Jangan lupa tinggalkan komentar sebagai dukungan untuk buku ini, terima kasih banyak
“Aku keluar dulu beli makanan,” kata Eve sambil beranjak dari duduknya.“Tidak pesan saja?” tanya Alana.“Ada kafe di samping rumah sakit, Kak. Aku juga sekalian mau beli sesuatu,” jawab Eve.“Oh, ya sudah.” Alana mengizinkan.Eve menitipkan Kai pada Alana dan Bram. Dia mengambil tas lalu berjalan menuju pintu.Eve keluar dari ruang inap Bram. Dia sekarang sangat lega karena sudah jujur pada Bram sehingga beban yang ditanggungnya terasa berkurang.Eve ingin membeli makan siang. Dia berjalan di koridor sambil mengecek ponsel, hingga langkahnya terhenti saat melihat siapa yang ada di hadapannya.Eve tampak malas, tapi sadar tidak bisa menghindar. Dia melihat tatapan tak senang Grisel yang kini sedang menghalangi langkahnya, Eve mencoba mengabaikan dengan kembali melangkah untuk melewati Grisel.Namun, siapa sangka Grisel kembali menghalangi langkah Eve, membuat Eve terpaksa berhenti dan menatap Grisel lagi.“Kenapa kamu kembali?” tanya Grisel.“Bukan urusanmu juga, kan?” Eve malas berhu
Grisel sangat geram setelah bicara dengan Eve yang kini berani melawannya dan sangat berbeda dari dulu. Posisinya semakin terancam karena kemunculan Eve setelah Kaivan tahu kalau bukan dia yang tidur dengan pria itu empat tahun lalu. Ini sungguh membuat Grisel pusing. Dia tidak mungkin membiarkan semua orang menertawakannya, kan?Grisel berjalan menuju pintu keluar rumah sakit, tapi siapa sangka dia bertemu dengan Damian yang baru saja memasuki lobi rumah sakit.Grisel terkejut dan ingin menghindar, tapi pria itu ternyata sudah melihatnya lebih dulu.Damian memperlambat gerakan kaki ketika berpapasan dengan Grisel. Dia akhirnya berhenti tepat di depan wanita itu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Damian dengan tatapan menyelidik, curiga.“Bukan urusanmu,” ketus Grisel sambil memalingkan muka.Ekspresi wajah Damian berubah mendengar balasan Grisel. Melihat kondisi wanita itu baik-baik saja dan tidak terlihat seperti sakit, Damian menebak.“Apa kamu ke sini untuk menemui Eve?” tanya
Eve kembali ke rumah sakit setelah mendapat panggilan dari Alana. Saat baru saja menginjakkan kaki di pintu lobi, Eve terkejut melihat Damian dan Grisel berdiri bersama saling berhadapan.Ini seperti mengorek luka lama. Eve berusaha tak acuh. Dia berjalan begitu saja seperti tak melihat dua manusia itu.“Eve.” Damian panik. Dia langsung mengejar Eve yang berjalan melewatinya begitu saja seperti dia tak terlihat.Grisel terkejut melihat Eve, dia panik dan berpikir apakah Eve mendengar ucapannya pada Damian. Namun, melihat Eve yang berjalan melewatinya begitu saja, pasti Eve tidak mendengar, kan?Grisel memandang Damian yang menyusul Eve. “Damian pasti mengejar Eve lagi. Jika benar, aku bisa menggunakan kesempatan ini untuk menjauhkan Eve dari Kaivan.” Grisel tersenyum miring.Bagaimanapun caranya, dia tidak akan pernah membiarkan Eve dan Kaivan bersama.Damian masih mengejar Eve, sampai akhirnya bisa mengimbangi langkah Eve.“Eve, dengarkan aku,” kata Damian.Namun, Eve tidak berhent
Eve melihat Bram dan Alana menunggu jawabannya. Dia gelagapan dan panik, lalu terpaksa menjawab, “Bukan siapa-siapa.”Bram dan Alana mau percaya, tapi mereka mendengar Kai kembali bicara.“Itu, Paman yang punya pelucahaan. Yang katanya Mami pernah kerja di caca,” celetuk Kai.Eve menelan ludah, kenapa Kai bisa tahu banyak seperti itu.“Bos lamamu?” tanya Bram menebak sambil menatap Eve.Eve tersenyum canggung sambil mengangguk.“Oh, bos kamu. Kok bisa kebetulan sama-sama alergi kacang, ya. Padahal kamu juga tidak ada alergi, kakakmu juga,” ujar Alana keheranan.“Ya, mungkin karena daya tahan tubuh mereka memang sama-sama kurang bagus menyerap protein, jadi alergi kacang,” balas Eve seadanya dengan ekspresi wajah masih panik.Bram dan Alana percaya. Kai juga sibuk makan dan tidak bicara lagi sehingga Eve agak lega.“Oh ya, kalian asal makan makanan ini, sebenarnya ini dari siapa?” tanya Eve masih penasaran.“Entah,” jawab Alana, “tapi tadi kurirnya bilang kalau makanan ini untuk Kai,” i
Hari berikutnya. Bram sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Eve menenteng tas berisi pakaian milik Bram, lalu mereka berjalan menuju pintu keluar lobi rumah sakit. Saat sampai di depan, Eve terkejut saat melihat Kaivan baru saja turun dari mobil yang berhenti di depan lobi.“Paman Kaivan!” panggil Kai sangat senang.Bram dan Alana bingung, mendengar nama yang Kai sebutkan, mereka akhirnya tahu seperti apa mantan atasan Eve dulu.Kaivan mendekat pada Kai lalu menggendongnya tanpa penolakan, membuat Kaivan senang karena Kai mudah didekati.Eve sangat terkejut, kenapa putranya sangat menurut pada Kaivan. Eve panik dan bingung.Kaivan mengangguk sopan pada Bram dan Alana, lalu menatap Eve yang memalingkan muka dari Kaivan.“Kalian mau pulang?” tanya Kaivan.“Iya,” jawab Kai masih berada di gendongan Kaivan.Kaivan menatap Eve yang masih tak menatapnya, lalu berkata, “Mau aku antar?”Eve terkejut. Dia akhirnya menatap Kaivan yang sudah memandangnya. Dia mau membalas tapi Bram bicar
“Paman tahu, Kai akan tinggal di cini cama Paman dan Bibi. Kai nggak akan pulang ke rumah Kai,” celoteh Kai saat Kaivan duduk bersama dia dan yang lain.Kaivan tersenyum menanggapi ucapan Kai.“Paman, apa Kai boleh main ke perucahaan lagi?” tanya Kai begitu antusias.Saat Kai bertanya, Eve baru saja masuk dan mendengar pertanyaan putranya itu. Secara spontan Eve membalas, “Kai tidak boleh ke sana. Perusahaan tempat orang kerja, bukan main.”Kai langsung memanyunkan bibir sambil melipat kedua tangan di depan dada, merajuk karena larangan dari sang mami.Kaivan melirik Eve yang ternyata sedang menatapnya juga sehingga keduanya beradu pandang, tapi setelahnya Eve langsung memalingkan muka dari Kaivan.“Eve, buatkan minum buat atasanmu, ya,” kata Alana. Bagaimanapun Kaivan sudah sangat baik mau mengantar mereka, sehingga mereka juga harus bersikap baik pada Kaivan.Eve terkejut mendengar perintah Alana. Jika dibuatkan minum, Kaivan pasti akan lama di sana. Namun, dia juga tidak bisa menge
Eve terkejut mendengar ancaman Kaivan. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pria itu. Jika yang dipermasalahkan adalah keberadaan Kai, bukankah seharusnya Kaivan bersyukur Eve tidak menuntut atau meminta pertanggungjawaban? Dengan begitu nama baik Kaivan juga terselamatkan.“Sebenarnya apa yang Anda inginkan?” tanya Eve.“Aku hanya ingin bicara dan menjelaskan semuanya,” jawab Kaivan dengan sikap tenang.Eve menghela napas pelan, lalu menatap pada Kaivan yang memperhatikannya.“Saya merasa tidak ada yang perlu diluruskan. Saya sudah menanggung semuanya sendiri, jadi Anda tidak perlu menjelaskan,” ujar Eve. Dia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan pria di depannya ini.“Ternyata benar Kai anakku dan kamu sudah mengakui kalau malam itu kita tidur--” Belum juga kalimat Kaivan selesai diucapkan, tiba-tiba mulutnya dibungkam oleh Eve.Kaivan terkejut, dia menatap pada Eve yang tampak panik.Mereka saling tatap dengan posisi tangan Eve yang masih menutup mulut Kaivan. Bukankah sudah j
Kaivan duduk di kafe yang tadi disebutkan saat bicara dengan Eve. Dia mengetukkan telunjuk di meja, sesekali menengok pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan, ini sudah setengah jam tapi Kaivan belum melihat tanda-tanda Eve datang.“Sepertinya dia berpikir kalau aku hanya main-main,” gumam Kaivan.Kaivan hendak berdiri tapi gerakannya terhenti ketika melihat siapa yang baru saja masuk kafe. Akhirnya yang ditunggu Kaivan tiba. Eve datang ke sana.Eve baru saja masuk kafe. Dia mengedarkan pandangan, sampai akhirnya melihat Kaivan yang duduk di salah satu meja di sana.Eve menghampiri Kaivan, ekspresi wajahnya begitu datar. Jika bukan karena ancaman Kaivan, Eve tidak akan pernah mau berurusan lagi dengan pria itu.Kaivan menatap Eve yang baru saja duduk. Dia tak langsung bicara, menunggu sampai Eve yang memulai.“Apa yang ingin Anda bahas?” tanya Eve. Dia ingin pembicaraan itu segera selesai agar bisa mengakhiri semua.“Pengakuanmu,” jawab Kaivan.Eve berusaha sabar. Dia sampai m
Eve berada di salah satu kamar yang terdapat di hotel tempat pesta pernikahan diadakan. Dia datang lebih awal karena harus dirias oleh MUA yang sudah ditunjuk oleh Kaivan.Alana menemani Eve di kamar. Dia terus memperhatikan Eve yang sedang dirias sampai akhirnya siap.“Kamu sangat cantik,” puji Alana seraya menghampiri Eve yang baru saja selesai dirias.Eve menatap Alana dari pantulan cermin. Dia tersenyum malu karena mendapat pujian dari kakak iparnya itu.Alana menatap cukup lama pada Eve, lalu mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang dibawanya.Eve memperhatikan. Tidak tahu apa yang akan diberikan oleh kakak iparnya itu.“Kakakmu dan aku sepakat memberikan ini sebagai hadiah pernikahanmu, memang tidak mewah dan mahal, tapi kami berharap ini cukup berkesan untukmu,” ujar Alana memberikan kalung dengan liontin berinisial E.Eve sangat terkejut. Dia sampai menggeleng kepala pelan karena tak bisa menerima hadiah itu. Dia tahu kondisi ekonomi kakak dan kakak iparnya sedang susah, tapi
Hari pernikahan Eve dan Kaivan tiba. Malam sebelum acara pernikahan, Eve berada di kamar sedang istirahat setelah makan malam.“Eve, boleh aku masuk?” tanya Alana setelah sebelumnya mengetuk pintu.“Masuklah, Kak.”Alana membuka pintu kamar Eve. Dia melihat adik iparnya itu sedang duduk memegang ponsel.“Ada apa, Kak?” tanya Eve sambil menggeser posisi duduknya di ranjang untuk memberi tempat agar Alana bisa duduk.Alana duduk di dekat Eve. Dia menatap pada adik iparnya itu.“Besok kamu akan menikah. Aku dan kakakmu selama ini menyadari, belum pernah memberikan yang terbaik, terutama aku yang sering sekali bersikap tak baik karena rasa iri padamu. Tapi, semua sudah berlalu. Aku tidak bisa memberi apa pun selain mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu,” ucap Alana sambil menggenggam erat telapak tangan Eve.Bola mata Eve berkaca-kaca. Dia mengulum bibir untuk menahan tangisnya.“Tidak memberi apa-apa bagaimana, Kak? Aku bisa kuliah dan tumbuh juga karena usaha kalian. Ya, meski Kak
Siang itu Eve pergi ke perusahaan Kaivan. Dia mengantar makanan karena Kaivan berkata jika sangat sibuk.“Kamu masih sibuk?” tanya Eve saat masuk ruangan Kaivan.Kaivan menatap pada Eve. Melihat calon istrinya itu datang, Kaivan langsung menutup tirai dinding kaca agar para staff tak melihat apa yang dilakukannya.“Kenapa tirainya ditutup?” tanya Eve keheranan.Kaivan mendekat pada Eve, lalu mengecup pipi wanita itu.“Biar mereka tidak melihat ini,” jawab Kaivan.Eve terkejut sampai memukul lengan Kaivan karena gemas.Eve mengajak Kaivan duduk. Dia membuka pembungkus makanan agar Kaivan bisa segera menyantap makan siang.“Aku sebenarnya masih harus memilah berkas, sepertinya tidak bisa makan siang dulu,” kata Kaivan.Eve menatap pada Kaivan, lalu membalas, “Kamu tetap harus makan meski sedang sibuk. Kamu memilah berkas, biar aku yang menyuapi.”Senyum mengembang di wajah Kaivan saat mendengar ide Eve. Dia mengajak Eve ke meja kerja, memosisikan kursi lain di samping kursi kerjanya agar
Eve dan Kaivan masih duduk berdua di samping rumah setelah semua orang pulang. Kaivan menggenggam erat telapak tangan Eve seperti tak berniat melepas.“Kamu dan Damian benar-benar sudah berbaikan?” tanya Eve memastikan.“Ya, anggap saja begitu. Tapi aku akan tetap memantaunya, meski bisa dibilang kalau dia sudah berumur, tapi Damian itu masih labil.”Eve terkekeh pelan mendengar ucapan Kaivan.“Kenapa malah tertawa?” tanya Kaivan dengan dahi berkerut halus.“Ya, labil sepertimu tampaknya,” balas Eve sambil melirik Kaivan.“Siapa bilang aku labil?” Kaivan tidak terima Eve mengatainya seperti itu.Eve menahan tawa. Dia menggeser posisi hingga menatap pada Kaivan lalu menjelaskan, “Jika kamu tidak labil, kamu pasti akan segera menikahi Grisel waktu itu.”Kaivan terkesiap, lalu mengelak, “Itu bukan labil, tapi hanya belum yakin.”“Aku memang berjanji akan menikahi, tapi itu untuk wanita yang aku tiduri. Dan saat Grisel mengakuinya, entah kenapa ada yang janggal, karena itu aku tidak seger
Malam itu. Kaivan dan yang lain makan malam bersama di rumah Maria. Ada Bram dan Alana juga yang diundang ke rumah.“Kalian jangan sungkan, ya. Makan saja apa yang kalian suka, kalau mau memilih menu lain yang tidak ada di meja, bilang saja. Tidak usah malu-malu, anggap rumah sendiri,” ucap Maria pada Bram dan Alana.Bram dan Alana mengangguk. Mereka benar-benar canggung diajak makan malam di rumah Maria.Saat mereka sedang makan malam, pelayan datang menemui Maria.“Itu, Bu. Pak Damian dan Mbak Dania datang,” kata pelayan.“Oh, suruh masuk saja. Aku yang mengundang mereka untuk makan malam bersama,” balas Maria.Pelayan itu mengangguk lalu segera pergi ke depan untuk mempersilakan Damian dan Dania masuk.Eve menoleh pada Kaivan. Dia melihat pria itu memasang wajah datar dan tak senang. Eve memilih diam dan tak berkomentar sama sekali.Damian dan Dania masuk. Dania langsung menyapa Maria dan yang lain, sedangkan Damian menatap pada Kaivan yang tak memandang ke arahnya sama sekali.“Ay
Bram buru-buru turun dari mobil saat sampai di rumah Kaivan. Dia dijemput sopir Kaivan karena sangat mencemaskan Eve ketika tadi menghubungi.“Bagaimana keadaanmu? Kenapa kamu tidak segera menghubungiku?” tanya Bram langsung mengecek apakah Eve terluka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Kak. Kak Bram tidak perlu mencemaskanku seperti ini,” ucap Eve mencoba menenangkan.Bram menatap sendu, lalu menghela napas pelan.Eve mengajak Bram duduk lebih dulu, kemudian menceritakan yang terjadi dan kondisi Grisel saat ini.Bram menghela napas kasar, baru kemudian berkomentar.“Dia punya pilihan agar hidupnya lebih baik, tapi dia malah memilih cara yang salah dan memaksakan sesuatu yang seharusnya tak dia miliki,” ujar Bram, “ya sudahlah, terpenting kamu baik-baik saja.”Bram menatap Eve penuh kelegaan.Eve mengangguk-angguk sambil memulas senyum agar Bram lega.**Setelah Eve merasa lebih baik, dia dan Kaivan pergi mengunjungi Grisel ke rumah sakit untuk melihat perkembangan dan laporan medis dar
Eve mengajak Kaivan menemui ibu Grisel. Bagaimanapun mereka harus memberitahu kondisi Grisel pada wanita itu. Eve sendiri juga tidak bisa merasa tenang begitu saja karena secara langsung atau tidak, Eve juga memperburuk depresi Grisel.“Pak.” Wanita tua itu langsung sedikit membungkuk saat melihat Kaivan di belakang dan menemuinya.Eve langsung merangkul pundak wanita tua itu, kemudian berkata, “Bibi ada yang mau aku bicarakan.”Wanita itu terkejut, bahkan terlihat takut.“Apa saya membuat kesalahan?” tanya wanita tua itu.“Tidak, Bi. Bibi tidak berbuat salah, hanya saja ada yang memang harus kami bicarakan dengan Bibi,” ucap Eve mencoba tenang meski takut dengan reaksi ibu Grisel.“Duduklah, Bi.” Kaivan bicara dengan tegas agar wanita itu tidak kebingungan.Eve mengajak ibu Grisel duduk, begitu juga dengan Eve dan Kaivan yang duduk berhadapan dengan wanita itu.Wanita itu terlihat gemetar, bahkan jemarinya saling meremas sambil menatap pada Eve dan Kaivan secara bergantian.Eve ingin
Kaivan pergi ke rumah sakit setelah Eve agak tenang. Dia juga sudah berpesan pada Maria untuk menjaga Eve.Sesampainya di rumah sakit, Kaivan menemui Hendry yang ada di depan ruang inap bersama pengacara yang ditunjuk untuk menangani kasus itu, hanya berjaga-jaga jika Grisel tiba-tiba menuntut Eve.“Bagaimana?” tanya Kaivan begitu sudah berada di hadapan Hendry dan pengacara.Hendry dan pengacara itu menatap aneh pada Kaivan, membuat Kaivan mengerutkan alis.“Ada apa? Grisel ingin menuntut Eve, atau dia membuat onar lagi?” tanya Kaivan menaruh curiga.“Bukan,” jawab Hendry sambil menggeleng.“Lalu?” tanya Kaivan dengan satu sudut alis tertarik ke atas.“Lebih baik Anda lihat sendiri, dokter juga ada di dalam,” kata Hendry.Kaivan tentunya semakin penasaran, ada apa sebenarnya sampai Hendry tak menjelaskan langsung padanya. Dia akhirnya masuk ke ruang inap, lalu melihat sendiri apa yang terjadi pada Grisel.Dokter masih mengecek kondisi Grisel bersama dua perawat, bahkan kini Grisel ha
Eve dan Kaivan masih menunggu sampai Grisel selesai CT-Scan, saat itu Hendry datang setelah mengecek kamera Cctv di apartemen.“Bagaimana?” tanya Kaivan.“Saya mendapat salinannya, Pak. Sebentar saya kirim ke Anda,” kata Hendry.Hendry mengirimkan video rekaman Cctv ke ponsel Kaivan, lalu menjelaskan, “Semua murni karena kesalahan Grisel yang menyerang Eve dulu, Pak. Bahkan jatuhnya Grisel sebenarnya tidak sepenuhnya salah Eve karena seperti yang terlihat di rekaman itu, kaki Grisel tersandung kakinya sendiri yang membuatnya jatuh ke belakang dan kepalanya langsung menghantam cermin.”Eve dan Kaivan mengamati rekaman itu, ternyata benar jika kejadian yang menimpa Grisel sepenuhnya bukan salah Eve.“Tapi tetap saja, dia terluka karena aku mendorongnya lebih dulu,” ucap Eve tetap cemas. Dia bisa terlibat dengan hukum karena masalah ini.Kaivan menggenggam erat tangan Eve, lalu berkata, “Kamu tenang saja. Biar pengacaraku yang mengurus semuanya. Ada bukti yang kita pegang juga ada saksi,