Saat sore hari. Kaivan bersiap pulang dan kini sudah berada di lift. Ketika pintu lift terbuka di salah satu lantai, tampak Grisel yang sudah siap masuk.Grisel langsung tersenyum ketika melihat Kaivan. Dia pun masuk lift sambil terus memulas senyum.Kaivan melihat Grisel, tapi kali ini tatapan Kaivan berubah dan sangat berbeda pada Grisel, tidak seperti sebelumnya.“Apa malam ini kamu ada acara?” tanya Grisel saat berada di lift bersama Kaivan.“Tidak,” jawab Kaivan datar.“Mau makan malam denganku?” tanya Grisel lagi.“Tidak,” tolak Kaivan tegas.Grisel terlihat kecewa mendengar penolakan Kaivan. Pria itu memang seperti menjaga jarak darinya.Saat pintu lift terbuka di lobi, Kaivan mengabaikan Grisel dan keluar tanpa mengajak wanita itu. Namun, Kaivan tiba-tiba menghentikan langkah lalu menoleh pada Grisel.“Ibu sedang dirawat di rumah sakit, apa besok malam kamu mau makan malam di rumahku?” tanya Kaivan dengan tatapan tak biasa.Grisel terkejut. Dia langsung mengembangkan senyum.“
Keesokan harinya. Eve pergi ke rumah sakit setelah menitipkan Kai pada Dania.Saat berjalan di koridor rumah sakit menuju ruangan Bram, Eve melihat seorang wanita sedang kesusahan mendorong tiang infus.Eve mendekat, lalu dengan senyum menawari. “Biar saya bantu, Bi.”Saat wanita itu menoleh, Eve terkejut melihat wanita yang hendak dibantunya ternyata Maria.“Eve?” Maria terkejut tapi juga senang melihat wanita itu di sana.Eve tampak gugup, tapi Maria langsung memeluknya hingga membuat Eve tak berkutik.“Senangnya bertemu kamu lagi,” ucap Maria.Eve hanya diam. Dia juga tidak mungkin bersikap kasar dengan melepas pelukan Maria.Setelahnya, Eve mengantar Maria ke ruang inap karena kesusahan berjalan membawa tiang infus.Saat sampai di ruang inap. Maria tidak mengizinkan Eve langsung pergi sampai-sampai menggenggam erat telapak tangan Eve.“Bagaimana kabarmu, hm? Ke mana saja kamu selama ini, setelah Kaivan berkata kalau kamu berhenti bekerja, sejak itu bibi tidak pernah bertemu dengan
Kaivan duduk di mobil yang dikemudikan sopirnya. Saat mobil itu akan memasuki gerbang perusahaan, tiba-tiba saja mobil itu berhenti secara mendadak hingga membuat Kaivan terkejut.“Ada apa?” tanya Kaivan.“Itu, Pak. Ada anak kecil yang berjalan menghalangi jalan,” kata sopir agak panik karena hampir menabrak.Kaivan menengok ke luar jendela, lalu melihat Kai terduduk di jalan sambil mengusap pantat.“Sedang apa dia di sana?” Kaivan keheranan, kenapa Kai dibiarkan berkeliaran di jalanan sendirian. Dia merasa kalau Eve sangat tidak bertanggung jawab sama sekali sebagai ibu.Kaivan akhirnya turun dari mobil lalu menghampiri Kai yang baru saja berdiri. Dia memperhatikan bocah laki-laki yang menggendong tas punggung kecil.“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu berkeliaran di jalan?” tanya Kaivan sambil menatap datar pada Kai.Kai terkejut lalu memandang Kaivan yang berdiri di dekatnya. Dia pun menjawab, “Kai nggak mau omong cama Paman Galak!”Kai memalingkan muka sambil melipat kedua
Dania ada di meja kerjanya sedang mengecek berkas saat ponselnya berdering.“Halo.” Dania menjawab tanpa melihat siapa yang menghubungi.“Halo, Bu. Maaf, Kai hilang. Dia tidak ada di sini.”Dania melotot mendengar ucapan pengurus penitipan.“Bagaimana bisa hilang?” tanya Dania begitu syok. Bisa-bisa Eve marah padanya jika terjadi sesuatu dengan Kai.“Kai keluar dari gerbang saat kami sedang mengawasi anak lain. Dia pergi sendirian,” jawab pengurus dari seberang panggilan, “kami sedang berusaha mencarinya.”Dania kebingungan dan panik. Dia mengakhiri panggilan karena ingin ikut mencari, tapi sebelum itu Dania mendapat panggilan dari Hendry.“Halo.” Suara Dania terdengar cemas.“Kamu diminta ke ruangan Pak Kaivan,” kata Hendry dari seberang panggilan.“Harus sekarang? Apa bisa nanti saja? Aku ada urusan penting sekarang,” balas Dania mencoba nego.“Harus sekarang. Ada Kai di ruangan Pak Kaivan,” ujar Hendry.Dania terdiam. Kai di ruangan Kaivan? Bagaimana bisa?”“Kenapa Kai bersama Pak K
Kaivan masih fokus dengan pekerjaan di meja. Dia melirik Kai yang anteng di sofa. Kaivan kagum, anak sekecil itu seharusnya aktif dan banyak tingkah, tapi tidak dengan Kai. Kaivan hanya sekali meminta Kai menggambar atau melakukan sesuatu dengan tenang dan anak kecil itu melakukannya.Kaivan menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Dia melihat sudah waktunya jam makan siang.Kaivan menghampiri Kai, lalu bertanya, “Kamu mau makan apa? Akan kupesankan.”“Apa aja boleh,” jawab Kai lalu mengalihkan fokus pandangannya pada pria tinggi berahang tegas yang berdiri di dekatnya itu.“Kata Mami, Kai nggak boleh pilih-pilih makanan, tapi jangan yang ada kacangnya juga,” ujar Kai menjelaskan.Kaivan mengerutkan alis.“Kenapa tidak boleh makan kacang?” tanya Kaivan penasaran.Kai bicara sambil mewarnai. “Kai alergi cama kacang, campe macuk rumah cakit, itu ga enak. Badan Kai, gatel. Teyus maca Kai dicuruh muntah-muntah.”Kaivan terkejut, kenapa bisa sama dengannya?Kaivan tidak ban
Kaivan merasa ada sesuatu yang mengganjal. Setelah makan siang dan melakukan pembicaraan dengan Kai, Kaivan terus memikirkan siapa Kai sebenarnya. Rasanya aneh, meski Kaivan berusaha tidak peduli, kenapa dia penasaran? Apa karena Kai anak Eve, entah kenapa segala tentang Eve selalu menarik baginya?Kaivan menatap Kai yang kekenyangan dan sekarang sedang tidur. Dia membuka laci di meja kerjanya, lalu mengambil bros yang masih disimpannya selama tiga tahun ini. Kaivan kembali melihat 4 angka di belakang bros, dia masih penasaran arti 4 angka itu, meski Grisel sudah menjawabnya.Kaivan menekan tombol di pesawat telepon, meminta agar Hendry masuk ruang kerjanya.“Ya, Pak.” Hendry langsung menghadap pada Kaivan.“Aku ingin kamu menyelidiki sesuatu,” perintah Kaivan sambil menggenggam bros yang ada di tangan.“Siap, Pak.”**Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Hari sudah sore dan Dania pun datang ke ruangan Kaivan untuk menjemput Kai.“Bibi Cantik. Bentar, Kai ciap-ciap.” Kai terlihat s
Kaivan memperhatikan ekspresi wajah Grisel yang gelagapan panik. Dia terus menatap dan meyakini jika kecurigaannya benar.Kaivan mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat dia mengantar Grisel pulang ke apartemen. Dia merasa aneh dengan sikap Grisel saat ada wanita yang menemui Grisel waktu itu, apalagi Grisel menarik kasar, sampai membuat Kaivan bertanya-tanya meski dia tidak mau peduli.Kaivan tidak langsung pulang. Dia menunggu, hingga melihat wanita tua yang menemui Grisel berjalan sambil menangis. Berniat menghentikan wanita itu, Kaivan malah hampir menabraknya.“Anda baik-baik saja?” tanya Kaivan ketika turun dari mobil.Wanita itu malah menangis sejadi-jadinya.Kaivan semakin penasaran, siapa wanita itu dan kenapa menangis seperti ini.“Kenapa Anda tidak menabrak saya saja, biarkan saja mati saja!” Ibu Grisel menangis sejadi-jadinya.Kaivan melihat beberapa orang memperhatikannya, lalu dia berkata, “Jika Bibi ada masalah, bisa ceritakan kepadaku. Bagaimana kalau masuk mobil du
Kaivan merasakan ketegangan di wajah Grisel. Dia bersikap tenang meski Grisel memperlihatkan sikap gelisah.“Aku ke kamar mandi sebentar,” ucap Kaivan lalu mengusap mulut dengan serbet.Kaivan berdiri, lalu meninggalkan meja makan.Grisel tersenyum membalas ucapan Kaivan, tapi setelahnya senyum itu menguar dan tatapan matanya tertuju pada sang ibu yang berdiri di dekat kursi Kaivan.Grisel berdiri, lantas dengan cepat menghampiri wanita tua itu.“Kenapa Ibu bisa di sini?” tanya Grisel sambil menekan suaranya yang ingin sekali meledak. Sorot matanya tajam, memperlihatkan rasa tak senang.Ibu Grisel diam. Memilih mengabaikan putrinya yang emosi.“Jawab, Bu!” geram Grisel sambil mencengkram kedua lengan sang ibu.Wanita tua itu akhirnya menatap pada Grisel.“Ibu jangan macam-macam! Jangan menghancurkan masa depanku!” Grisel bicara dengan penekanan. Dia tak berpikir jika sikapnya sekarang ini benar-benar sudah menyakiti hati ibunya.“Ibu di sini hanya kerja, kenapa kamu harus semarah itu
Semua staff di sana sangat terkejut. Itu benar-benar berita yang sangat menghebohkan.Grisel syok, tapi tentunya tidak percaya begitu saja. “Kamu pasti hanya mengaku-ngaku. Kaivan tidak punya saudara,” bantah Grisel.Dania tersenyum miring, lalu membalas, “Siapa yang bilang saudara kandung? Aku bilang sepupu. Kamu bahkan tidak tahu Damian punya adik, kan?”Grisel gelagapan panik.Dania mendekat pada Grisel, lalu mencondongkan wajah di dekat telinga Grisel dan berbisik, “Aku tahu kamu tidur dengan kakakku untuk merebutnya dari Eve. Dan aku tahu, kamu mengaku sebagai Eve agar bisa mendapatkan Kaivan. Lalu kamu masih mengelak? Sadar diri, Kaivan tidak akan pernah mau dengan wanita berbisa sepertimu.”Grisel membeku mendengar ucapan Dania. Tidak ada yang tahu soal dirinya tidur dengan Damian selain Eve, tapi siapa sangka Dania benar-benar tahu.Dania tersenyum miring, lalu berjalan menjauh dari Grisel. Dia memandang ketiga staff yang tadi terkena marah, lalu dengan enteng berkata, “Kalau
“Apa kalian sudah dengar? Katanya Bu Grisel tidak jadi menikah dengan Pak Kaivan.”“Aku dengar, katanya Bu Grisel selama ini membohongi Pak Kaivan.”“Bohongi apa?”Beberapa staff yang sedang menunggu lift terbuka, asyik bergosip soal Grisel dan Kaivan.Berita Grisel akan menikah dengan Kaivan cukup menghebohkan perusahaan waktu itu, lalu lambat-laun berita itu meredup dan banyak yang mempertanyakan apakah Kaivan benar akan menikah dengan Grisel atau tidak karena tidak ada tanda-tanda pernikahan itu akan terjadi.Sekarang terbukti, tiba-tiba saja berembus berita jika hubungan Kaivan dan Grisel berakhir.Saat para staff itu asyik bergosip, sampai tidak sadar kalau Grisel ada di belakang mereka.“Apa kalian digaji hanya untuk bergosip, hah?!” Grisel membentak ketiga staff yang berani bergunjing.Ketiga staff itu sangat terkejut. Mereka panik saat melihat Grisel ada di sana, seketika ketiganya langsung menunduk panik.“Apa pekerjaan kalian sudah benar sampai sibuk menggosipkan atasan kali
“Saya bisa mengurus semuanya sendiri. Anda tidak seharusnya ikut campur dalam hidup saja,” ucap Eve yang terpaksa pergi bersama Kaivan agar Alana dan Bram tidak curiga.Kai ditinggal bersama Alana karena Eve ikut Kaivan untuk bertemu pekerja yang akan merenovasi tempat yang disewa Eve.Kaivan tiba-tiba menepikan mobil, membuat Eve terkejut lalu menoleh pada Kaivan.“Kenapa Anda berhenti?” tanya Eve. Dia juga mengecek pintu yang dikunci otomatis.“Sepertinya aku harus mengingatkanmu berulang kali kalau Kai anakku dan aku berhak atas dirinya. Jika kamu tidak suka aku datang ke tempatmu atau membantumu demi masa depan Kai, maka biarkan Kai bersamaku, karena aku yakin masa depannya lebih terjamin daripada denganmu.”Eve terkejut mendengar ucapan Kaivan.“Apa Anda pikir bisa melakukan segalanya karena Anda kaya? Perlu Anda catat, selama ini kehidupan kami baik-baik saja. Kai sehat dan semua kebutuhannya tercukupi, jadi Anda tidak usah bersikap seolah Anda bisa segalanya dan meremehkanku se
Keesokan harinya. Eve baru saja bangun setelah semalam begadang membuat anggaran belanja untuk merenovasi tempat yang akan disewanya, serta membuat perincian barang juga bahan untuk modal usaha.Eve sudah tidak melihat Kai di ranjang, itu artinya Kai sudah bangun dan mungkin ada di ruang tamu sedang bermain.Eve menguap, lalu turun dari ranjang dan keluar kamar masih memakai piyama dengan celana pendek.“Pagi Mami.” Kai langsung menyapa meski tak menatap sang mami.“Pagi,” balas Eve, “Bibi lagi masak, ya?” tanya Eve.“Iya, soalnya Mami bangun kesiangan,” jawab Kai.Eve berjalan ke dapur untuk membantu Alana memasak. Dia tidak enak hati karena bangun kesiangan dan membiarkan Alana yang menyiapkan sarapan sendirian.“Pagi, Kak. Maaf aku kesiangan,” ucap Eve sambil mengikat rambutnya.Alana menoleh, lalu tersenyum. Tentu saja sikap Alana yang sekarang, sangat berbeda dengan dulu ketika masih membenci Eve.“Tidak apa-apa. Aku juga masuk siang, kemungkinan pulang malam. Sore nanti jangan l
“Aku? Kamu? Apa kamu tidak punya sopan santun sampai bicara non formal pada atasanmu?” Kaivan bicara sambil menatap dingin pada Grisel.Hendry langsung melipat bibir, menahan tawa karena Kaivan benar-benar mengabaikan dan bersikap dingin pada Grisel.Grisel sangat terkejut, tapi dia berusaha untuk tenang.“Maaf, apa saya bisa bicara dengan Anda?” tanya Grisel mengubah cara bicaranya.Grisel mengumpat dalam hati. Dia sudah terbiasa bicara non formal, tapi begitu Kaivan mengakhiri hubungan mereka, pria itu langsung menegurnya.“Jika mau ada yang dikatakan, katakan di sini!” Kaivan bicara tegas. Dia tidak mau jika sampai ada kesalahpahaman kalau bicara berdua dengan Grisel.Grisel terkejut. Dia kesal karena Kaivan semakin susah diajak bicara.“Saya ingin membahas hubungan kita, apa baik jika dibicarakan di depan orang lain?” tanya Grisel sambil melirik pada Hendry.Kaivan tahu ke mana arah lirikan Grisel, dia membalas, “Kenapa tidak? Hendry orang kepercayaanku, apa pun yang menjadi masal
Eve menghela napas kasar. Dia menatap Kaivan yang sedang mengeluarkan barang dari bagasi, terlihat Kai yang begitu antusias menunggu Kaivan.“Kalau Kai menginginkan yang lain lagi, katakan padaku. Oke.” Kaivan memberikan kantong berisi mainan dan pakaian yang dibelinya untuk Kai.“Oke.” Kai terlihat sangat senang.Eve masih diam melihat putranya kesusahan membawa barang-barang itu.“Mami, ini berat,” kata Kai susah payah membawa kantong yang diberikan Kaivan.Eve dengan terpaksa menerima. Dia lalu memandang Kaivan yang mendekat sambil membawa kantong lain.“Ini suplemen untuk kakakmu. Ibuku juga meminum ini untuk menjaga kondisi tubuhnya,” ujar Kaivan sambil mengulurkan kantong yang dibawanya ke Eve.Eve menerima, lalu membalas, “Sebaiknya Anda tidak perlu membelikan apa pun lagi untuk kami.”Kaivan tersenyum tipis, lalu membalas, “Aku ayahnya, aku berhak melakukannya.”Kaivan bicara dengan lirih agar Kai tidak mendengar. Dia yakin Eve belum mau jujur pada Kai, kalau Kaivan adalah aya
Kaivan menemani Eve menemui pemilik tempat yang akan disewa. Dia duduk diam sambil mendengarkan perbincangan Eve dan pria itu.“Jika sewa sekaligus beberapa tahun, apa bisa dapat potongan?” tanya Eve setelah mendengar harga sewanya.Eve berpikir. Jika hanya sewa satu atau dua tahun, maka dia akan rugi renovasi dan lain-lainnya, sedangkan jika ingin mengambil jangka lama, Eve takut dananya tidak cukup untuk yang lainnya dan akan habis untuk sewa tempat saja.Pemilik toko melirik Kaivan, melihat pria itu menyesap kopi sambil mengedipkan mata.Eve menyadari ke mana arah tatapan pria itu. Dia menoleh Kaivan dan melihat mantan atasannya itu sedang minum.“Jika memang kamu mau ambil lima atau di atas lima tahun, akan aku beri potongan harga,” kata pemilik toko itu.Eve senang lalu sepakat mengambil tempat itu. Setelah deal dan akan disiapkan surat kontraknya, pemilik toko itu pamit undur diri.Kaivan masih santai minum kopinya saat Eve menatap curiga padanya.“Kenapa saya merasa kalau pria
“Kamu ingin mencari tempat yang seperti apa?” tanya Kaivan sambil mengemudikan mobil.Eve tidak menjawab, dia mengamati jalanan yang ada dilewati. Dia terlalu malas dan tidak punya energi untuk bicara dengan pria di sampingnya saat ini.Kai mengamati sang mami yang tidak mau menjawab pertanyaan Kaivan. Dia sampai menatap bergantian dua orang dewasa yang duduk di depannya itu.“Mami, Paman Kaivan tanya, Mami haruc jawab. Mami bilang, kalau ada yang tanya haruc copan jawab,” celoteh Kai mengingat nasihat sang mami.Eve terkejut sampai menoleh Kai. Dia melihat Kai menatap heran padanya. Eve melirik pada Kaivan yang sedang menyetir, akhirnya mau tidak mau dia harus merespon perkataan Kaivan.“Yang jelas lingkungannya ramai, jika perlu yang memiliki halaman parkir luas agar pelanggan nyaman saat makan di kafe karena ada tempat parkir yang tidak mengganggu pengguna jalan,” ujar Eve menjelaskan.Kaivan mengangguk-angguk.Eve tidak paham arti anggukan kepala itu. Dia memilih diam mengamati ja
Eve sangat terkejut melihat siapa yang sekarang berdiri di hadapannya. Kenapa pria ini harus mendatanginya lagi.“Kalian mau ke mana?” tanya Kaivan.Kaivan sengaja datang pagi-pagi untuk bisa menemui Eve. Dia akan memanfaatkan setiap waktu yang ada agar bisa mendekati Eve.“Bukan urusanmu,” balas Eve lirih karena tidak ingin Kai mendengarnya bicara ketus.Kaivan lalu melirik Kai. Jika Eve tak mau menjawab, Kai pasti akan jujur.“Kai mau ke mana?” tanya Kaivan.Eve melotot mendengar Kaivan bertanya pada Kai.“Mami bilang mau jalan-jalan cambil nyari tempat buat buka kafe ceperti milik Paman Brian,” jawab Kai dengan nada suaranya yang khas dan lucu.Eve menghela napas panjang. Dia memalingkan muka ketika Kaivan memandangnya.Kaivan tersenyum. Benar kata Hendry, dia harus menggunakan Kai untuk meluluhkan Eve.“Bagaimana kalau paman antar, pakai mobil?” tanya Kaivan pada Kai sambil mengulurkan tangan pada Kai.Kai sudah bersemangat ingin meraih tangan Kaivan, tapi dia menoleh sang mami unt