Sonia sedang menghirup udara sejuk di balkon. Tak lama kemudian, Frida pun menyusulnya dengan membawakan segelas jus. “Ada apa?”Sonia menggeleng dengan tersenyum tipis. “Nggak kenapa-napa. Tuan Bondan saja sudah tunangan. Gimana dengan kamu dan Johan?”“Kebetulan aku ingin bahas masalah ini sama kamu,” balas Frida dengan nada datar, “Keluarga kami sedang mempersiapkan masalah pertunangan kami. Sepertinya pertunangan akan diadakan dalam bulan ini!”Mereka berdua sudah bersama dalam waktu lama. Sebenarnya keluarga mereka memang sudah tidak sabaran untuk menetapkan pernikahan mereka. Hanya saja, waktu itu Jason dan Frida ingin menunggu kepulangan Sonia.Sekarang Sonia sudah kembali, mereka berdua baru bisa bertunangan dengan tenang.Sonia tersenyum sembari memberi selamat, “Selamat, ya!”“Bagaimana sama kamu? Aku lihat Melvin baik banget sama kamu. Apa kamu nggak pertimbangkan untuk bersamanya?” Frida merasa hanya dengan memulai lembaran baru, Sonia baru bisa sembuh dari luka lamanya.“A
Tiffany yang berdiri tenang di samping Bondan tiba-tiba bersuara, “Tuan Bondan, aku rasa ada yang perlu kamu jelaskan kepada Nona Valencia. Aku permisi dulu.”Sonia melihat Tiffany dengan kaget. Dia mengira sebagai calon istri Bondan, Tiffany akan mempertanyakan masalah ini kepada Bondan, lalu bertengkar dengan Valencia. Tak disangka, Tiffany akan bersikap setenang ini.Frida berbisik, “Nona Tiffany ini bukan wanita biasa.”Bondan segera berkata, “Tidak usah! Tidak ada lagi yang perlu aku jelaskan kepadanya.”“Jadi, kamu itu Tiffany?” Tiba-tiba Valencia menatapnya.Tiffany mengangguk. “Iya!”Valencia menatap Tiffany dengan bercucuran air mata. “Apa boleh aku bicara sebentar sama kamu?”Melihat Valencia menangis dengan tersedu-sedu, Tiffany merasa kasihan, lalu melangkah maju. “Boleh, apa yang ingin kamu katakan?”“Jangan!” jerit Sonia.Namun semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba Valencia menyeret Tiffany ke belakang, lalu mengeluarkan sebilah pisau menempelkannya di leher Tiffany. “Dasar
Frida yang sedang dilindungi di belakang Johan menyadari Sonia sedang mencarinya. Dia segera menggeleng mengisyaratkan dirinya baik-baik saja.Sejak Valencia mengeluarkan pisau, Johan pun menyadari Reza diam-diam berjalan ke sisi Sonia. Jadi, saat kaca lampu berjatuhan, dia pun hanya melindungi Frida saja.Saat ini, Johan tidak bisa menahan amarahnya lagi. “Kamu memang gila!”Gara-gara pecahan lampu kaca, ada banyak wanita yang terluka. Bahkan, wajah mereka juga tertancap serpihan kaca. Semuanya menangis kesakitan dan situasi menjadi semakin kacau.Di saat kondisi ricuh, Bondan memanfaatkan kesempatan untuk menarik Tiffany. Lehernya sudah terluka, lengannya juga terluka akibat serpihan kaca. Meskipun Tiffany merasa sangat terkejut, dia juga masih bersikap tenang.Wajah Valencia juga tertancap serpihan kaca. Air mata dan darah bergabung di wajahnya.“Apa kamu sudah gila?” jerit Bondan dengan marah. Dia langsung maju hendak menangkap Valencia.“Jangan bergerak!” Valencia kepanikan hingga
Tiffany memelototi Bondan. “Cepat ngomong! Kamu janji sama dia, jangan celakai aku!”Bondan terdiam membisu.Bondan tahu dia tidak berharap Tiffany bisa sehidup semati bersamanya. Namun, dia sungguh kaget dengan ucapan Tiffany tadi. Sebelumnya hubungan mereka berdua boleh dikatakan cukup bagus. Dia bahkan mengira Tiffany mulai menyukainya!“Heh!” Bondan tersenyum sinis, lalu berkata sembari menatap Valencia, “Oke, aku nggak suka sama dia. Aku akan putus sama dia dan kembali bersamamu, oke? Letakkan bom itu!”“Apa kamu serius?” Terlintas kilauan di mata Valencia.“Serius!” jawab Tiffany dengan segera, “Saat dia bersamaku, dia sering mengungkit namamu. Dia bilang kamu adalah satu-satunya wanita yang dia cintai. Dia bilang dia bisa bersamaku juga karena dipaksa keluarganya!”Bondan kembali menatap Tiffany dengan kaget.Akhirnya tampak senyuman di wajah Valencia. Senyuman yang dipadukan dengan darah merah itu terlihat semakin mengerikan.Valencia menatap Bondan dengan tersenyum lebar. “Aku
“Ahh!”Tiba-tiba wanita di belakang Tere menjerit, “Aku nggak mau mati! Aku nggak mau mati di sini!”Setelah menjerit, si wanita pun berusaha untuk melarikan diri. Namun, langkahnya dihentikan oleh suara jerit Valencia. “Jangan bergerak! Kalau nggak, aku akan ledakan bom ini!”Si wanita berhenti di tempat. Dia juga tidak berani untuk bergerak lagi.Suasana di dalam ruangan sangatlah hening. Semua orang sedang berpikir bagaimana cara untuk melarikan diri. Mereka semua juga tidak berani bertindak gegabah. Mereka takut gerakan mereka akan memancing emosi wanita gila di hadapannya dan bom pun akan diledakkan.Semua orang merasa takut terus menatap bom di tangan si wanita.“Dua, tiga, empat ….” Valencia kembali berhitung.Reza membawa Sonia ke ujung balkon. Sonia berusaha meronta, tetapi dia tidak berhasil melepaskan tangannya. Tiba-tiba Sonia menjerit, “Aku bantu kamu untuk bunuh dia!”Suara wanita muda itu bagai sebongkah batu yang jatuh ke dalam air danau, mengacaukan keheningan dan meni
Setelah Sonia berdiri, dia segera memalingkan kepalanya untuk melihat Reza. Kebetulan Reza juga sedang menatapnya. Bondan, Yusa, dan yang lain menyerbu ke sisi Reza, menghalangi pandangan Sonia. Dia spontan bersama Frida bergerak ke belakang.Ledakan itu menghebohkan Nine Street Mansion. Klub menjadi kacau dalam seketika.Saat ini Valencia sudah berhasil ditahan. Sepertinya dia masih tidak tahu kesalahan besar apa yang baru dia lakukan. Dia masih bisa menjerit dengan arogan.“Bondan! Kamu bilang kamu cinta sama aku. Kamu bunuh dia! Setelah kamu bunuh dia, nggak akan ada lagi yang memaksamu! Kita bisa bersama!”…Tiffany dilindungi Tere dan yang lainnya. Mereka semua terbengong melihat sosok Valencia yang gila. Bondan menatapnya dengan tatapan penuh kebencian, dia ingin sekali menampar Valencia!Tak lama kemudian, polisi pun sudah datang. Setelah pihak kepolisian mengetahui kronologis kejadian, mereka pun menangkap Valencia. Selain itu, mereka juga meminta Bondan ke kantor polisi untuk
Di rumah sakit.Reza sedang telungkup di atas ranjang rumah sakit. Setelah pakaian dibuka, dokter mulai membersihkan lukanya.“Kak Reza, gimana keadaanmu?” Johan adalah orang terakhir yang tiba di rumah sakit. Begitu memasuki ruangan UGD, dia langsung bertanya.Reza spontan melihat ke belakang Johan, tetapi tidak ada yang masuk lagi. Tiba-tiba dokter menyeka luka dengan antiseptik, rasa sakit seketika terasa sangat menyayat hati. Si lelaki mengerutkan keningnya spontan menunduk.Jason berkata dengan datar, “Lukanya sedang dibersihkan. Nanti dia masih harus melakukan beberapa jenis pemeriksaan lagi.”“Oh!” Johan menatap ke dalam ruangan dengan cemas.Semua yang tidak pergi ke kantor polisi pergi ke rumah sakit. Mereka semua sedang duduk di luar ruang tunggu. Jason menyuruh Yusa dan yang lain untuk pulang. Yusa dan yang lain masih merasa trauma. Dia berkata dengan suara serius, “Untung ada Kak Reza dan Nona Sonia hari ini. Kalau ada kabar selanjutnya mengenai kondisi Kak Reza, tolong be
Selama satu tahun ini, Sonia pun sedang mengonsumsi obat. Dia dilarang makan yang terlalu pedas. Jadi, Kelly sengaja memasak yang lebih polos.Selesai makan, Sonia bermain dengan Yana. Saat Yana sudah mengantuk, Sonia baru kembali ke rumahnya.Sonia mandi, mengganti pakaiannya, lalu lanjut membaca bacaannya.Saat hampir jam sepuluh, Sonia bersiap-siap untuk tidur. Tiba-tiba dia menerima panggilan dari Tandy. Suaranya terdengar agak tergesa-gesa.“Bu Sonia!”Sonia segera berdiri. “Tandy, ada apa?”“Paman Reza demam. Di rumah lagi nggak ada orang. Apa kamu bisa kemari?”Sonia spontan mengerutkan keningnya. “Bukankah dia lagi di rumah sakit?”“Paman sudah pulang dari siang. Padahal tadi dia baik-baik saja, ini barusan aku ke kamarnya. Aku panggil-panggil, tapi dia nggak bergerak. Ternyata dia lagi demam.”Sonia membalas dengan sangat cepat, “Di mana dokter pribadi kalian? Cepat telepon dokter.”“Dokter lagi di sini, tapi Paman Reza nggak mau makan obat.”Raut wajah Sonia menjadi muram. “M
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang
Kase tertegun sejenak. Namun, Sonia sudah berbalik dan naik ke lantai atas. Sambil minum isi gelasnya, pria itu merasa sedikit kesal. Dalam pikirannya, adakah orang di dunia ini yang lebih hebat darinya?Kase meremehkan pernyataan Sonia. Dia meyakini bahwa gadis itu sebenarnya hanya bucin. Hanya orang yang terlalu memuja cinta yang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fakta.Bahkan, Kase sempat tergoda untuk meminta Sonia memanggil pacarnya agar mereka bisa membuktikan siapa yang lebih unggul.....Keesokan harinya, pagi-pagi sekali seseorang dari pihak Winston datang menemui Kase dengan pesan bahwa Rayden telah kembali dan ingin bertemu dengannya untuk berdiskusi.Kali ini, Kase tidak lagi menolak. Dia mengajak Sonia untuk ikut bersamanya. Setibanya di sana, Sonia tetap menunggu di kafe yang sama seperti sebelumnya, sementara Kase mengikuti Winston melewati pintu putih besar hingga menghilang di dalamnya.Sonia sebenarnya penasaran ingin melihat seperti apa sosok Rayden yang mis
Jelas sekali, Kase sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan dengan Winston. Setiap malam, Sonia mengantar camilan tetapi dia belum berhasil menemukan orang yang dia cari. Apakah mungkin orang itu begitu disiplin hingga bahkan tidak makan camilan?Sonia juga sudah mencoba pergi ke lantai bawah tanah ke-11, tetapi tetap tidak mendapatkan hasil apa pun. Namun, tidak menemukan apa pun juga merupakan kabar baik. Setidaknya itu berarti kakaknya tidak termasuk dalam kelompok orang yang dijadikan subjek eksperimen.Sonia memutuskan untuk beristirahat selama dua hari. Bagaimanapun, pelayan yang setiap hari dia samarkan identitasnya itu, sering bangun dengan keluhan leher yang sakit dan bahkan sudah memutuskan untuk pergi ke dokter.Malam itu, Sonia dan Kase duduk berdampingan di bar. Mereka mengobrol santai sambil menikmati suasana.Hallie datang mengenakan seragam pelayan yang dirancang khusus untuk bar itu. Dia menyerahkan dua gelas minuman pada Sonia dan Kase, lalu berujar sambil tersenyum
Begitu pintu lift terbuka, Sonia melangkah keluar. Di hadapannya, terbentang lorong panjang dengan lampu neon putih yang dingin dan suram menggantung di atas kepala.Sonia keluar dari lift dan melangkah ke koridor. Di kedua sisi koridor, terdapat laboratorium dan ruang penyimpanan. Melalui pintu-pintu kaca, dia bisa melihat berbagai macam alat yang aneh dan rumit. Dia terus berjalan lebih dalam.Suasana di sekitarnya begitu sunyi hingga terasa mencekam. Tiba-tiba, telinganya menangkap suara aneh, seperti kuku yang menggores kaca, bercampur dengan suara geraman liar yang menyerupai auman binatang buas.Sonia mengikuti arah suara itu. Tak jauh di depan, sebuah pintu besar terlihat berdiri kokoh. Pintu itu terlihat sangat kuat dan dilengkapi dengan sistem pengamanan berbasis sandi. Dia segera mengirim perintah ke Frida.Dalam waktu 30 detik, Frida berhasil membobol sistem pengamanan tersebut. Setelah memasukkan kode yang diberikan, pintu itu perlahan terbuka secara otomatis. Ketika Sonia
Sonia menggigit kue cokelat di depannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah tanya, kapan Rayden akan kembali?"Kase menatapnya tajam sembari balik bertanya, "Kamu sangat suka cokelat?"Sonia mengangkat alis dengan tenang. Dia membalas, "Hampir semua wanita menyukainya."Senyum Kase penuh pesona ketika menimpali, "Kupikir, kamu berbeda dari yang lain."Sonia mengulang pertanyaannya, "Jadi, kapan Rayden akan kembali?"Kase mendekatkan tubuhnya ke arah Sonia, menatap matanya dengan intens, lalu berucap pelan, "Aku curiga Rayden sebenarnya masih ada di Istana Fers.""Lho?" Sonia mengangkat kepala. Dia jelas sangat terkejut.Mata Kase bertemu langsung dengan tatapan Sonia dan memancarkan kesan yang menggoda. Dia menjelaskan, "Winston adalah perwakilan Rayden, tapi untuk proyek sebesar ini, dia nggak mungkin mengambil keputusan sendiri.""Aku rasa Rayden sebenarnya nggak meninggalkan Istana Fers. Dia cuma nggak mau menemui orang." Dugaan Kase memang sangat sesuai dengan karakter Rayden yang dike
Kase mengangkat lengannya dan menoleh ke arah Sonia. Di balik kerudung sutra tipis itu, Sonia mengangkat tangan dan merangkul lengan Kase, lalu berjalan bersamanya menuju ruangan.Saat mereka masuk, di balik meja kerja besar, duduk seorang pria yang bukan Rayden. Melihat hal ini, Kase bertanya sambil tersenyum. "Kenapa bukan Rayden?"Pria di belakang meja itu berdiri. Dia terlihat seperti penduduk asli Benua Delta, dengan rambut agak keriting dan mengenakan setelan jas hitam. Dia menjawab dengan sopan, "Maaf sekali, Pak Rayden menerima pesan yang sangat mendesak pagi ini.""Satu jam yang lalu, dia sudah meninggalkan Istana Fers. Dia memintaku untuk menyambut Pak Kase dan melanjutkan pembahasan kerja sama. Perkenalkan, aku adalah sekretaris Pak Rayden. Namaku Winston," lanjut pria itu.Sonia merasa sedikit kecewa. Dia sempat berharap bisa bertemu Rayden secara langsung dan mungkin bisa mengenali suaranya atau postur tubuhnya untuk memastikan apakah dia adalah orang yang dia kenal. Namun
Hallie harus mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Regan di tempat ini. Itu adalah urusan pribadi Hallie. Sonia tentu saja tidak bisa mencampuri.Apalagi, meski saat ini belum ada kepastian apakah Hallie adalah cucu dari gurunya, sekalipun sudah pasti, Sonia tetap tidak akan mengambil keputusan untuk gadis itu.Sonia membalas sambil mengangguk. "Apa pun yang ingin kamu lakukan, keputusan ada di tanganmu. Tapi, tempat ini sangat berbahaya. Aku yakin kamu sudah merasakannya semalam."Hallie menjawab dengan tegas, "Aku akan mencari cara untuk melindungi diriku sendiri."Kase mengeluarkan suara tawa kecil yang mencemooh. Ketika dia mendapati Hallie menatapnya dengan kening berkerut, dia segera berucap sambil tersenyum, "Jangan salah paham, Nona. Aku bukan lagi mengejekmu. Aku cuma tiba-tiba merasa ingin tertawa."Hallie merasa canggung mendengar itu. Sonia melirik sekilas ke arah Kase, lalu berucap, "Bantu dia."Kase mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. Dia bertanya, "Apa keuntun
Kase balik bertanya sambil tersenyum, "Kamu bahkan nggak mengenali penyelamatmu?"Hallie tertegun menatapnya dan terlihat bingung. Di sisi lain, Sonia berucap, "Masih ada beberapa jam sebelum matahari terbit. Lebih baik kamu naik ke atas dan beristirahat dulu. Kita bicarakan hal lainnya besok."Hallie mengangguk dengan cemas, lalu mengikuti Sonia menuju lantai atas. Sonia menunjukkan kamar di sebelah kamarnya sendiri, lalu berucap, "Di dalam lemari, ada piama dan baju ganti. Kamu bisa memakainya sesukamu."Hallie memandang Sonia dengan penuh rasa terima kasih, lalu berujar, "Makasih banyak. Kamu sudah menyelamatkanku dua kali!""Jangan berterima kasih padaku. Kali ini, orang yang menyelamatkanmu adalah pria yang tadi di bawah," ujar Sonia.Hallie tertegun sebelum bertanya, "Dia yang menyelamatkanku? Apa tadi aku bersikap nggak sopan?"Suasana di bar tadi terlalu kacau. Hallie begitu ketakutan hingga tak tahu apa yang terjadi. Saat dibawa ke vila ini, dia masih merasa ketakutan bahkan s
Sonia menoleh ke arah Kase, lalu bertanya, "Bisakah kamu membantuku?""Kamu berbicara padaku sambil mengenakan baju seperti itu, tentu saja aku nggak akan menolak." Kase menyerahkan gelas minuman yang dipegangnya kepada Sonia, lalu menambahkan, "Minum ini dulu!"Sonia mengambilnya dan langsung menghabiskannya dalam satu tegukan. Mata Kase yang indah makin bersinar. Dia pun bertanya, "Katakan, apa yang harus aku lakukan untuk membantumu?""Tolong bantu aku menyelamatkan gadis itu. Bisakah kamu melakukannya?" tanya Sonia.Kase melirik ke arah panggung, lalu bertanya, "Itu gadis yang kamu selamatkan kemarin?" Dia mengernyit sebelum menambahkan, "Biar kuperingatkan, kamu sudah menyelamatkannya sekali."Bagi Kase, menyelamatkan seseorang untuk pertama kalinya masih bisa dimaklumi sebagai bentuk belas kasihan. Namun jika orang tersebut kembali terjebak dalam bahaya, itu berarti dia bodoh dan tak perlu diselamatkan lagi.Kase mengangkat alis, lalu menatap Sonia sambil melanjutkan, "Aku nggak