Jason agak terkejut. Aquila adalah sebuah organisasi misterius yang bekerja untuk orang kaya. Selama bayaran mereka cukup, mereka juga mau mengambil pekerjaan itu, maka mereka tidak akan pernah gagal. Namun, tidak ada yang pernah melihat orang di organisasi Aquila.Siapa yang membayar orang dari Aquila untuk menangkap Bobby? Keluarga Dikara? Orang dari keluarga Dikara memang sangat membenci Bobby, jadi tidak menutup kemungkinan.Jason memiliki pertimbangan sendiri di dalam hatinya. Dia pun berkata, “Kamu nggak usah urus masalah ini lagi, bawa yang lain kembali.”Jason menyuruh orang untuk menangkap Bobby, bukan karena Yerin. Namun, karena dia tidak tahan ada orang berani mengejar kekasihnya. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.Akan tetapi, karena ada orang lain membantunya, dia pun tidak perlu turun tangan sendiri lagi.“Baik, Bos!”Jason juga menyuruh orang untuk mencari informasi lagi. Benar saja, Bobby diikat dan dilempar ke depan pintu kantor polisi pagi ini.Pihak polisi meme
Tangan Stella yang menggenggam ponselnya mulai berkeringat, “Kakek, aku baru saja lulus. Untuk sementara aku nggak ingin menjalin hubungan dulu.”Tobias terdiam sesaat, lalu suaranya menjadi dingin, “Stella, bisnis keluarga kita nggak berjalan begitu baik dalam dua tahun terakhir. Keluarga kita sudah nggak sebaik dulu lagi. Sebentar lagi Kota Jembara akan mengembangkan sebuah proyek besar. Kebetulan om-nya Gerry yang bertanggung jawab atas proyek itu. Kalau kedua keluarga kita menjalin hubungan baik, maka kemungkinan besar kita bisa terlibat dalam proyek itu.”Tobias pun berkata dengan sungguh-sungguh, “Stella, keluarga Dikara sudah membesarkanmu selama lebih dari 20 tahun. Kami nggak bisa besarkan kamu dengan sia-sia. Kakek tahu kamu selalu pengertian, kamu juga pasti tahu balas budi.”Suara Stella menjadi tegang, “Kakek, aku tahu aku sudah terima kebaikan yang sangat besar dari keluarga Dikara. Kelak aku pasti akan berbakti pada papa, mama, kakek, dan nenek.”Tobias tertawa pelan, “N
Stella melihat punggung Sonia, lalu pelan-pelan tersenyum. Sonia sangat cantik. Kecantikan yang bahkan membuat Stella merasa minder. Kalau Gerry bertemu Sonia, pria itu pasti akan berubah pikiran dan jatuh cinta pada Sonia.Menikah dengan orang keluarga Sunarto adalah hal baik, kalau begitu biarkan saja putri kandung keluarga Dikara yang menikah dengannya.Stella bukan orang dari keluarga Dikara. Mengapa dia harus mengorbankan dirinya untuk kepentingan keluarga Dikara? Stella pun mematikan ponselnya dan menunggu dengan tenang di dalam mobil.Waktu terus berlalu, Stella pun tidak berani menunggu terlalu lama. Sekitar pukul 06:30, dia turun dari mobil dan berjalan ke Buana.Setelah memasuki restoran itu, dia menyebutkan nomor private room, lalu pelayan membawanya ke sana. Setelah berdiri di luar private room, dia tidak bisa mendengar gerakan di dalam. Mungkin karena ruangan terlalu kedap suara. Stella memutar matanya, lalu mengetuk pintu pelan-pelan.“Masuk.” Terdengar suara pria yang ke
Sonia masuk ke dalam ruangan dan berkata dengan lembut, “Stella.”Gerry menatap Sonia sambil terpelongo. Kemudian, dia berdiri, tersenyum sampai matanya menyipit. Dia pun tidak bisa menahan rasa kagumnya, “Memang cantik!”Stella diam-diam menghela napas lega. Sudut bibirnya melengkung tanpa sadar. Untung saja, meski Sonia agak terlambat, semua masih sesuai harapannya.Gerry menatap Sonia lekat dan berkata dengan senang, “Aku nggak tahu keluarga Dikara masih punya putri yang begitu cantik.”Bukankah Hendri hanya memiliki satu anak perempuan?Mata Sonia menajam, dia pun bertanya pada Gerry, “Apa yang barusan kamu lakukan pada adikku?”Gerry langsung tertawa, “Kami sedang membicarakan kamu.”“Membicarakan aku?” Sonia spontan melirik Stella, “Bicarakan apa saja tentang aku?”Stella seketika menjadi gugup. Dia segera berkata, “Aku dan Kak Sonia sudah janji jam enam. Aku agak khawatir karena nggak lihat Kak Sonia. Makanya aku tanya Pak Gerry lihat Kak Sonia, nggak?”Sonia melengkungkan bibir
Wajah Stella menjadi pucat pasi. Seketika rasa benci meluap di dalam hatinya. Sonia pasti melakukannya dengan sengaja.Sonia cemburu karena dia lebih unggul, cemburu karena dia lebih disayang Reviana. Karena itu, Sonia mengambil kesempatan ini untuk membalas dendam padanya. Pasti seperti itu.Stella tidak akan membiarkan Sonia mendapatkan apa yang diinginkannya. Stella tidak hanya akan memonopoli kasih sayang Reviana, dia juga akan memiliki semua kekayaan keluarga Dikara kelak.Seorang udik desa yang tidak bisa apa-apa, atas dasar apa mau berebut dengannya?!***Sonia membeli sebungkus mie di supermarket, lalu kembali ke Imperial Garden. Saat memasak mie, dia menerima telepon dari Reviana.Begitu telepon terhubung, suara Reviana yang dingin dan penuh amarah langsung menghantam gendang telinganya. “Sonia, kenapa kamu tindas Stella? Dari mana kamu belajar ilmu bela diri? Kayak preman saja. Aku tahu kamu benci Stella. Aku yang membuat kamu hilang. Kalau mau marah, marah saja sama aku ....
Di ruang baca rumah keluarga Dikara. Hendri baru saja menutup telepon, Reviana membuka pintu dan masuk, lalu berkata dengan dingin, “Mulai sekarang kamu nggak boleh telepon Sonia lagi. Kita anggap nggak punya anak itu.”Hendri langsung mengerutkan kening dan berkata, “Kita harus dengarkan penjelasan Sonia juga.”“Penjelasan apa?” bentak Reviana, “Dia pasti cemburu karena kakeknya memperkenalkan pacar untuk Stella. Dia sengaja pergi ke sana untuk mengacaukan semuanya. Dia juga berani pukul orang. Apa itu perbuatan seorang perempuan? Entah apa yang sudah dia pelajari selama ini di luar sana, kayak preman saja!”“Pacar macam apa si Gerry itu? Lebih baik jadi seperti ini. Kalau Sonia nggak pergi mengacaukannya, memangnya kamu benar-benar ingin Stella menikah dengan Gerry?” kata Hendri dengan suara berat.Reviana tertawa sinis, “Ini adalah dua hal yang berbeda. Aku nggak ingin Stella menikah dengan Gerry, tapi Sonia iri sama Stella, lalu menjebak Stella secara diam-diam. Ini juga fakta.”“B
Keduanya tertidur sambil berpelukan. Cahaya bulan berlalu tanpa suara. Malam pun berlalu dalam sekejap mata.Ketika cakrawala baru memutih, Reza tiba-tiba terbangun. Dia membuka matanya, setelah beberapa saat baru menyadari dirinya tidur di kamar tamu. Reza benar-benar tidur di sini sepanjang malam.Cahaya di ruangan itu redup. Sonia masih tertidur pulas. Reza memandangi wajahnya sejenak, lalu pelan-pelan bangun dan pergi dengan tenang.Sonia tidur sampai langit terang benderang. Dia teringat sesuatu, lalu menoleh ke samping. Tempat pria itu berbaring sudah kosong. Pria itu benar-benar pergi.Sonia mengalihkan pandangannya dengan tenang. Dia memandangi matahari di luar, lalu meregangkan pinggangnya.Satu minggu berlalu dalam sekejap mata. Tidak terasa sudah bulan Juni. Selama di kelas, Yeni memberitahu Sonia kalau pameran seni di galeri seni akan segera dibuka. Namun, sangat sulit untuk mendapatkan tiketnya.Sonia berkata kalau dia bisa coba membantunya. Namun, Yeni mengira Sonia hanya
Sonia mengangguk, “Aku pindah sebulan yang lalu.”Juno mengangguk pelan, “Baguslah. Kalau tinggal di gunung terus, lama-lama jadi penyendiri.”Sonia mengangkat alisnya tanpa memberi komentar apa pun. Setelah itu, keduanya mengobrol sebentar. Kemudian, Juno bertanya, “Kamu tahu nggak kenapa Guru suruh kamu ke sana?”“Ada apa?” tanya Sonia.“Pameran Seni Nasional yang digelar galeri seni akan resmi dibuka besok. Penanggung jawab pameran undang Guru untuk melakukan pemeriksaan terakhir. Guru ingin ajak kamu ke sana.”Ternyata begitu. Sonia pun mengerutkan kening, “Aku sudah lama nggak pegang kuas. Hari ini pasti diceramahi sama Guru, deh.”Juno tertawa, membuat wajah tampannya semakin memesona. “Karena itu, aku pergi bareng kamu.”Sonia menghela napas lega, lalu tersenyum, “Terima kasih, Kak.”Satu jam kemudian, mobil berhenti di luar sebuah bangunan bertingkat. Juno dan Sonia masuk ke dalam bersama-sama. Begitu mereka memasuki halaman, mereka mendengar suara pria tua yang sedang memberi
Jelas sekali, Kase sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan dengan Winston. Setiap malam, Sonia mengantar camilan tetapi dia belum berhasil menemukan orang yang dia cari. Apakah mungkin orang itu begitu disiplin hingga bahkan tidak makan camilan?Sonia juga sudah mencoba pergi ke lantai bawah tanah ke-11, tetapi tetap tidak mendapatkan hasil apa pun. Namun, tidak menemukan apa pun juga merupakan kabar baik. Setidaknya itu berarti kakaknya tidak termasuk dalam kelompok orang yang dijadikan subjek eksperimen.Sonia memutuskan untuk beristirahat selama dua hari. Bagaimanapun, pelayan yang setiap hari dia samarkan identitasnya itu, sering bangun dengan keluhan leher yang sakit dan bahkan sudah memutuskan untuk pergi ke dokter.Malam itu, Sonia dan Kase duduk berdampingan di bar. Mereka mengobrol santai sambil menikmati suasana.Hallie datang mengenakan seragam pelayan yang dirancang khusus untuk bar itu. Dia menyerahkan dua gelas minuman pada Sonia dan Kase, lalu berujar sambil tersenyum
Begitu pintu lift terbuka, Sonia melangkah keluar. Di hadapannya, terbentang lorong panjang dengan lampu neon putih yang dingin dan suram menggantung di atas kepala.Sonia keluar dari lift dan melangkah ke koridor. Di kedua sisi koridor, terdapat laboratorium dan ruang penyimpanan. Melalui pintu-pintu kaca, dia bisa melihat berbagai macam alat yang aneh dan rumit. Dia terus berjalan lebih dalam.Suasana di sekitarnya begitu sunyi hingga terasa mencekam. Tiba-tiba, telinganya menangkap suara aneh, seperti kuku yang menggores kaca, bercampur dengan suara geraman liar yang menyerupai auman binatang buas.Sonia mengikuti arah suara itu. Tak jauh di depan, sebuah pintu besar terlihat berdiri kokoh. Pintu itu terlihat sangat kuat dan dilengkapi dengan sistem pengamanan berbasis sandi. Dia segera mengirim perintah ke Frida.Dalam waktu 30 detik, Frida berhasil membobol sistem pengamanan tersebut. Setelah memasukkan kode yang diberikan, pintu itu perlahan terbuka secara otomatis. Ketika Sonia
Sonia menggigit kue cokelat di depannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah tanya, kapan Rayden akan kembali?"Kase menatapnya tajam sembari balik bertanya, "Kamu sangat suka cokelat?"Sonia mengangkat alis dengan tenang. Dia membalas, "Hampir semua wanita menyukainya."Senyum Kase penuh pesona ketika menimpali, "Kupikir, kamu berbeda dari yang lain."Sonia mengulang pertanyaannya, "Jadi, kapan Rayden akan kembali?"Kase mendekatkan tubuhnya ke arah Sonia, menatap matanya dengan intens, lalu berucap pelan, "Aku curiga Rayden sebenarnya masih ada di Istana Fers.""Lho?" Sonia mengangkat kepala. Dia jelas sangat terkejut.Mata Kase bertemu langsung dengan tatapan Sonia dan memancarkan kesan yang menggoda. Dia menjelaskan, "Winston adalah perwakilan Rayden, tapi untuk proyek sebesar ini, dia nggak mungkin mengambil keputusan sendiri.""Aku rasa Rayden sebenarnya nggak meninggalkan Istana Fers. Dia cuma nggak mau menemui orang." Dugaan Kase memang sangat sesuai dengan karakter Rayden yang dike
Kase mengangkat lengannya dan menoleh ke arah Sonia. Di balik kerudung sutra tipis itu, Sonia mengangkat tangan dan merangkul lengan Kase, lalu berjalan bersamanya menuju ruangan.Saat mereka masuk, di balik meja kerja besar, duduk seorang pria yang bukan Rayden. Melihat hal ini, Kase bertanya sambil tersenyum. "Kenapa bukan Rayden?"Pria di belakang meja itu berdiri. Dia terlihat seperti penduduk asli Benua Delta, dengan rambut agak keriting dan mengenakan setelan jas hitam. Dia menjawab dengan sopan, "Maaf sekali, Pak Rayden menerima pesan yang sangat mendesak pagi ini.""Satu jam yang lalu, dia sudah meninggalkan Istana Fers. Dia memintaku untuk menyambut Pak Kase dan melanjutkan pembahasan kerja sama. Perkenalkan, aku adalah sekretaris Pak Rayden. Namaku Winston," lanjut pria itu.Sonia merasa sedikit kecewa. Dia sempat berharap bisa bertemu Rayden secara langsung dan mungkin bisa mengenali suaranya atau postur tubuhnya untuk memastikan apakah dia adalah orang yang dia kenal. Namun
Hallie harus mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Regan di tempat ini. Itu adalah urusan pribadi Hallie. Sonia tentu saja tidak bisa mencampuri.Apalagi, meski saat ini belum ada kepastian apakah Hallie adalah cucu dari gurunya, sekalipun sudah pasti, Sonia tetap tidak akan mengambil keputusan untuk gadis itu.Sonia membalas sambil mengangguk. "Apa pun yang ingin kamu lakukan, keputusan ada di tanganmu. Tapi, tempat ini sangat berbahaya. Aku yakin kamu sudah merasakannya semalam."Hallie menjawab dengan tegas, "Aku akan mencari cara untuk melindungi diriku sendiri."Kase mengeluarkan suara tawa kecil yang mencemooh. Ketika dia mendapati Hallie menatapnya dengan kening berkerut, dia segera berucap sambil tersenyum, "Jangan salah paham, Nona. Aku bukan lagi mengejekmu. Aku cuma tiba-tiba merasa ingin tertawa."Hallie merasa canggung mendengar itu. Sonia melirik sekilas ke arah Kase, lalu berucap, "Bantu dia."Kase mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. Dia bertanya, "Apa keuntun
Kase balik bertanya sambil tersenyum, "Kamu bahkan nggak mengenali penyelamatmu?"Hallie tertegun menatapnya dan terlihat bingung. Di sisi lain, Sonia berucap, "Masih ada beberapa jam sebelum matahari terbit. Lebih baik kamu naik ke atas dan beristirahat dulu. Kita bicarakan hal lainnya besok."Hallie mengangguk dengan cemas, lalu mengikuti Sonia menuju lantai atas. Sonia menunjukkan kamar di sebelah kamarnya sendiri, lalu berucap, "Di dalam lemari, ada piama dan baju ganti. Kamu bisa memakainya sesukamu."Hallie memandang Sonia dengan penuh rasa terima kasih, lalu berujar, "Makasih banyak. Kamu sudah menyelamatkanku dua kali!""Jangan berterima kasih padaku. Kali ini, orang yang menyelamatkanmu adalah pria yang tadi di bawah," ujar Sonia.Hallie tertegun sebelum bertanya, "Dia yang menyelamatkanku? Apa tadi aku bersikap nggak sopan?"Suasana di bar tadi terlalu kacau. Hallie begitu ketakutan hingga tak tahu apa yang terjadi. Saat dibawa ke vila ini, dia masih merasa ketakutan bahkan s
Sonia menoleh ke arah Kase, lalu bertanya, "Bisakah kamu membantuku?""Kamu berbicara padaku sambil mengenakan baju seperti itu, tentu saja aku nggak akan menolak." Kase menyerahkan gelas minuman yang dipegangnya kepada Sonia, lalu menambahkan, "Minum ini dulu!"Sonia mengambilnya dan langsung menghabiskannya dalam satu tegukan. Mata Kase yang indah makin bersinar. Dia pun bertanya, "Katakan, apa yang harus aku lakukan untuk membantumu?""Tolong bantu aku menyelamatkan gadis itu. Bisakah kamu melakukannya?" tanya Sonia.Kase melirik ke arah panggung, lalu bertanya, "Itu gadis yang kamu selamatkan kemarin?" Dia mengernyit sebelum menambahkan, "Biar kuperingatkan, kamu sudah menyelamatkannya sekali."Bagi Kase, menyelamatkan seseorang untuk pertama kalinya masih bisa dimaklumi sebagai bentuk belas kasihan. Namun jika orang tersebut kembali terjebak dalam bahaya, itu berarti dia bodoh dan tak perlu diselamatkan lagi.Kase mengangkat alis, lalu menatap Sonia sambil melanjutkan, "Aku nggak
"Ivy, lihat! Itu gadis dari Cendania!" Gadis pirang di sebelah Sonia menggenggam tangannya dengan penuh semangat.Sonia dengan halus menghindari genggamannya, tetapi dia tertegun sejenak ketika melihat gadis di atas panggung. Itu ternyata gadis yang kemarin dia temui di luar toserba, Hallie. Dia telah ditangkap, lalu dijual ke tempat ini.Di Hondura, seorang gadis cantik bisa dijual hingga 5.000 dolar Amwrika. Sonia terlihat mengernyit. Sepertinya Hallie sama sekali tidak mendengarkan nasihatnya dan tetap keras kepala mencari pacarnya.Hallie terbangun di atas panggung. Melihat orang-orang di sekelilingnya yang memandangnya seperti serigala, dia sangat terkejut.Dengan ketakutan, Hallie berusaha bangkit untuk melarikan diri, tetapi setelah itu dia menyadari bahwa dirinya hanya mengenakan bikini. Dalam sekejap, dia memeluk tubuhnya erat-erat dan duduk kembali dengan cemas.Juru lelang mulai menyebutkan harga awal. Wajah Hallie kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba, dia
"Baiklah!" Sonia membawa kotak camilan ke dalam, diikuti oleh pria kulit putih itu. Selama waktu ini, Sonia mendengar suara percakapan pria dan wanita dari arah ruang tamu.Ekspresi Sonia tetap tenang. Setelah meletakkan makanan di atas meja, dia berbalik dan berjalan keluar. Pria itu mengikutinya dari belakang dan menutup pintu.Sonia kembali mendorong troli menuju lantai atas. Setelah mengantarkan 12 porsi camilan, dia tetap tidak menemukan orang yang sedang dia cari.Namun, Sonia tidak terburu-buru. Ini baru hari pertama. Saat dia hendak membawa troli kembali ke lantai satu, tiba-tiba seorang gadis lain yang juga mengenakan seragam pelayan berlari menghampirinya.Gadis itu menarik tangannya dengan penuh semangat, lalu berucap, "Jangan sibuk lagi. Malam ini ada lelang, sebentar lagi bakal dimulai!"Gadis itu menarik Sonia menuju lift. Mereka naik ke lantai 32 yang ternyata adalah sebuah bar. Istana Fers yang terlihat sunyi dan tak berpenghuni di siang hari, berubah menjadi tempat yan