Pagi harinya…
Agatha masih terbaring diam, sepenuhnya sadar akan tubuh Liam yang memeluk tubuhnya, juga lengan jantan dan kuat yang menahannya. Bahkan dalam tidur pun, Liam membuat dominasinya terasa nyata.
“Setelah ini apa?” Pikirnya.
Semalam, Liam telah menyenangkan hatinya dengan berbagai cara, dan Liam telah melakukannya sesukanya.
Dengan perlahan dan hati-hati, Agatha mengangkat lengan Liam sedikit sehingga menyisakan cukup ruang untuk menyelip turun dari bawah lengan pria itu. Setelah berhasil keluar dari ranjang, Agatha bergegas mengenakan pakaiannya.
Agatha baru saja selesai mengancingkan kemeja Liam yang dipakainya ketika namanya dipanggil, membuatnya jantungnya nyaris copot.
“Agatha, apa yang kau lakukan di sini?” Nada suara Liam bukan suara yang dalam dan menggoda, seperti pencinta yang puas semalam. Suara itu tajam, kasar, menuntut.
Agatha gelisah dan takut, apakah pria itu marah karena dirin
“Aku ingin bicara denganmu.” Francesca melirik Agatha sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.“Bicara saja.”“Tentang pernikahan kita. Semalam ibumu meneleponku dan menanyakannya. Sepertinya beliau sudah tidak sabar ingin memiliki cucu.” Ada senyum kemenangan tersungging di sudut bibir Francesca saat mengatakannya.Liam berdeham dan sekilas melirik ke arah Agatha, namun dirinya tidak menemukan reaksi apa pun. Agatha hanya diam dengan wajah datar, seolah tak peduli dengan apa pun yang sedang dirinya dan Francesca bicarakan.“Sebaiknya aku menunggu di luar. Katakan pada Luca untuk cepat.” Tidak ingin terlibat dalam situasi yang canggung, Agatha bersiap menarik kedua kopernya sebelum tangan Liam menarik lengannya dengan kuat.“Wanita lain sedang menggoda suamimu, dan kau bersikap seperti ini?” Ucap Liam tepat di telinga Agatha.“Lalu kau ingin aku bagaimana? Ingat Tuan Muda Stefa
“Ya. Selamanya.”Tanpa disadari keduanya, Agatha merasa udara di sekitarnya menipis. Pengakuan Liam yang tiba-tiba membuat kepalanya pening. Pertunangan Liam dengan Francesca saja sudah cukup memengaruhinya, sekarang pria itu malah terang-terangan menyebutkan tentang cinta pertamanya.‘Liam belum melupakan cinta pertamanya?’ Batin Agatha.Agatha membuang pandangannya ke arah deretan pepohonan Cemara Mediterania, dan mencoba menghirup udara sebanyak mungkin. Dia butuh menenangkan diri. Agatha butuh seseorang yang bisa mengeluarkannya dari situasi canggung semacam ini.Agatha meremas roknya kuat-kuat, dirinya terhuyung dan nyaris jatuh sebelum Luca datang dan menangkapnya tepat waktu.“Nyonya Stefano, kau baik-baik saja?” Dan pada akhirnya, Agatha akan berterima kasih pada Luca.“Aku tidak apa-apa.” Agatha tersenyum lemah.“Pesawat anda sudah siap. Kita bisa pergi sekarang.”“Hm, terima kasih.” Agatha tersenyum penuh kelegaan.Dia membiarkan Luca membawa koper-kopernya dan segera pergi d
Sebelum sempat bereaksi, Liam sudah lebih dulu memalingkan wajah dan menarik Agatha dengan tegas ke arahnya. Lalu menurunkan mulutnya ke mulut Agatha.Liam merasakan Agatha menegang kaget, kemudian luluh dalam pelukannya, mulut gadis itu bahkan terbuka di bawah tekanan mulutnya. Bibir Agatha terasa sangat manis dan menggoda ketika membalas ciuman Liam.Liam terperanjat karena kekuatan reaksinya terhadap ciuman itu. Tubuhnya berdenyut penuh gairah dan dia menangkap wajah Agatha dengan tangan yang tegas, merasakan Agatha gemetar kaget saat dia memperdalam ciumannya. Agatha menjatuhkan gelas wine yang dipegangnya dan mencengkeram kemeja Liam, mengerang pelan di tengah serangan brutal pria itu.Tercengang karena respons liar Agatha dan reaksinya sendiri yang kuat, Liam menarik gadis itu lebih dekat dan membelai paha Agatha dengan santai. Kehangatan kulit halus Agatha memperkuat nyeri yang berdenyut dan berdetak di tubuhnya. Liam terus menjelajah ke dalam mu
“Apa?” Agatha tersentak mendengar tuduhan itu.“Ini sudah ketiga kalinya, Agatha. Apa lagi yang akan kau katakan?” Tanyanya menuntut.“Apa kau sungguh melihat foto-foto itu dengan mata kepalamu sendiri?”“Aku tidak ingin mengotori mataku dengan pemandangan menjijikan seperti itu.”“Benar. Itu adalah pemandangan paling menjijikan. Aku pun merasa jijik dengan orang yang ada di foto itu.” Agatha menabrak bahu Liam sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.Agatha tahu dia sudah bersikap agak kasar terhadap Liam, tapi itu juga karena dirinya meras begitu defensif. Begitu mereka bertemu, Liam langsung menghakimi dan menyepelekannya sesuka hati.Dirinya merasa kesal bukan main mendengar tuduhan pria itu.“Liam Stefano, kau sungguh mengatakan itu pada Agatha?” Theo menggeleng tak percaya.“Dia memang pantas menerimanya.”“Kalau begitu aku set
‘Dari mana datangnya orang-orang ini?’ Batinnya terkejut.Tubuh Agatha terasa kaku untuk beberapa saat. Dia tidak menyangka akan menghadapi paparazi secepat ini. Dalam hati merutuki kebodohannya yang memutuskan untuk pergi sendiri.‘Harusnya aku pulang bersama Canie tadi. Dasar Agatha bodoh!’“Agatha Rawlins, siapa pria di foto-foto panas itu?”“Agatha, apa benar selama ini kau memang terlibat dalam prostitusi artis?”“Agatha, ini ketiga kalinya kau terlibat skandal dengan seorang pria. Bagaimana pendapatmu?”“Agatha…”“Agatha…”“Agatha…”Agatha menarik napas, sembari matanya mencari-cari keberadaan taksi terdekat, lalu mulai berlari dan masuk ke dalam salah satu taksi yang terparkir di depan gedung Juliette. Namun dirinya tidak bisa merasa lega begitu saja, karena para paparazi itu masih terus mengejarnya
“Halo, Agatha Rawlins.” Agatha menyipitkan matanya, merasa belum pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.Namun dilihat dari raut wajahnya yang menyebalkan, Agatha merasa familier. Sorot mata kejam dan senyum culasnya mengingatkan Agatha pada seseorang—Francesca, hanya saja dalam versi pria.‘Mungkinkah?’“Apa kau sungguh berpikir, orang-orang yang memburumu tadi adalah paparazi?” Tanya pria itu, tampak menikmati kerapuhan Agatha.“Jadi semua ini ulahmu?”“Benar.”“Kenapa kau ingin mencelakaiku? Siapa kau sebenarnya?”“Kau masih berani bertanya? Bahkan setelah merusak hidup putriku yang berharga?” Pria itu menarik rambut Agatha hingga membuatnya mengerang kesakitan.“Putri?” Agatha menyeringai, tebakannya benar.Pantas saja mereka berdua terlihat sangat mirip.“Ini masih belum ada apa-apanya dibandingkan d
“Brengsek! Kalau berani menyentuhnya, kubunuh kau!” Liam menggenggam korek api itu dengan mata berkilat penuh amarah.“Cari Antonio sampai dapat!” Perintahnya mutlak.“Siap, Pak Stefano.” Luca yang awalnya terkejut, berusaha bersikap formal.Dia tidak percaya, pria tua sudah sampai di Italia secepat itu.***Agatha terbangun di sebuah ruangan sempit, gelap dan bau. Hanya ada setitik cahaya yang berasal dari arah genting yang bolong. Dari luar ruangan, dirinya bisa mendengar suara gemericik air dari saluran pembuangan. Dan juga kebisingan yang berasal dari beberapa pria yang tengah berpesta pora.Agatha tidak tahu, dirinya dibawa ke daerah sungai Tiber di Roma, Italia. Di sebuah pemukiman kumuh dengan banyak penduduk prianya yang menghabiskan waktu untuk mabuk, berjudi, dan bersenang-senang.“Haus. Berikan aku air.” Ucapnya parau.“Besar sekali nyalimu. Berani meminta air pad
Namun gadis itu lebih dulu tak sadarkan diri.“Brengsek, aku akan membunuhmu!” Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, pria itu hendak menghujamkan sebuah pisau ke arah Liam, namun pria itu berhasil menahannya dengan tangannya.Membuat darah segar mengalir dari telapak tangannya. Liam menatap tajam pria itu, lalu membalikkan keadaan, menusuk perut pria itu dengan pisau yang sama. Tidak sampai di situ, setelah pria itu limbung, Liam bahkan menginjak dan menendang kepala pria itu beberapa kali. Menjadikannya tewas seketika di bawah kakinya.“Semoga kau membusuk di neraka sana.”“Kau urus kekacauan di sini.” Liam menggendong Agatha dan membawanya pergi bersamanya.“Ckck, pria yang malang. Tapi kau memang pantas mendapatkannya.”Luca menggeleng, merasa kasihan dengan pria yang baru saja tewas di tangan tuannya dengan cara yang menyedihkan itu. Lalu dirinya mulai mencari sisa-sisa keberadaan Antonio Ha
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq