengar teriakan Vivian tersebut.“Kamu, bagaimana kamu bisa masuk? Aku kan belum mengizinkanmu masuk,” protes Vivian sembari berganti menatap ke arah pintu rumahnya.“Apa bedanya mengizinkan atau tidak, kamu sama-sama tidak menguncinya tadi,” jawab Raven dengan santai sembari melanjutkan melepas kedua sepatunya.Tangan Vivian seketika mengepal mendengar jawaban yang seenaknya itu. ‘Tahan Vi, tahan … tahan, kamu harus mengendalikan semuanya,’ batinnya.“Oh iya, untuk apa kamu kemari?” tanya Vivian sembari menatap Raven yang tengah menata sepatunya.“Kenapa, apa aku dilarang berkunjung ke sini?” tanya Raven balik.‘Sebenarnya iya, tapi apa aku harus mengatakannyaVivian yang sudah masuk ke dalam ruang makan pun langsung menatap Raven dengan aneh.“Ada apa?” tanya Vivian sekali lagi pada Raven yang saat ini tengah menatap makanan yang ada di atas meja.“Untuk siapa semua makanan ini?” tanya Raven sembari menatap ke arah ikan goreng yang ingin diberikan oleh Vivian kepada Shine.“Tentu saja itu untuk kami bertiga, tapi entah kenapa mereka belum juga pulang,” sahut Vivian sembari melangkah ke arah meja makan tersebut.Sesaat kemudian, tiba-tiba saja Raven duduk di bangku yang ada di dekatnya. “Aku akan makan di sini,” ucap Raven sembari membuka piring yang ada di hadapannya dengan tenang.“Eh!” Vivian tentu saja terkejut mendengar keputusan Raven yang mengejutkan dan seolah tak membutuhkan persetujuannya itu.Dan ketika ia sudah sampai di dekat Raven, tiba-tiba sebuah kalimat muncul dari bibir laki-laki tampan itu. “Tenang saja, aku akan mengirim orang untuk mengganti makanan ini
‘Jadi begini kelakuannya. Dasar, semua laki-laki memang sama saja,’ batin Vivian sembari mencengkeram buku catatan yang dibawanya ketika melihat Cherry yang saat ini sedang memeluk serta bertatapan dengan Raven.Dan sialnya lagi, saat ini Raven terlihat tak melakukan perlawanan pada pelukan asisten yang ia ketahui memang sengaja datang ke perusahaan itu untuk mendapatkan posisi sebagai Nyonya Raven miliknya.Vivian pun langsung memejamkan matanya selama beberapa saat untuk menetralisir sesuatu yang terasa menusuk hatinya itu. ‘Tenang Vi, kamu harus membuang hal seperti itu,’ batinnya. “Ah, aku pikir kamu tidak datang ke perusahaan hari ini,” ucap Vivian yang kemudian melangkah santai dan mempertahankan sikap tak acuhnya terhadap apa yang dilihatnya tadi.Cherry yang tadi langsung menjauhkan tubuhnya dari Raven ketika Vivian sampai di ruangan itu pun, kemudian menatap ke arah Vivian dan bersikap seolah sedang salah tingkah. “Ak
“Nona Heta, apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya laki-laki tersebut sambil melangkah lurus ke arah Vivian.‘Dih dia pasti sengaja menargetkanku,’ pikir Vivian sembari melirik laki-laki tersebut dengan tajam.“Kenapa kamu tidak menjawab, Nona? Apa yang terjadi?” tanya laki-laki tersebut sembari memegang tangan Vivian dan menatapnya dengan penuh perhatian.‘Sialan Sean, dia pasti sengaja ingin membuat semakin banyak orang memarahiku setelah ini,’ batin Vivian sembari mengepalkan tangannya kuat.Melihat Vivian yang tak juga segera mengangkat wajahnya, Sean pun tertawa di dalam hati. ‘Rasakan, ini balasanku karena kamu membuatku di hukum oleh Raven terakhir kali. Dasar wanita kejam, akhirnya kamu mendapat karmanya, hahaha!’Sayangnya kebahagian Sean hanya bertahan selama beberapa menit karena saat Vivian mengangkat wajahnya terlihat air mata yang membasahi wajahnya.“Tuan, tolong maafkan saya. Saya benar-benar tidak tahu apa salah saya sampai Anda melakukan ini pada saya,” ucap V
“Apanya yang salah? Bukankah kita memang berteman sejak dulu,” sahut Raven dengan santai.“Bukan hubungan yang seperti itu Rav,” sahut Sean sembari memijat keningnya.“Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan masalah itu lagi. Katakan, apakah ada informasi baru tentang Vivian lima tahun yang lalu.”‘Eh, aku pikir tadi dia sudah tidak perduli dengan wanita sialan itu, lalu kenapa dia tiba-tiba jadi sok dingin,’ batin Sean yang merasa aneh.“Tidak ada. Sepertinya Vivian benar-benar bersembunyi tahun itu,” jawab Sean karena memang tidak ada perkembangan dari orang-orang yang dikirim oleh mereka untuk mencari tahu tentang Vivian kala itu.“Coba cari, apa ada kemungkinan dia melahirkan di salah satu rumah sakit tahun itu,” pinta Raven.“Melahirkan? Dia pernah hamil?” tanya Sean yang tentu saja terkejut mendengar hal itu.“Aku tidak tahu pasti, maka dari itu kamu harus mencarinya.” Sementara itu, saat ini Vivian yang baru saja sampai di ruangannya mendengar notifikasi pesan masuk
“Paman, tolong lepaskan tanganku,” ucap Shine sembari menarik kasar tangannya karena sudah dari tadi laki-laki di depannya itu terus memegangi tangannya dan menatap dirinya dengan ekspresi wajah terkejut yang kental.“Maaf-maaf,” sahut laki-laki di depan Shine tersebut sembari tersenyum canggung.‘Kenapa dia bersikap biasa-biasa saja? Kenapa dia tidak segera memelukku? Atau jangan-jangan matanya bermasalah sampai tidak bisa melihat persamaan aku dengan dirinya?’ pertanyaan-pertanyaan di hati Shine meluber ketika melihat ayahnya yang saat ini sedang tersenyum canggung ke arahnya.Dan bukanya langsung bertanya tentang mereka yang terlihat mirip satu sama lain atau sejenisnya.Sedangkan saat ini Raven sedang menatap Shine dengan rasa penasaran yang tinggi. ‘Siapa anak kecil ini? Kenapa dia mirip sekali denganku? Apa jangan-jangan dia anak dari Vivian?” batinnya sembari menatap sekitar.Hingga tak lama kemudian, Samuel pun muncul dan mendekati Shine. “Ada apa Shine?” tanyanya sembari berj
“Akhir pekan ini kamu ada acara apa?” tanya Yana.Vivian mendongak. Ia mengunyah makan siang dengan nikmatnya. Kini ia dan Yana saling bertatapan. “Entahlah. Terkadang saat kita merencanakan sesuatu, belum tentu bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan. Manusia kan hanya bisa berencana.”“Benar. Tapi maksudku kan apa kamu tidak memiliki rencana mau pergi kemana begitu. Belakangan ini ada banyak tempat yang menjadi tren anak muda. Aku ingin pergi ke sana dan mengajakmu. Tapi kalau kamu memiliki rencana, aku juga tidak berani mengajakmu.” Yana tersenyum. Ia kembali menikmati makan siang yang tersaji.Saat Vivian hendak menjawab, tiba-tiba di sekitar kantin terdengar riuh. Yana dan Vivian mengedarkan pandangan ke seluruh kantin dan mereka mendapati tiga orang laki-laki memakai setelan jas rapi serta berkacamata hitam memasuki kantin. Dahi Vivian mengerut. Saat menyadari ada yang salah dengan rute tiga laki-laki itu berjalan.‘Apakah mereka akan datang mencariku? Ini terlalu menarik perh
Vivian mengalihkan pandangannya sehingga membuat semua orang gemas di sana. Mereka ingin segera mendapat jawaban dari Vivian. Semua orang berseru. Sedangkan si wanita hanya menundukkan kepala dengan dalam.‘Kurang ajar! Ini memalukan sekali! Bagaimana bisa aku harus mengalami situasi yang memalukan ini di depan semua orang?’ Vivian memaki dalam hati. Sungguh ini suatu momen yang paling memalukan sepanjang hidupnya. Namun, satu ide waras tiba-tiba muncul di kepalanya.‘Tunggu, jika aku bersamanya, bukankah aku akan lebih mudah memanfaatkannya untuk mencari informasi?’ Vivian bertanya dalam hati dan bersorak. Itu merupakan ide yang bagus. Saat Vivian hendak membuka mulutnya dan menjawab Rain, secara mengejutkan satu mobil memasuki halaman depan perusahaan tersebut. Tentunya mobil tersebut sukses mencuri perhatian semua orang dengan suara decitan ban mobil yang menandakan bahwa orang di dalam mobil itu sedang terburu-buru.“Bukankah itu mobil Tuan Raven?” Salah seorang karyawan mengenal
“Huh, dan kamu itu wanita tidak tahu malu. Kamu—“ Kalimat Nyonya Reya terhenti ketika Vivian dengan seenaknya berbalik badan dan kemudian melangkahkan kaki keluar dari pintu gedung perusahaan tersebut.“Eh, mau ke mana kamu? Berani-beraninya pergi begitu saja, aku ini sedang bicara dengan kamu!” teriak Nyonya Reya yang langsung mengikuti langkah Vivian untuk keluar dari gedung perusahaan tersebut. Namun saat ia sudah sampai di depan gedung, tiba-tiba Vivian seolah menghilang. Ia pun menatap ke segala arah untuk mencari sosok Vivian, tetapi tetap tak menemukannya.Hingga, sesaat kemudian ia mendekati petugas keamanan yang sedari tadi berjaga di depan pintu perusahaan.“Kamu tahu ke mana larinya Nyonya Vivian?” tanya Nyonya Reya sembari berkacak pinggang dan terus mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat tersebut.“Nyonya Vivian?” tanya petugas keamanan itu sembari mengerutkan keningnya.Ya, tentu saja petugas keamanan itu merasa bingung, karena ia memang tidak mengenal sosok Vivian