Mendengar ketukan itu, Ivy segera mendekati pintu dengan langkah cepat. Berusaha untuk tidak gegabah, Ivy perlahan membuka tirai yang menutupi jendelanya sedikit. Di pandangannya, samar-samar ia melihat beberapa pria berpakaian hitam.
‘apakah mereka orang-orang yang membuat Melviano terluka?’ batin Ivy. Jantung Ivy berdegup kencang, ia ragu ingin membukanya atau tidak. Namun suara ketukan itu makin cepat. Ia takut para tetangga terganggu dengan kedatangan orang-orang ini.
“M-maaf ada yang bisa saya bantu?” tanya Ivy sedikit gemetar. Pikirannya sedikit kalut karena ia harus mencari cara agar orang-orang itu tidak mengetahui keberadaan Melviano di rumahnya.
Salah satu dari mereka mulai berbicara dengan nada tegas. “kami ingin menjemput pria yang kau bawa kesini.”
Kembali mengingat kejadian sebelumnya, Ivy sangat yakin tidak ada yang melihatnya membawa Melviano. Kondisi jalan desa yang sepi ditambah gelap dan hujan deras.
“Pria? pria mana ya? Saya tidak membawa siapapun tadi, mungkin kalian salah lihat, hahaha..” ujar Ivy dengan suara keras dengan sedikit demi sedikit menutup pintunya.
Merasa dibohongi, salah satu dari mereka memberi isyarat untuk menerobos masuk. Tentu Ivy terdorong. Ia masih berusaha menghalangi setelahnya. Namun satu pria lainnya menahan pergerakan Ivy dengan menahan kedua tangannya di punggung, lalu ditekan dengan kuat ke dinding.
"Lepaskan! Tidak ada siapapun di dalam,” seru Ivy dengan suara lantang. Mengabaikan rasa sakit yang menjalar di tangannya, ia terus memberontak.
"Diam!-" bentak pria yang menahannya. Tak gentar, Ivy masih terus memberontak.
Sepersekian detik, Melviano datang. Ia kini sudah memakai kemeja putih, diikuti pria-pria yang menerobos masuk tadi. "Lepaskan dia!" seru Melviano.
"Tapi Tuan, gadis in-" belum sempat pria itu berbicara, Melviano mengeluarkan aura mencekam dan membuat pria itu ketakutan. "Maaf Tuan," lanjutnya lalu melepaskan Ivy.
Terlepas dari cengkraman pria tadi, Ivy langsung memijat pelan tangannya yang terasa sakit. "Yang kau hubungi tadi adalah mereka??" tanya Ivy.
"Ya-" Jawab Melviano singkat. "Kami harus pergi. Setelah ini jangan pernah buka pintu untuk siapapun, jika kau tak kenal suaranya," lanjutnya.
"O-oh oke."
Melviano dan orang-orang tadi mulai pergi meninggalkan rumah Ivy di tengah derasnya hujan yang belum juga reda. Namun ada salah satu dari mereka yang kembali mendekati Ivy dan berkata. "Jika terjadi sesuatu, hubungi nomor tadi yang dipakai Tuan untuk menghubungi kami."
"Baiklah-" jawab Ivy. "omong-omong kalian sebenarnya siapa?" Tanya Ivy dengan cepat sebelum orang itu pergi.
"Kau tak perlu tau siapa kami. Tolong rahasiakan pertemuan kita ini ya. Oh, aku Dave asisten pribadi Tuan Melviano. Terimakasih untuk kebaikanmu hari ini. Sampai jumpa!" Tanpa menunggu respon Ivy, pria bernama Dave itu pergi begitu saja.
Ivy sendiri hanya diam menatap kepergiannya lalu segera mengunci pintunya takut akan ada orang aneh lagi yang datang ke rumahnya. "Dasar orang-orang aneh," gumamnya.
Tubuhnya ia sandarkan di daun pintu, tubuhnya terasa lemas dan akhirnya ia bisa bernafas lega. Jantungnya yang sedari berdegup kencangpun kini kembali normal.
Selama ia hidup, baru kali ini ia melihat secara langsung kelompok dengan tubuh besar dan pakaian hitam seperti itu, "Hari ini aku sial banget sih..." gumamnya lagi. Matanya terpejam sejenak dengan posisi duduk yang masih sama.
Mengingat rumahnya yang masih berantakan, Ivy segera bangkit dan membersihkan semua barang yang berserakan dirumahnya. Tisu noda darah, P3K dan benda-benda lain yang entah disengaja atau tidak dijatuhkan saat mencari Melviano ke dalam tadi.
Setelah yang di depan beres, Ivy beralih ke kamar mandi berniat untuk mencuci pakaian kotornya. Diantara tumpukan itu terdapat satu kemeja yang asing, ia baru ingat kemeja Melviano masih ada di rumahnya.
“Hm bajunya sudah banyak bagian yang sobek, apa dia masih mau memakainya ya?” gumam Ivy ketika kondisi kemeja yang memiliki bagian yang robek.
Pandangan tiba-tiba pada bagian ujung kerahnya yang basah dan terdapat noda darah pekat disana. Entah mengapa Ivy merasa dibagian tersebut terdapat benda kecil dan tipis, terlebih lagi terdapat bekas sobekan di sela jahitannya.
Ketika ia mulai menyentuh dan meraba dibagian itu, benar saja ada benda lain yang agak keras namun kecil di dalam sana. terasa keras dan terdapat tekstur yang sedikit kasar. Cepat-cepat Ivy mengeluarkan benda tersebut, takutnya benda itu sangat penting bagi Melviano. Jika dibiarkan saja di rendam, kemungkinan besar benda tersebut bisa rusak di tangannya.
‘benda apa ini?’ batin Ivy ketika berhasil mengeluarkan benda kecil dan tipis dari dalam kerah.
.
Setelah keluar dari kediaman Ivy, Melviano, Dave dan orang-orang yang ikut menjemput sang pemimpin segera memasuki mobil dan kembali ke mansion mewah Melviano, Dave dan juga kelompoknya yang turut menjemput sang pemimpin di kediaman Ivy langsung bergegas pergi menuju mansion megah yang berada di pusat kota.
Sampai di Mansion pun Melviano masih bersikukuh untuk berjalan sendiri menuju kamarnya dengan keadaan luka dibagian perutnya yang mengeluarkan darah segar dan hanya ditutupi kasa dan kapas tipis. Dokter pribadi yang sudah menunggu pun langsung memeriksa seluruh keadaan .
“Keadaan tuan muda baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Memar dan luka bekas pelurunya juga sudah ditangani dengan tepat. Tapi kali ini ia harus istirahat dan kurangi aktivitas berat.” Jelas sang dokter pada Dave, sementara Melviano diberikan obat yang membantunya untuk tidur dan istirahat sementara.
“Baik Dok, akan ku usahakan membuat pria keras kepala itu beristirahat.” kata Dave melirik sebentar Melviano.
Dokter itu hanya tersenyum lalu memberikan lembaran kertas kecil pada Dave. “Obat luar dan dalam sudah kusiapkan di Meja, untuk step pemakaiannya ada di kertas ini. Pastikan saja Tuan Muda rutin mengobatinya setiap hari sesuai dengan instruksi yang ku tulis di dalam sini.”
Dave mengangguk paham dengan penjelasannya. “Terima kasih untuk hari ini Dok, mari saya antarkan ke depan.”
Usai mengantarkan kepergian dokter keluarga ini, Dave memasuki sebuah ruangan yang cukup besar. Disana terdapat pria tua yang tampak sudah menunggu kedatangan Dave. “Kau pasti tau mengapa kau ku panggil kemari bukan, Dave?”
Dengan sopan dan tenang Dave menjawab. “Tentu Tuan, saya sangat menyesali kelalaian saya kali ini yang membahayakan penerus Keluarga ini.”
“Dimana dia sekarang?”
“Sedang tidur Tuan, Dr. Han baru saja memberikan obat tidur pada Tuan muda agar ia bisa beristirahat.”
“Pelakunya sudah tertangkap?”
“Belum Tuan, masih dalam Investigasi. Saya pastikan malam ini kami akan menangkap orang yang berani menyerang, Tuan.”
"Baik, meski begitu kau harus tetap mendapatkan hukuman Dave." Kata pria itu dengan tangan yang mengisyaratkan sesuatu pada dua pria yang ternyata sudah berjaga di samping pintu sejak tadi tepat dibelakang Dave berdiri.
"Saya mengerti Tuan." sahutnya lagi.
To Be Continue..
Setelah menghadapi kejadian menegangkan semalam, Ivy tetap kembali menjalani kehidupannya seperti hari-hari lalu. Meskipun kini ia harus lebih waspada seperti yang disarankan oleh Dave semalam. Setiap paginya ia akan datang mengunjungi sang nenek yang tengah dalam perawatan rumah sakit karena komplikasi yang dideritanya. Tepat hari ini adalah waktu yang disepakati Ivy dan pihak administrasi untuk melunasi biaya rumah sakit. "Permisi, saya ingin membayar biaya administrasi nenek saya. Atas nama Dwiyati.""Baik Nona, mohon ditunggu sebentar ya. Kami akan melakukan pengecekkan terlebih dahulu.""Baik." Ivy segera duduk di bangku terdekat. Di tangannya kini sudah ada sebuah amplop berisikan uang yang sebagian besarnya tampak lusuh. Ia berusaha merapikannya agar tidak terlalu buruk ketika dipakai untuk membayar nanti. Tak menunggu lama, nama neneknya pun dipanggil. Petugas segera memberikan lembar kertas berisikan rincian rawat inap serta obat sang nenek. Ivy memperhatikan rincian di da
Di luar sangat menyeramkan, tapi aku sangat penasaran dengan pria tadi. Mengapa ia bisa mengetahui namaku? Padahal aku yakin kalau aku tidak mengenal siapa dia dan di baju yang kupakai pun tidak ada name tag ataupun tanda pengenal apapun. Ku harap dia bukan lah orang jahat. '- Setelah ini jangan pernah buka pintu untuk siapapun, jika kau tak kenal suaranya.' Mengingat peringatan dari pria asing yang ku obati kemarin, aku menjadi sedikit takut. Sebab dilihat dari penampilan serta luka yang di dapat Melviano bukan hanya aksi kekerasan atau pemukulan biasa. "Ivy! Apa yang kau lakukan disana?!" Dari pintu toko yang kini berjarak beberapa meter dengan posisiku saat ini, Bu Lia memanggil dengan suara tinggi. Teringat jika saat ini aku masih di jam kerja, bodoh sekali bagaimana bisa aku meninggalkan toko begitu saja. Aku langsung bergegas menghampirinya. "Maaf Bu karena tiba-tiba meninggalkan toko. Saya tidak akan mengulanginya lagi." "Iya iya. Masuk! Jangan sampai aku melihatmu tiba-tib
Prang. Suara pecahan kaca terdengar jelas memenuhi ruangan. Pelaku yang tak sengaja menjatuhkan gelas tersebut tampak panik menatap serpihan kaca yang berserakan di lantai.“IVY SUARA APA ITU?” Pertanyaan datang dari ruangan lain membuatnya ketakutan. Gadis yang dipanggil Ivy itu segera menaruh barang bawaan yang tadi ingin ia rapikan. Dengan tangan kosong ia mengumpulkan semua serpihan itu. "Ya ampun Ivy! itu gelas kesayangan saya, kenapa bisa jatuh?!" Ivy bangkit dari lantai ketika Boss nya berada di hadapannya. "Maaf Bu, maaf.. Ivy gak sengaja senggol gelasnya tadi. Maafkan kelalaian saya Bu," kata Ivy sesekali membungkukkan tubuhnya. "Maaf, maaf! Kamu ini masih mending ya saya terima kerja disini! Jangan seenaknya kamu!" seru Bu Lia lagi. Mendengar Bu Lia berkata seperti itu, Ivy semakin merasa tidak enak. "Maaf Bu, saya akan ganti gelas nya dengan gaji saya nanti." "Ah sudahlah! Kamu pulang saja!" "Bu, saya mohon Bu jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini," kata Ivy be
Di luar sangat menyeramkan, tapi aku sangat penasaran dengan pria tadi. Mengapa ia bisa mengetahui namaku? Padahal aku yakin kalau aku tidak mengenal siapa dia dan di baju yang kupakai pun tidak ada name tag ataupun tanda pengenal apapun. Ku harap dia bukan lah orang jahat. '- Setelah ini jangan pernah buka pintu untuk siapapun, jika kau tak kenal suaranya.' Mengingat peringatan dari pria asing yang ku obati kemarin, aku menjadi sedikit takut. Sebab dilihat dari penampilan serta luka yang di dapat Melviano bukan hanya aksi kekerasan atau pemukulan biasa. "Ivy! Apa yang kau lakukan disana?!" Dari pintu toko yang kini berjarak beberapa meter dengan posisiku saat ini, Bu Lia memanggil dengan suara tinggi. Teringat jika saat ini aku masih di jam kerja, bodoh sekali bagaimana bisa aku meninggalkan toko begitu saja. Aku langsung bergegas menghampirinya. "Maaf Bu karena tiba-tiba meninggalkan toko. Saya tidak akan mengulanginya lagi." "Iya iya. Masuk! Jangan sampai aku melihatmu tiba-tib
Setelah menghadapi kejadian menegangkan semalam, Ivy tetap kembali menjalani kehidupannya seperti hari-hari lalu. Meskipun kini ia harus lebih waspada seperti yang disarankan oleh Dave semalam. Setiap paginya ia akan datang mengunjungi sang nenek yang tengah dalam perawatan rumah sakit karena komplikasi yang dideritanya. Tepat hari ini adalah waktu yang disepakati Ivy dan pihak administrasi untuk melunasi biaya rumah sakit. "Permisi, saya ingin membayar biaya administrasi nenek saya. Atas nama Dwiyati.""Baik Nona, mohon ditunggu sebentar ya. Kami akan melakukan pengecekkan terlebih dahulu.""Baik." Ivy segera duduk di bangku terdekat. Di tangannya kini sudah ada sebuah amplop berisikan uang yang sebagian besarnya tampak lusuh. Ia berusaha merapikannya agar tidak terlalu buruk ketika dipakai untuk membayar nanti. Tak menunggu lama, nama neneknya pun dipanggil. Petugas segera memberikan lembar kertas berisikan rincian rawat inap serta obat sang nenek. Ivy memperhatikan rincian di da
Mendengar ketukan itu, Ivy segera mendekati pintu dengan langkah cepat. Berusaha untuk tidak gegabah, Ivy perlahan membuka tirai yang menutupi jendelanya sedikit. Di pandangannya, samar-samar ia melihat beberapa pria berpakaian hitam. ‘apakah mereka orang-orang yang membuat Melviano terluka?’ batin Ivy. Jantung Ivy berdegup kencang, ia ragu ingin membukanya atau tidak. Namun suara ketukan itu makin cepat. Ia takut para tetangga terganggu dengan kedatangan orang-orang ini. “M-maaf ada yang bisa saya bantu?” tanya Ivy sedikit gemetar. Pikirannya sedikit kalut karena ia harus mencari cara agar orang-orang itu tidak mengetahui keberadaan Melviano di rumahnya. Salah satu dari mereka mulai berbicara dengan nada tegas. “kami ingin menjemput pria yang kau bawa kesini.” Kembali mengingat kejadian sebelumnya, Ivy sangat yakin tidak ada yang melihatnya membawa Melviano. Kondisi jalan desa yang sepi ditambah gelap dan hujan deras. “Pria? pria mana ya? Saya tidak membawa siapapun tadi, mun
Prang. Suara pecahan kaca terdengar jelas memenuhi ruangan. Pelaku yang tak sengaja menjatuhkan gelas tersebut tampak panik menatap serpihan kaca yang berserakan di lantai.“IVY SUARA APA ITU?” Pertanyaan datang dari ruangan lain membuatnya ketakutan. Gadis yang dipanggil Ivy itu segera menaruh barang bawaan yang tadi ingin ia rapikan. Dengan tangan kosong ia mengumpulkan semua serpihan itu. "Ya ampun Ivy! itu gelas kesayangan saya, kenapa bisa jatuh?!" Ivy bangkit dari lantai ketika Boss nya berada di hadapannya. "Maaf Bu, maaf.. Ivy gak sengaja senggol gelasnya tadi. Maafkan kelalaian saya Bu," kata Ivy sesekali membungkukkan tubuhnya. "Maaf, maaf! Kamu ini masih mending ya saya terima kerja disini! Jangan seenaknya kamu!" seru Bu Lia lagi. Mendengar Bu Lia berkata seperti itu, Ivy semakin merasa tidak enak. "Maaf Bu, saya akan ganti gelas nya dengan gaji saya nanti." "Ah sudahlah! Kamu pulang saja!" "Bu, saya mohon Bu jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini," kata Ivy be