Obrolan dan tawa orang-orang di lantai pertama merambat masuk ke ruangan melalui pintu. Ruangan tempat mereka berada sunyi. Sonia dapat dengan jelas mendengar napas Reza. Dalam sekejap, darah di tubuhnya seperti mendidih dan jantungnya berdetak lebih cepat.Dinding tempat punggungnya menempel terasa dingin, tapi dadanya panas. Campuran antara panas dan dingin itu membuatnya linglung sesaat, bahkan kesulitan bernapas.Reza akhirnya berhenti mencium, tetapi tangannya yang menopang di dinding tidak berpindah. Dia membungkuk ke telinga Sonia, suaranya serak, “Pada saat kritis, kamu gampang sekali memanggilku Om Reza.”Sonia menghembuskan napas dengan pelan. Dia tahu pria itu akan perhitungan.Dia tidak tahu apakah pria ini marah, jadi dia merendahkan suaranya dan berkata perlahan, “Kakek pernah bilang padaku, kalau ada kesulitan, pasti ada jalan pintasnya. Jangan memaksakan diri sendiri.”Pria itu tertawa pelan. Nada suaranya tidak dingin, tapi juga tidak hangat, “Kenapa kamu nggak meminta
Sonia tidak mengatakan apa-apa. Dia tidak menyangkal, juga tidak mengakuinya. Terserah Melvin mau berpikir apa.Melvin tersenyum santai, “Ikutlah denganku. Berapa pun yang dia kasih, aku akan beri dua lipat. Selain itu, aku akan memanjakanmu, setidaknya lebih baik dari Reza!”Raut muka Sonia agak dingin, “Kamu bosan banget?”Melvin berhenti tersenyum dan berkata dengan serius, “Nggak, aku sangat sibuk. Aku juga banyak tekanan di tempat kerja, jadi aku selalu ingin mencari kesenangan untuk diri sendiri. Misalnya, merebut wanita Reza.”Dia tersenyum lagi, “Bulan lalu, dia merebut sebidang tanah dariku. Kalau aku merebutmu darinya, bukankah itu namanya balas dendam?”Sonia merasa sedikit tidak sabar, “Jangan libatkan aku dalam urusan kalian. Kalian berdua sudah impas.”Melvin tersenyum, “Kami baru akan impas setelah acara ini selesai. Sekarang belum.”Setelah mengatakan itu, dia tiba-tiba melangkah maju dan meraih pergelangan tangan Sonia, lalu menyeretnya masuk ke aula perjamuan.Sonia m
Melvin menatap Sonia dengan sorot penuh sayang dan berkata, “Kalau hubungannya akur, tentu saja bisa meningkat dengan cepat, benar bukan?”Sonia ingin sekali menendang lelaki itu saat ini juga. Reza hanya menyapukan pandangannya pada kedua orang yang masih saja saling bergandeng tangan itu dan berkata, “Kalau begitu, aku mau bawa Sonia pulang untuk ngobrol dengan baik-baik.”“Kita bicarakan waktu pulang,” ujar lelaki itu sambil melihat Sonia.Perempuan itu mengambil kesempatan ini untuk maju selangkah dan melepaskan tangan Melvin. Dia bersikap patuh dan nurut dan berkata, “Om Reza.”Reza hanya meliriknya sekilas dan berbalik sambil pamit pergi. Dengan cepat Pak Ramli berkata, “Pak Reza nggak perlu sungkan, urusan pernikahan anak-anak jauh lebih penting.”Senyuman di bibir Reza masih tetap terpatri di bibirnya, tetapi sorot mata lelaki itu tampak sedikit menggelap. Dia berbalik dan langsung pergi ke arah luar dan langsung diikuti oleh Sonia.Reza mengendarai mobilnya sendiri. Sonia otom
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Reza membuka bibir perempuan itu dan menguasai mulut bagian dalam Sonia. Kecupan kali ini tidak sama seperti kecupan sebelumnya yang terkesan lebih kasar.Kecupan mereka sekarang terkesan Reza sedang meminta persetujuan Sonia dengan cara yang lembut dan berharap perempuan itu mengizinkannya. Berkali-kali dia mencoba masuk ke dalam mulut Sonia seperti seorang pangeran yang berusaha meminta izin pada sang tuan putri.Awalnya Sonia masih biasa-biasa saja, tetapi pada akhirnya tidak tahan dengan undangan lembut dari lelaki itu. Tubuhnya melemas dan menyambut Reza dan membalas perilaku lelaki itu. Begitu Sonia memberikan balasan, Reza langsung melilit lidah perempuan itu dengan panas.Langit semakin lama semakin gelap hingga seluruh kamar tersebut menjadi gelap gulita. Dia dapat merasakan pergerakan Sonia dan langsung membopong tubuh perempuan itu sambil melangkah lebar-lebar menuju ke tempat tidurnya.Dia meletakkan tubuh Sonia di atas ranjang dengan te
“Iya! Kalau kamu bilang demi kebaikan berarti memang demi kebaikan,” sahut Reza sambil tertawa.Sonia mendengus dan tidak berbicara lagi. Setelah hening beberapa saat, dia menoleh ke arah Reza dan bertanya, “Kamu lapar, nggak?”Mereka berdua tidak ada yang makan malam.“Memangnya ada sesuatu yang bisa dimakan?” tanya Reza.Sonia berpikir sesaat dan berkata, “Aku masak mie instan saja, itu yang paling cepat.”“Ok!” jawab Reza sambil tersenyum tipis.“Tunggu sebentar!” Setelah itu dia berbalik dan masuk ke dalam dapur. Reza mengambil sebatang rokok dan menghidupkannya lagi. Dia bersandar di tiang balkon sambil mengisap rokoknya dengan perlahan hingga memenuhi paru-parunya.Sebersit perasaan ingin tertawa menghampirinya ketika teringat ekspresi Sonia yang tersedak oleh asap rokok tadi. Dia menoleh ke belakang dan melihat lampu dapur yang masih hidup. Punggung milik Sonia tampak mondar mandir di dapur.Reza berdiri di tengah kegelapan dan memandangi cahaya lampu serta asap kompor yang meng
“Kamu takut?” taya Sonia menoleh ke samping.“Tentu saja nggak,” jawab Reza dengan raut serius.“Kalau gitu berarti nggak ada arti cocok atau nggak cocok. Sebenarnya film horor bisa bantu menghilangkan insomnia. Aku selalu tidur pulas setelah selesai nonton horror,” balas Sonia sambil duduk bersila di atas sofa. Tangannya meraih sebungkus makanan ringan dan mulai menikmatinya.Setelah berlalu selama sepuluh menit, Reza bangkit dan berkata, “Tiba-tiba aku ngantuk. Aku tidur dulu, kamu nonton sendiri saja.”Sonia tersadar dari film yang tengah dia tonton dan terbahak sambil berkata, “Tebakan aku benar, kan? Film horor bisa bantu masalah insomnia kamu!”Reza berdiri di tengah kegelapan dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak tanpa memedulikan perempuan itu. Dia berbalik dan masuk ke dalam kamarnya. Sonia yang melihat jarum jam sudah menunjukkan angka tiga bergegas kembali ke kamar juga dan menyikat gigi kemudian berbaring di ranjang.Tidak butuh waktu lama bagi dia untuk terlelap hingga m
Setelah selesai kuliah, Sonia kembali ke Imperial Garden dan langsung menghubungi Juno. Dia bertanya, “Kak, di studio ada orang yang namanya Bobby?”Awalnya studio tersebut merupakan hasil jerih payah bersama dirinya dan Juno. Akan tetapi karena selanjutnya dia mau kuliah, Sonia menyerahkan semua urusan studio pada Juno. Dia juga jarang sekali pergi ke sana, sehingga dia tidak akan tahu jika kedatangan orang baru di Studio.Juno memanggil petugas administrasi dan bertanya sebentar. Setelah itu dia baru menjawab Sonia, “Nggak ada orang yang bernama Bobby.”“Ok, aku tahu,” jawab Sonia.Juno bertanya dengan suara tenang, “Akhir-akhir ini sibuk sekali? Kapan ada waktu buat jenguk guru?”Sonia sibuk menyendokkan mie di mangkuknya dan berkata, “Aku ada pekerjaan paruh waktu di akhir pekan. Sebentar lagi sudah mau libur, nanti baru pergi.”“Ok.”Setelah sambungan telepon terputus, Sonia menghubungi Ferdi dan memberi tahu dia, “Nggak ada yang bernama Bobby di Arkava.”Ferdi dengan marah berser
Ibunya Cindy akhirnya luluh dan menganggukkan kepala sambil berkata, “Ok, tunggu sebentar. Mama kirimkan uang ke rekening kamu dulu.”Ferdi panik dan berseru, “Kalian bodoh, ya?! Jelas-jelas tahu si Bobby itu pembohong, tapi masih saja kasih uang ke dia!”“Siapa yang pembohong?” tanya Cindy lagi sambil mencubit wajah adiknya itu dan lanjut berkata lagi, “Sepertinya Kakak Sonia kamu itu yang pembohong!”“Dia bukan pembohong! Tapi yang pasti Kakak bodoh!” teriak Ferdi dengan suara lantang.“Ferdi, kamu nggak boleh berbicara seperti itu dengan Kakakmu!” ujar Hani dengan wajah tegas.Melihat bahwa kakak dan ibunya tidak percaya dengan apa yang dia ucapkan membuat Ferdi marah hingga matanya mulai berkaca-kaca. Lelaki itu berkata, “Biarkan saja kalian dibohongi oleh dia. Cepat lambat pasti kalian akan menyesal!”Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ferdi turun dari kursinya dan berlari ke naik ke kamarnya. Hani hanya menggelengkan kepala sambil bergumam, “Anak ini benar-benar kekanakan seka
Sonia memutar bola matanya. Angin sepoi-sepoi mengembus rambut di samping telinga Sonia. Rambut itu melayang ke pipi putih mulus Sonia. Kelembutannya sungguh meluluhkan hati orang-orang yang melihatnya.Pada saat ini, Sonia menggigit bibirnya sembari tersenyum. “Kalau nggak, kamu cari dia untuk bahas soal energi terbarukan.”Reza tersenyum dingin. “Aku lebih ingin bahas soal papan nama Suki di altar persembahan kediamannya!”Sonia menarik napas dalam-dalam. “Kamu sudah tahu?”Reza menyipitkan matanya. “Ternyata kamu juga tahu! Kamu beri tahu dia kalau kamu itu Suki?”Sonia segera menggeleng. “Nggak!”Suki sudah “meninggal”. Sonia tidak mungkin mengungkitnya terhadap siapa pun!Tatapan Reza masih kelihatan dingin. “Sebelumnya kalian sudah saling kenal? Apa kalian punya hubungan dekat sewaktu di medan perang?”Sonia berpikir sejenak. “Jujur saja, sebelum bertemu dengan dia, aku sama sekali nggak mengingatnya.”“Bagaimana setelah bertemu dengannya? Ketika melihat dia membangun altar untuk
Kase berkata dengan serius, “Banyak sekali pekerjaanku, contohnya mesti menghadapi wajah muram si Rayden setiap hari.”Sonia terdiam membisu. Ketika melihat wajah Kase, tiba-tiba Sonia kepikiran dengan sosok Melvin.Tidak! Melvin jauh lebih imut daripada Kase!…Sore harinya, Sonia menghubungi Johan dan Frida. Dia menyuruh mereka untuk tetap tinggal di Hondura dan jangan bertindak gegabah. Sonia sudah menemukan sasarannya. Dia akan mulai menyusun rencana pembunuhannya. Kemudian, dia akan mengutus orang untuk memasukkan Firda dan Johan ke dalam Istana Fers.[ Eka: Bos, apa Kak Reza marah sekali? Dia tidak persulit kamu, ‘kan? ][ Ariel: Kamu lagi mencemaskan Bos? Tapi kenapa sekarang kamu kelihatan sangat bersemangat? Apa maksudmu? ][ Eka: Kenapa kamu membongkarku? ][ Ariel: Aku hanya nggak berharap Bos dikelabui saja! ]Tidak ada lagi yang bersuara. Beberapa menit kemudian, Eka baru mengirim pesan lagi.[ Kita bahas soal serius dulu! Bos, bagaimana dengan sasaran kita? ][ Sonia: Sed
Kaki panjang Reza menindih Sonia. Lengannya menopang di samping wajah si wanita. Dia memberi ciuman hangat dan membara kepada Sonia. Saking lamanya ciuman yang diberikan Reza, sekujur tubuh Sonia terasa lemas. Dia mengangkat tangannya untuk menahan wajah Reza, menggigit bibirnya dengan perlahan dengan mata berlinang air mata.“Reza, pergilah! Tinggalkan Istana Fers! Kamu bisa tunggu aku di Hondura. Setelah misiku selesai, aku akan pergi mencarimu.”Lantai B12 itu bukanlah tempat yang sederhana. Demi menghalangi kepergian Tensiro, Rayden pasti bukan hanya mengandalkan bujukan dan iming-iming.Begitu senjata gelombang mikro diaktifkan, seluruh Istana Fers akan berubah menjadi puing-puing.Sonia memiliki firasat kuat jika Rayden benar-benar diprovokasi, dia akan melakukan tindakan yang sangat gila. Ini adalah misi yang dijalankan Sonia. Dia juga tidak berharap gara-gara dirinya, semuanya akan terjebak dalam bahaya.Reza menyandarkan dagunya di atas kening Sonia, seolah-olah dia tahu apa
Tidak lama kemudian, Rayden menyadari Bondala sedang menatapnya. Dia segera mengalihkan pandangannya, lalu menyuruh Winston untuk mempersiapkan data energi terbarukan.Tatapan Reza menjadi suram, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.…Saat kembali ke vila tempat tinggal sementara Reza, Theresia menutupi pintu. Nada bicaranya seketika menjadi santai. “Mau minum apa? Gimana kalau alkohol?”“Tidak usah, cukup air saja!” ucap Sonia dengan suara lembut.“Kalau begitu, kopi saja, deh. Rayden suruh anggotanya untuk antar biji kopi berkualitas tinggi. Aromanya cukup wangi!” Theresia berjalan ke depan meja, lalu mulai membuatkan kopi untuk Sonia.Sonia duduk di kursi tinggi depan meja bar sembari menatap Theresia yang sedang menimbang biji kopi dan menggilingnya. Gerakannya kelihatan sangat santai dan elegan.Saat pertama kali bertemu, kesan Sonia terhadap Theresia sangat bagus. Pada saat itu, dia kira Theresia adalah temannya Ranty.Saat bertemu kali ini, dia baru menyadari sebenarnya semua
Langit biru jernih membentang luas. Sungai kecil mengalir deras. Rerumputan hijau tumbuh lebat di tepiannya. Bayangan pohon willow keemasan terpantul di permukaan air, mengikuti aliran sungai. Sementara di seberang sungai sana, pegunungan menjulang dengan lanskap yang begitu luas dan megah.Theresia berjalan ke tepi sungai. Airnya kelihatan sungguh nyata. Saking jernihnya, terlihat batu-batu kerikil yang indah di bawah sana. Bahkan, beberapa ekor ikan kecil dan udang juga kelihatan sedang berenang di dalamnya.Apakah mereka benar-benar sedang berada di lantai 12 bawah tanah?Wanita berambut pirang duduk di bawah tenda. Di atas taplak meja yang bersih itu diletakkan berbagai jenis buah-buahan dan juga camilan. Ada juga ayunan dengan dua tempat duduk di sebelah. Sepertinya biasanya wanita berambut pirang dan Tensiro sering bersantai di sini.Setelah duduk beberapa saat di sini, wanita berambut pirang membawa Sonia dan Theresia kembali ke koridor. Pintu yang satu lagi dibuka, terlihat pa
Rayden membawa orang-orang untuk berjalan melewati koridor. Pada akhirnya, mereka tiba di sebuah ruangan yang sangat amat luas. Di dalamnya terdapat ruang baca, ruang tamu, ruang makan, dan juga kamar.Saat ini, ada seorang pria berusia sekitar 40-an berpakaian putih dan bermasker sedang duduk di ruang tamu. Dia berdiri di depan komputernya. “Tuan Rayden.”Rayden memperkenalkan kepada mereka, “Dia adalah penanggung jawab di sini, Profesor Tensiro!”Tensiro kelihatan sangat waspada ketika melihat kedatangan banyak orang. Dia mengamati mereka sejenak, lalu mengangguk dengan perlahan.Sonia spontan menurunkan tangannya. Pria itu memang mengenakan masker, tetapi Sonia bisa mengenali pria itu dari sepasang matanya. Pantas saja Sonia tidak bisa menemukannya selama ini!Ketika melihat lingkungan sekitar, sepertinya pria ini akan selalu tinggal di tempat ini. Kedua mata Sonia berkilauan. Dia menatap bayangan punggung Reza. Tiba-tiba dia bisa mengajukan untuk berkunjung ke laboratorium gelomba
Himawan datang untuk menyapa, “Tuan Kase, Nona Ruila, Tuan Rayden tahu kalian akan ke sini. Dia sudah menunggu kalian dari tadi!”Kase pun berkata dengan tersenyum, “Kalau begitu, ayo kita ke atas!”“Silakan, Tuan Kase!” Himawan sedikit menunduk. Rambut ikal cokelat keemasan yang agak panjang tergerai di sisi telinganya, membuatnya kelihatan sangat tegas dan serius.Semua orang berjalan bersama menuju lantai atas dan masuk ke kantor Rayden. Saat ini, Rayden dan Winston langsung melangkah maju untuk menyambut mereka.Setelah berbasa-basi, mereka duduk di tempat. Kali ini, Rayden berkata dengan serius, “Pertama-tama, aku ucapkan selamat datang kepada Raja Bondala dan Tuan Kase ke Istana Fers. Kalau jamuanku kurang memuaskan, aku harap kalian bisa memakluminya.”“Anggota Istana Fers, sudah mengerahkan tenaga dan uang banyak dalam pengembangan energi terbarukan. Sekarang kami butuh kalian berdua sebagai mitra kerja sama untuk mengembangkannya ke pasaran. Kalau kalian punya persyaratan atau
Sonia yang sedang duduk di depan meja makan merasa tidak sanggup untuk menelan lagi. Dia segera meminum sup, lalu berdiri. “Semuanya, aku ambil barang sebentar di atas!”Kase juga ikut berdiri. “Aku juga pergi ganti pakaian dulu. Mohon Raja Bondala tunggu sebentar!”Kase pun berjalan pergi.Kening Reza semakin berkerut ketika menatap bayangan punggung Kase. Betapa inginnya dia menggebuki pria di hadapannya ini. Theresia spontan tertawa.Reza meliriknya. “Apa lucu?”“Nggak!” Theresia menggeleng. “Aku hanya merasa Sonia bahagia sekali!”Reza menurunkan kelopak matanya. Raut wajahnya masih kelihatan muram, hanya saja tatapannya sudah berubah melembut.…Sonia memasuki kamar. Kase juga mengikutinya, lalu berpesan, “Nanti saat kita pergi menemui Rayden, kamu naik bersamaku. Kamu jangan beraksi sendiri. Kamu mesti berhati-hati dengan Rayden dan juga Raja Bondala.”Sonia mengangkat-angkat alisnya. “Ada apa dengan Raja Bondala?”“Aku juga tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi aku merasa di
Lantai tangga dan ruang tamu memang dilapisi karpet, tetapi tubuh Kase tetap terasa pegal. Dia berdiri dengan merintih kesakitan. Pada saat ini, dia kebetulan bertatapan dengan Bondala, raut wajahnya semakin muram lagi!Kase menepuk-nepuk pakaiannya, lalu tersenyum berlagak tidak terjadi apa-apa. “Aku tidak sengaja tergelincir. Tidak apa-apa, aku tidak merasa sakit sama sekali!”Theresia takut dirinya tidak bisa menahan tawanya. Dia segera memalingkan kepalanya ke sisi jendela menatap ke halaman di luar.Reza selalu bersikap tenang. “Aku kira begini cara Keluarga Milana memberi hormat kepada tamu!”Kali ini, Theresia benar-benar tidak bisa menahan tawanya lagi. Dia keceplosan dan segera menutup mulutnya.…Sonia baru saja selesai mandi. Saat dia mengambil pakaiannya, dia melihat obat yang diletakkan Kase di atas nakas. Terlihat cairan di dalam botol kaca berwarna cokelat transparan. Sonia spontan kepikiran dengan celotehan Kase tadi.Namun, apa yang dikatakan Kase memang benar. Sekaran