"Kau sakit apa, Humm?" tanya Raymond, membawa Carmen ke kantornya. Dia terpaksa karena ada pertemuan mendesak–tadi. Raymond telah melakukan pertemuan bisnis penting tersebut, kini menemui istrinya di ruangannya. "Hanya demam biasa, Mas. Efek pergantian cuaca," jawab Carmen pelan, menatap Raymond dengan pandangan yang sulit diartikan. Selama lima hari ini, Raymond seperti menghilang–tak memperhatikannya dan bersikap dingin. Carmen merasa ragu dan takut! "Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau sedang sakit?" tanya Raymond kembali, meletakkan tangan di kening istrinya–mencek apakah suhu tubuh istrinya tinggi atau tidak. Panas, akan tetapi bukan panas yang membuat seseorang panik. Meski begitu, Raymond tetap khawatir. "Aku hanya sakit biasa dan aku tidak ingin merepotkan siapapun," jawab Carmen lagi, menyingkirkan tangan Raymond dari kening. Raymond menghela napas lalu duduk di sebelah istrinya. Dari nada bicara istrinya, sepertinya Raymond telah membuat perempuan in
"Mah, aku bertemu dengan Carmen di kota itu," adu Clarissa pada mamanya, di mana saat ini dia telah kembali ke kotanya dan sedang bersantai dengan mamanya–di rumah mewah peninggalan ayah tirinya. Seharusnya ini milik Carmen, akan tetapi dia dan ibunya berhasil merebutnya. Clarissa sangat bangga akan hal itu. Kebenciannya pada Carmen sudah muncul sejak lama. Dia satu sekolah dengan Carmen saat SMP dan SMA. Carmen selalu menjadi primadona karena dianggap cantik, ramah, asyik, pintar, dan juga baik. Semua orang menyukai Carmen dan itu membuatnya iri. Ibunya dan ayah Carmen menikah saat dia berusia 17 tahun–awal kelas tiga, di mana sebelumnya dia memang sudah membenci Carmen karena satu SMP. Dia semakin membenci Carmen saat tahu Carmen masuk ke SMA yang sama dengannya–menganggap Carmen adalah ancaman untuknya. Ah yah, tentu saja ancaman! Clarissa sangat suka menjadi pusat perhatian sedangkan Carmen berpotensi merebut atensi semua orang darinya. Karena hal itu, dia menghasut se
Carmen dan Raymond telah sampai di rumah mereka, di mana setelah mandi Carmen langsung membaringkan tubuh di atas ranjang. Berbeda halnya dengan Raymond, pria itu masih di dalam walk in closet. Entah apa yang pria itu lakukan di dalam sana. "Tiba-tiba saja Mas Kaizer mengatakan hal seperti tadi," gumam Carmen, kembali teringat pada perkataan Raymond yang menyinggung masalah balas dendam Carmen pada ibu tiri serta keluarga Wijaya. Saat Carmen sedang termenung memikirkan masalah tersebut, tiba-tiba saja Raymond datang–pria itu langsung menariknya kemudian menyerahkan sebuah dress seksi pada Carmen. "Aku ingin kau mengenakan ini. Cepat!" titah Raymond, tak sabar dan tergesa-gesa. Carmen mengangkat dress pemberian Raymond. Sial! Ini lingerie yang dia beli saat itu. Lingerie tersebut berbentuk dress mini, akan tetapi sangat erotis dan memancing apabila dikenakan. Muka Carmen berubah tak bersahabat, menatap lingerie di tangannya dengan ekspresi muram bercampur panik. "A-aku sedang saki
"Jadi anak nakal itu ada di kota penguasa tertinggi?" tanya Armen Wijaya, adik Herlando (ayah Carmen). Herlando memiliki tiga saudara, diantaranya, Armen, Martin, dan Elisa. Herlando kakak tertua di keluarganya sehingga dulu dia sangat disegani dan dipatuhi. Namun, sekarang Armen lah yang memegang keluarga Wijaya, dia yang memimpin. Tiara dan Clarissa menganggukkan kepala. "Carmen menemui keluarga suaminya dan sekarang dia tinggal dengan suaminya, Paman."Clarissa dan ibunya menemui Armen serta keluarga Wijaya lainnya untuk mendapatkan bantuan. Bagaimanapun caranya, Clarissa harus merebut posisi Carmen. Ibunya benar! Dulu, Raymond miliknya dan sampai sekarang pun tetap miliknya. "Baguslah." Armen berkata remeh, "akhirnya sampah itu pergi dari keluarga kita. Anak tidak berguna sepertinya memang pantas meninggalkan keluarga Wijaya," ujar Armen dengan nada lantang, pertanda jika ucapannya tak boleh dibantah serta mengandung ketidaksukaan pada Carmen. Sekarang dia adalah pemimpin k
Jantungnya terasa akan copot dalam sana! Raymond mendekati Carmen kemudian langsung menggendong perempuan itu, membawa Carmen masuk ke dalam. "Di sini dingin," ujar Raymond saat melihat wajah protes istrinya. Carmen menggembungkan pipi, menoleh ke arah cangkir coklat padas miliknya yang tertinggal di atas meja. "Cokelat ku tinggal, Mas." Raymond berhenti melangkah, menoleh ke arah seorang maid–memberi isyarat agar maid tersebut membawakan cokelat panas milik istrinya ke kamar mereka. *** "Cokelat-mu," ucap Raymond, menyerahkan cangkir minuman cokelat istrinya. Carmen menatap cemberut ke arah Raymond, meraih cangkir cokelat secara cepat dari sang suami. Raymond benar-benar menyebalkan dan tega. Dia kira Raymond membawanya ke dalam kamar karena sungguhan khawatir dengan udara malam yang dingin. Namun ternyata-- masih seputar lingerie! Janin dalam perut Carmen sama sekali tak mampu menggoyahkan niatan Raymond untuk menyentuhnya. Suaminya yang sangat jahat ini tetap saja me
"Buka mulutmu," titah Raymond kembali menyuapi Carmen. Carmen membuka mulut dengan patuh, menerima suapan suaminya dengan perasaan gembira. Itu efek rasa sup yang sangat lezat! Raymond sebagai mentornya adalah musibah. Namun, Raymond sebagai suami yang bisa memasak, adalah anugerah untuk Carmen. Raymond adalah definisi suami memanjakan istri hingga keakar-akarnya, lidah Carmen pun ikut dimanjakan oleh pria ini. "Mas Mas Mas …." Carmen memangil dengan nada antusias. "Humm?" Raymond berdehem singkat, menaikkan sebelah alis–menatap istrinya dengan tatapan intens. "Bagaimana kalau kita menamai anak kita dengan nama Sup Spesial?" Carmen mengerjap-erjap lucu, tersenyum lebar dan bertopang dagu. Dia menunggu respon suaminya. Raymond mendengus lalu geleng-geleng kepala. Nama untuk anaknya kelak adalah Sup Spesial?! "Itu ide bagus kan, Mas Kaizer. Soalnya kita kan sama-sama koki, jadi menamai anak kita dengan nama-nama makanan itu sangat cocok," usul Carmen, semakin bersemangat d
Sterrr' Tiba-tiba saja tangan jahanam sesosok pria dingin dengan cepat menyambar cek tersebut, dan sebelum Carmen menegur atau mengeluarkan suara, sosok es dari neraka itu lebih dulu merobek cinta sejati Carmen–sang uang 10 miliar. "Tidakkkkk!" Carmen memekik histeris, berakhir menatap nanar robekan cek di lantai. Lagi dan lagi Raymond! "Kaizer." Lennon menegur putranya, membuat Raymond menoleh padanya. "Jangan memberikan uang pada Ura yang melebihi uang saku sehari-harinya, Ayah," ucap Raymond dengan nada tegas. "Apa salahnya? Itu hadiah untuk menantu Ayah karena sebentar lagi Ayah akan mendapatkan cucu dari kalian." Lennon berkata heran, menatap bingung pada putranya. Apa jangan-jangan Raymond tak mengizinkan dia memberi uang pada Carmen karena Raymond masih mengira dia memberi uang sebagai sogokan agar Carmen pergi? Ck, ayolah. Dulu itu-- Lennon hanya bercanda. Selain untuk menjahili Carmen, juga untuk memancing Raymond datang ke rumahnya. "Tidak boleh." Raym
"Akhirnya kita bertemu lagi, Carmen." Carmen menoleh ke arah pria yang menghampirinya, begitu juga dengan Teresia dan teman yang lain. Ikut menoleh ke arah sosok pria yang pernah dekat dengan Carmen tersebut. Yah, dulu pria ini pernah sangat dekat dengan Carmen. Mereka menjadi pasangan favorit orang-orang di sekolah. Namun, ketika setelah lulus sekolah, couple favorit mereka ini dikabarkan putus. "Cieeee … Pangeran Carmen akhirnya datang menghampiri." "Apakah cinta lama akan bersemi kembali?" "Carmen terlihat semakin cantik dan Kak Nicolas juga sangat tampan. Kalian sangat cocok." "Kalian balikan lagi dong. Kalian cocok tahu." "Wow, kalian balikan yah. Sayang kalau tak balikan." Ucap beberapa teman Carmen di sana, menggoda Carmen dan Nicolas. Bagi mereka, Nicolas dan Carmen adalah pasangan yang sangat manis serta serasi. Mungkin, Carmen adalah mantan terindah Nicolas dan begitu juga sebaliknya, Nicolas adalah mantan terindah untuk Carmen. Mendengar penuturan teman sekela
Mata Selin berkaca-kaca, mendongak ke arah Lennon dengan tampang muka ingin menangis. "A-aku tidak …-""Hanya bercanda," lanjut Lennon, "ini buah untukmu. Makanlah," lanjutnya, mengacak pucuk kepala Selin lalu segera berjalan ke arah meja kerja yang ada di dalam kamar.Selin memperhatikan Lennon, lalu menatap sejenak pada buah potong yang suaminya berikan padanya. 'Aku tahu kamu sedang memperingatiku, Tuan. Aku tahu kamu khawatir kalau aku mengincar hartamu. Tapi, maaf, aku bukan wanita yang gila-gila harta seperti ibu dari anak-anakmu yang lain.' batin Selin, masih memikirkan perkataan Lennon tadi. Hatinya masih saja sakit walau Lennon bilang itu hanya bercanda. 'Tetapi wajar kalau Tuan waspada padaku. Ibu dari anak-anak Tuan berasal dari keluarga kaya semua, tetapi mereka tetap mengincar hartamu. Ibunya Raymond bahkan ingin membunuh Raymond agar anaknya dan selingkuhannya bisa mendapatkan warisan. Sedangkan ibu Talita, dia juga sangat keji dan benar-benar iblis. Dia mencintai Raym
Selin buru-buru berjalan ke arah kamar mandi, cukup panik karena Lennon memanggilnya dengan nada marah. Dia takut sekali jika dia kalau dia melakukan kesalahan yang membuat Lennon marah besar padanya. Sebelumnya, Lennon memang meminta dirinya untuk menyiapkan air pemandian. 'Apa airnya terlalu dingin?' batin Selin, garap cemas sambil melangkah cepat ke kamar mandi. Dia membuka pintu lalu masuk begitu saja, menghadap pada Lennon yang memperlihatkan wajah datar. "Ada apa, Tuan? Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Selin pelan, menundukkan kepala karena tak berani bersitatap dengan Lennon. "Tidak." Lennon menjawab singkat kemudian memperlihatkan benda pipih yang dia pegang pada Selin, "ini milik siapa?" tanya Lennon kemudian. Selin mendongak, langsung membelalak lebar ketika melihat benda tersebut. Jantung Selin seketika berpacu kencang, tubuhnya panas dingin dan dadanya bergemuruh hebat. Sekarang dia lebih takut dari yang sebelumnya. "Di--di mana anda menemukannya?" tanya Selin g
"Kau ini apa-apaan, Hah? Siapa yang … berbicara denganmu?!" ketus Harlen, menepuk-penuk pelan pundaknya yang disentuh oleh Diego–seakan ada noda di sana dan dia sedang membersihkan noda tersebut. "Perutmu sepertinya belum sembuh, Tuan. Jadi tolonglah!" Peringat Diego. Akan tetapi sayangnya Harlen tak mengindahkan. Meski Raymond di sini, dia sama sekali tak takut. Ini rumah Lennon, ayahnya juga di sini. Jadi Raymond tidak mungkin macam-macam padanya. Lagipula ayahnya datang ke sini untuk membicarakan masalahnya dan Raymond kemarin. "Diamlah, Babu!" arogan dan ketus Harlen. Setelah itu menatap Carmen dengan penuh keterpesonaan. Entah perasaannya saja, pagi ini Carmen terlihat sangat cantik. Wajah Carmen segar dan berseri-seri. 'Cih. Syukur juga aku sudah bercerai dari Siran yang menjijikkan itu. Sekarang ada Carmen yang jauh lebih baik dari Siran, dan aku harus segera memilikinya. Siran bukan apa-apa lagi, dia terlihat seperti sampah. Dan Carmen-- dia terlihat seperti batu berli
"Kenapa tanganmu bisa terbakar, Nak?" tanya Lennon bernada panik, memberi isyarat pada maid untuk mengambil obat. Alih-alih menjawab perkataan ayahnya, Raymond malah memperlihatkan senyuman senang. Hal tersebut membuat Lennon bingung dan heran. "Itu Ayah, Mas Kaizer sepertinya ingin memindahkan wajan. Tapi mungkin karena Mas Kaizer melamun, dia salah memegang," jelas Carmen. Ketika maid datang membawa kotak obat, Carmen langsung mengambilnya dari maid. Dia membuka kotak obat lalu mencari obat untuk luka bakar. Lennon kembali menatap putranya dengan ekspresi tak percaya. "Koki terhebat sepertimu--" Lennon memicingkan mata, "melamun di dapur dan salah memegang wajan?" "Aduh, Ayah. Mas Kaizer kan manusia, wajar jika Mas melakukan sebuah kesalahan," ucap Carmen lagi, kini sedang mengoles luka pada tangan suaminya. "Jadi--" Lennon kali ini menatap menantunya, "kau membawa Kaizer ke sini untuk apa?" "Untuk mengobatinya. Hehehe …." Menyadari maksud pertanyaan ayah mertuanya, Carmen
Hal tersebut membuat mata Selin membelalak lebar. Jantungnya berpacu kencang dan punggungnya panas dingin. Ke-kenapa pria tua ini perhatian? Astaga, Selin tidak bisa! 'Dia memijat kepalaku?' batin Selin, meneguk saliva secara kasar sambil melirik tangan Lennon yang sedang memijat keningnya. "A-aku sudah merasa jauh lebih baik, Tuan. An-anda tidak perlu memijat kepalaku," ucap Selin gugup, mencoba bangkit tetapi Lennon menahan pundaknya. "Akhir-akhir ini kita banyak masalah. Mungkin itu mempengaruhi kesehatanmu," ucap Lennon, masih memijat pelan kening istrinya. Selin hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Pada akhirnya dia membiarkan Lennon memijat kepalanya. 'Tuan Lennon semakin baik padaku. Lama-lama aku merasa tak enak. Aku-- canggung sekali.' batin Selin, mencoba memejamkan mata, mulai menikmati pijatan suaminya di kepalanya. *** "Mas Kaizer sangat hebat," puji Carmen, bertepuk tangan sambil menatap suaminya dengan kagum. "Tadi itu, aku sangat terpesona pada Mas Kaiz
"Sekarang kau tinggal di sini. Jangan menyusahkan putraku dengan meminta tinggal bersamanya," peringat Lennon pada Talita. Kebetulan hanya Lennon dan Talita yang berada di tempat ini, Carmen sedang memasak bersama Raymond. Sedangkan Selin, tengah mengambil kacamata untuk Lennon. Talita menatap takut bercampur gugup pada ayahnya. Dia sangat ingin tinggal dengan kakaknya karena Raymond baik. Ayahnya-- Talita sangat takut pada ayahnya. "Ta-pi Tata ingin tinggal bersama Kakak Lemon," cicit Talita pelan, meremas dress berwarna pink yang dia kenakan sambil menundukkan kepala. "Kakakmu sudah memiliki istri, dan Kakak Ura sedang hamil. Dia butuh perhatian lebih dari Kakak Lemon. Jika kau di sana, perhatian Kakak Lemon akan terbagi padamu. Kasihan Kakak Ura kalau begitu," ucap Lennon, berbicara datar dan tegas akan tetapi menirukan nama panggilan Talita pada kakak laki-lakinya dan kakak iparnya. "Ck, lama sekali perempuan itu. Hanya mengambil kacamata ke kamar, tapi kenapa kenapa lamanya
Lennon mengangkat pandangan, menatap putranya dengan tatapan kagum bercampur tak percaya. Yah, pria yang sering diteriaki iblis tak berhati itu adalah putranya. Dia orang yang sama dengan anak kecil yang melihat ayahnya membunuh ibunya yang sedang hamil besar. Dia anak yang tumbuh dengan kasih sayang yang sangat kurang, dan mental yang terluka. Namun, kenapa dalam hal ini, putranya terlihat seperti seseorang yang tumbuh tanpa luka?! Lennon tahu Raymond sangat ingin punya adik, dan dulu-- dia sangat menunggu kelahiran adiknya. Lennon juga tahu Raymond melindungi Talita karena gadis kecil itu adiknya. Hanya saja, Lennon tetap tak percaya bahwa putranya bisa melakukan hal ini; membuat adiknya percaya pada hari baik, menjaganya, dan menjamin kehidupan bagi adiknya. Lennon tak menyangka kalau Raymond sangat tulus pada Talita. Ketulusan anak itu sampai di titik-- membuat Talita lebih memilih kakaknya dibandingkan ibu ataupun ayahnya. "Kemari," panggil Raymond pelan pada Talita. A
"Kak Lemon," jawab Talita dengan nada takut bercampur gugup. Jawabannya tersebut membuat orang-orang menatap terkejut pada Talita, merasa aneh ataupun heran. Sebab, kenapa Talita malah memilih Raymond? Bukankah seharunya Talita memilih salah satu dari orang tuanya? Bukan Raymond. "Sayang, Tuan Raymond bukan pilihan," ucap Laudia lembut pada cucunya. Hanya pura-pura karena dia juga tak menyukai Talita, anak ini akan menjadi beban di keluarga Klopper. Yah, kecuali Siran menikah dengan Lennon, mungkin anak ini akan menjadi cucu kesayangannya. Talita melepas pelukan Siran dari tubuh kecilnya. Dia berdiri ditengah dengan tubuh kecil yang ketakutan. Talita menatap satu per satu orang-orang di sana, memperhatikan wajah mereka yang terlihat menakutkan bagi Talita. Meski masih kecil, tapi Talita tahu mereka semua tak menginginkan Talita. Tapi …- Talita menatap ke arah Raymond yang menampilkan air muka datar. Kemudian dia menatap ayah dan berakhir pada mamanya. "Talita tidak menyayang
"Tetapi Ayah tidak mau menikah dengan Mama, jadi kamu harus memilih salah satunya," ujar Siran lagi dengan nada sendu supaya mendapat simpati dari yang lainnya. Dia sengaja mengatakan hal itu, agar Talita memaksa Lennon untuk menikahinya. Secara ragu, Talita menatap ke arah Lennon, akan tetapi anak itu langsung menunduk takut karena melihat wajah marah ayahnya. Dia tidak berani! "Jadi Talita ingin bersama Ayah atau Mama?" tanya Siran kembali dengan nada rendah, sengaja membelai rambut Talita agar dia terlihat lembut dan menyayangi anak itu. "Bukankah dulu Kak Lennon tidak ingin Talita? Jadi biarkan saja Talita ikut dengan Siran. Toh, status Talita juga bukan anak sah keluarga Abraham," ucap Rihana dengan nada tegas, memberi tanggapan pada Lennon. Memang benar, Rihana ingin Lennon menikahi Siran, karena dengan begitu nama baik Lennon perlahan akan pudar. Selain itu, dia ingin balas dendam pada Selin. Sebab jika Lennon menikah dengan Siran, maka posisi Selin akan semakin rendah. Itu