“Apanya yang salah? Bukankah kita memang berteman sejak dulu,” sahut Raven dengan santai.“Bukan hubungan yang seperti itu Rav,” sahut Sean sembari memijat keningnya.“Sudahlah, aku tidak ingin membicarakan masalah itu lagi. Katakan, apakah ada informasi baru tentang Vivian lima tahun yang lalu.”‘Eh, aku pikir tadi dia sudah tidak perduli dengan wanita sialan itu, lalu kenapa dia tiba-tiba jadi sok dingin,’ batin Sean yang merasa aneh.“Tidak ada. Sepertinya Vivian benar-benar bersembunyi tahun itu,” jawab Sean karena memang tidak ada perkembangan dari orang-orang yang dikirim oleh mereka untuk mencari tahu tentang Vivian kala itu.“Coba cari, apa ada kemungkinan dia melahirkan di salah satu rumah sakit tahun itu,” pinta Raven.“Melahirkan? Dia pernah hamil?” tanya Sean yang tentu saja terkejut mendengar hal itu.“Aku tidak tahu pasti, maka dari itu kamu harus mencarinya.” Sementara itu, saat ini Vivian yang baru saja sampai di ruangannya mendengar notifikasi pesan masuk
“Paman, tolong lepaskan tanganku,” ucap Shine sembari menarik kasar tangannya karena sudah dari tadi laki-laki di depannya itu terus memegangi tangannya dan menatap dirinya dengan ekspresi wajah terkejut yang kental.“Maaf-maaf,” sahut laki-laki di depan Shine tersebut sembari tersenyum canggung.‘Kenapa dia bersikap biasa-biasa saja? Kenapa dia tidak segera memelukku? Atau jangan-jangan matanya bermasalah sampai tidak bisa melihat persamaan aku dengan dirinya?’ pertanyaan-pertanyaan di hati Shine meluber ketika melihat ayahnya yang saat ini sedang tersenyum canggung ke arahnya.Dan bukanya langsung bertanya tentang mereka yang terlihat mirip satu sama lain atau sejenisnya.Sedangkan saat ini Raven sedang menatap Shine dengan rasa penasaran yang tinggi. ‘Siapa anak kecil ini? Kenapa dia mirip sekali denganku? Apa jangan-jangan dia anak dari Vivian?” batinnya sembari menatap sekitar.Hingga tak lama kemudian, Samuel pun muncul dan mendekati Shine. “Ada apa Shine?” tanyanya sembari berj
“Akhir pekan ini kamu ada acara apa?” tanya Yana.Vivian mendongak. Ia mengunyah makan siang dengan nikmatnya. Kini ia dan Yana saling bertatapan. “Entahlah. Terkadang saat kita merencanakan sesuatu, belum tentu bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan. Manusia kan hanya bisa berencana.”“Benar. Tapi maksudku kan apa kamu tidak memiliki rencana mau pergi kemana begitu. Belakangan ini ada banyak tempat yang menjadi tren anak muda. Aku ingin pergi ke sana dan mengajakmu. Tapi kalau kamu memiliki rencana, aku juga tidak berani mengajakmu.” Yana tersenyum. Ia kembali menikmati makan siang yang tersaji.Saat Vivian hendak menjawab, tiba-tiba di sekitar kantin terdengar riuh. Yana dan Vivian mengedarkan pandangan ke seluruh kantin dan mereka mendapati tiga orang laki-laki memakai setelan jas rapi serta berkacamata hitam memasuki kantin. Dahi Vivian mengerut. Saat menyadari ada yang salah dengan rute tiga laki-laki itu berjalan.‘Apakah mereka akan datang mencariku? Ini terlalu menarik perh
Vivian mengalihkan pandangannya sehingga membuat semua orang gemas di sana. Mereka ingin segera mendapat jawaban dari Vivian. Semua orang berseru. Sedangkan si wanita hanya menundukkan kepala dengan dalam.‘Kurang ajar! Ini memalukan sekali! Bagaimana bisa aku harus mengalami situasi yang memalukan ini di depan semua orang?’ Vivian memaki dalam hati. Sungguh ini suatu momen yang paling memalukan sepanjang hidupnya. Namun, satu ide waras tiba-tiba muncul di kepalanya.‘Tunggu, jika aku bersamanya, bukankah aku akan lebih mudah memanfaatkannya untuk mencari informasi?’ Vivian bertanya dalam hati dan bersorak. Itu merupakan ide yang bagus. Saat Vivian hendak membuka mulutnya dan menjawab Rain, secara mengejutkan satu mobil memasuki halaman depan perusahaan tersebut. Tentunya mobil tersebut sukses mencuri perhatian semua orang dengan suara decitan ban mobil yang menandakan bahwa orang di dalam mobil itu sedang terburu-buru.“Bukankah itu mobil Tuan Raven?” Salah seorang karyawan mengenal
“Huh, dan kamu itu wanita tidak tahu malu. Kamu—“ Kalimat Nyonya Reya terhenti ketika Vivian dengan seenaknya berbalik badan dan kemudian melangkahkan kaki keluar dari pintu gedung perusahaan tersebut.“Eh, mau ke mana kamu? Berani-beraninya pergi begitu saja, aku ini sedang bicara dengan kamu!” teriak Nyonya Reya yang langsung mengikuti langkah Vivian untuk keluar dari gedung perusahaan tersebut. Namun saat ia sudah sampai di depan gedung, tiba-tiba Vivian seolah menghilang. Ia pun menatap ke segala arah untuk mencari sosok Vivian, tetapi tetap tak menemukannya.Hingga, sesaat kemudian ia mendekati petugas keamanan yang sedari tadi berjaga di depan pintu perusahaan.“Kamu tahu ke mana larinya Nyonya Vivian?” tanya Nyonya Reya sembari berkacak pinggang dan terus mengedarkan pandangannya ke sekitar tempat tersebut.“Nyonya Vivian?” tanya petugas keamanan itu sembari mengerutkan keningnya.Ya, tentu saja petugas keamanan itu merasa bingung, karena ia memang tidak mengenal sosok Vivian
Seorang wanita memasuki rumah. Wajahnya pun menyiratkan lelah setelah seharian bekerja. Vivian menghela napas. “Hari ini aku benar-benar lelah. Bisa-bisanya ada kejadian menggelikan. Hmm? Suara tangis siapa ini?”Vivian berjalan cepat memasuki rumah. Matanya membulat saat ia mendapati Jessi sedang menangis tersedu-sedu. Wanita yang sedang duduk di sofa ruang keluarga itu menangis terisak. Itu membuktikan bahwa Jessi sudah lama menangis.“Jes? Hei, kenapa kamu menangis?” Vivian bertanya sambil mendekat. Ia duduk di samping Jessi.“Vi, Samuel menghilang. Dia tiba-tiba tidak ada kabar pagi ini. Padahal semalam dia baik-baik saja. Lalu kenapa dia tiba-tiba tidak ada kabar sama sekali? Aku takut jika terjadi sesuatu terjadi padanya.” Jessi menumpahkan isi hatinya “Jess, tenanglah. Kita akan mencari tahu di mana Samuel. Coba kamu ingat-ingat, sebelum ini apa dia punya masalah dengan seseorang atau mungkin pekerjaanya?” Vivian mencoba menggali.
Di satu malam yang dingin, tepatnya sebuah rumah mewah masih saja ramai. Banyak penjaga yang sedang berjaga di rumah tersebut. Meski udara terasa dingin menusuk tulang. Itu semua tak menyurutkan orang-orang tersebut untuk menyerah dan memilih tidur. Termasuk Sean dan Raven yang masih berjaga di sana. Keduanya menempatkan Samuel di satu ruangan besar di rumah itu. Dua laki-laki itu mengawasi dari ruang kerja Raven. Tentu saja sembari meneguk wine untuk menghangatkan tubuh keduanya.“Aku terkejut kau bisa dibodohi dengan mudah.” Sean mulai mengejek Raven seraya menguap kecil.“Dingin,” imbuhnya.“Kamu sebagai anak buahku juga terlalu bodoh. Kenapa tidak bisa mengetahui keadaan ini dengan lebih cepat? Bukankah kamu menghandle banyak pekerjaan dan selalu bersamaku?” Raven mendesah kesal mengetahui fakta bahwa Vivian telah membohonginya.“Haih, kamu menyalahkan orang lain. Bukankah sebagai seorang ayah seharusnya memiliki ikatan bat
“Aku terkejut saat kamu tiba-tiba memintaku untuk menjemputmu.” Rain berbicara saat ia dan Vivian sudah berada di dalam mobil.“Kamu tidak ingin mengantarku ke dalam? Setidaknya bukankah kamu seharusnya mengantarku sampai lobby perusahaan?” Vivian mulai mengubah nada bicaranya. Sedikit lembut dan wajahnya merengut manja. Hal itu sedikit membuat Rain terkesima, tidak biasanya Vivian akan secara terang-terangan menyatakan isi hatinya. Tentu saja ini merupakan hal baik bagi Rain. Laki-laki itu terkekeh, lalu menepuk pucuk kepala Vivian dengan lembut.“Baiklah, untuk kekasihku ini apa yang tidak boleh. Ayo, turun.” Rain pun akhirnya turun juga dari mobil.Sekilas Vivian melirik jam yang melingkar di tangannya. Seulas senyuman seringai terbit di bibirnya. Ia sangat sadar bila di jam inilah Raven baru sampai di perusahaan. Sepertinya hal ini sudah direncanakan oleh Vivian sejak tadi malam. Terbukti bahwa pagi ini Rain pagi buta suda