Sonia bertanya dengan wajah datar, “Bukannya ada orang tuamu, kenapa Paman Reza juga mengurus masalah sekolahmu?”Tandy berkata dengan tersenyum, “Sekolah kami akan mengadakan perlombaan bola pingpong. Aku sudah mendaftarkan diri. Aku ingin suruh Paman Reza mengajariku, tapi dia bilang dia akan mengajariku kalau aku belajar dengan baik. Jadi, nanti kamu bantu aku bicara, ya.”Sonia mengangkat-angkat alisnya. “Pamanmu bisa main pingpong?”“Tentu saja, Paman Reza-ku bisa semuanya!” ucap Tandy dengan bangga.Sonia mengerutkan keningnya. “Aku nggak usah bantu kamu bicara. Aku hanya perlu serahkan kertas latihan ini kepadanya!”Tandy tersenyum. “Kalau aku dapat juara pertama, aku bakal traktir kamu makan.!”“Kalau begitu, aku ucapin terima kasih dulu, ya!”Setelah selesai mengoreksi kertas ujian, Sonia menyuruh Tandy untuk belajar sendiri. Sementara itu, Sonia naik ke lantai atas untuk mencari Reza.Sonia pergi ke ruang baca. Setelah mengetuk pintu selama beberapa saat, Sonia tidak mendapat
Sonia mengangkat kepalanya, dan tatapannya kebetulan berpapasan dengan mata hitam Reza. Dia segera menundukkan kepalanya, berlagak tenang. “Terima kasih atas perhatian Pak Reza. Aku nggak gerah, kok.”“Jadi, kenapa wajahmu merah sekali?” Reza masih menatap Sonia.Mereka berdua kembali bertatapan selama beberapa detik. Terlintas ekspresi kesal dari wajah Sonia. Dia menjulurkan tangan mengambil soal latihan dari tangan Reza, lalu berjalan keluar.Reza pun tersenyum ketika melihat Sonia yang kesal itu. Sonia lekas berjalan menuruni tangga. Dia baru merasa tenang ketika dia berada di depan pintu kamar Tandy. Perilaku Reza tadi pagi masih terasa ambigu. Hanya saja, perilakunya tadi membuat Sonia yakin bahwa Reza sedang menebar pesona. Reza ingin menggodanya!Setelah memasuki kamar, Tandy langsung bertanya, “Apa kata Paman Reza?”Apa yang bisa dia katakan?Telinga Sonia masih memerah. Dia menjawab, “Dia bilang hasil latihanmu cukup bagus. Nanti sore dia bakal bawa kamu untuk latihan bola pi
Saat ini Reza sudah mengganti pakaian formalnya dengan pakaian olahraga berwarna abu-abu. Ketika melihat mereka berdua memasuki ruangan, Reza berjalan menghampiri mereka, lalu berkata pada Tandy, “Kamu pergi cari pelatihmu dulu. Nanti aku baru ajari kamu lagi.”Tandy mengiakan, lalu segera pergi mencari pelatihnya.Tatapan Reza beralih ke sisi Sonia. “Mau main, nggak?”“Aku hanya bisa main bulu tangkis, tapi nggak jago juga.” Sonia mempelajarinya pada saat akhir semester SMA 3.Reza tersenyum. “Aku kira kamu mahir dalam segala hal!”Sonia terdiam membisu.“Kalau begitu, kita main bulu tangkis saja,” ucap Reza, lalu berjalan ke lapangan bulu tangkis.Padahal Sonia belum mengungkapkan pendapatnya, si lelaki malah sudah berjalan pergi. Sonia pun terpaksa meletakkan tasnya, dan berjalan mengikutinya.Saat pelatih Tandy sedang istirahat, dia menyadari ada yang bermain bulu tangkis di sebelah. Dia pun pergi menyaksikan permainan mereka berdua. Si pelatih bertanya pada Tandy, “Guru bimbelmu i
Reza dan Tandy sedang bermain bola pingpong, sedangkan Sonia menyaksikan di samping. Dia merasa Reza terus meliriknya. Demi tidak menimbulkan kecurigaan, Sonia langsung pergi ke area istirahat.Sonia mengeluarkan ponselnya untuk bermain gim sejenak.Cahaya matahari hari ini tidak begitu terik, tapi tubuh Sonia tetap terasa hangat ketika tersinar cahaya matahari.Reza memang sedang bermain bola pingpong, tapi dia terus mencari-cari keberadaan Sonia.Sambil menunggu Reza dan Tandy, Sonia sudah bermain dua ronde permainan. Dia menyimpan ponselnya, lalu pergi ke toilet.Tandy dan pelatih bermain selama satu jam, lalu lanjut bermain setengah jam dengan Reza. Saat ini sekujur tubuh Tandy dibasahi dengan keringat, dan dia juga sudah merasa sangat capek. Tandy langsung berlari ke area istirahat untuk mengambil botol minuman.Reza pergi menghampiri Tandy, lalu duduk di atas sofa. “Bagus, sudah ada kemajuan!”“Pokoknya aku mau dapat juara satu!” balas Tandy.Suasana hati Reza sedang sangat bagus
Reza berdiri di depan jendela lantai tertinggi Hotel Yafurni. Dia memandang pemandangan malam di luar sana dengan tatapan tajam.“Pak Reza!” Chandra berjalan mendekatinya. “Pak Irwan sudah datang!”Reza langsung mengikuti langkah Chandra. Makan malam hari ini ditraktir oleh Bos Grup Bastian, Irwan Bastian. Dia sengaja membawa putranya, Ivan Bastian, untuk menemui Reza.Ivan masuk bersama dengan seorang wanita. Ketika si wanita menemukan sosok Reza, raut wajahnya langsung berubah pucat dan dia merasa sangat gugup. Wanita itu tak lain adalah Siska.Ivan adalah penggemar Siska, dia juga sedang mengejar Siska. Demi mendapatkan wanita idamannya, Ivan sering berkunjung ke lokasi syuting, dan juga membelikan jajanan untuk kru di lokasi syuting. Semua orang dapat merasakan betapa Ivan memanjakan Siska.Namun, sikap Siska sangat ambigu. Dia tahu latar belakang keluarga Ivan cukup mapan, dia tidak berani menyinggung Ivan. Hanya saja, Siska tidak rela untuk melepaskan Reza. Bagaimanapun juga, kek
Semua kamar di lantai 45 adalah kamar president suite. Dekorasi kamar sangatlah mewah. Karpet yang dipasang di lantai koridor juga sangat tebal. Jadi, tidak terdengar sedikit pun suara langkah kaki.Siska menunggu di kamarnya sejenak. Saat tengah malam, dia mengambil kotak makanan berjalan keluar. Dia pergi mencari pelayan yang bertugas melayani lantai 45, lalu bertanya dengan tersenyum, “Permisi, di mana kamar Pak Reza? Aku datang untuk antar makanan. Sepertinya dia lagi mandi, dia nggak angkat teleponku.”Si pelayan menjawab, “Pak Reza ada di kamar 4501. Saya bawa Anda ke sana!”“Nggak usah, aku bisa sendiri!” Siska tersenyum, lalu berjalan ke kamar 4501.Siska berdiri di depan pintu dan mengetuk pintu kamar. Beberapa detik kemudian, pintu kamar terbuka. Reza menatap Siska dengan terkejut. “Ada urusan apa?”Siska mengangkat kotak makanan di tangannya sambil mengedipkan matanya. “Aku lihat tadi Pak Reza nggak begitu makan, makanya aku sengaja beliin makanan buat kamu!”“Nggak usah!” b
Panggilan itu adalah panggilan dari Sonia.Waktu itu sewaktu di klub, sikap Reza terhadap Sonia sangatlah dingin. Siska mengira mereka berdua sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Siapa sangka Reza akan menyimpan nama Sonia dengan nama sebegitu mesra.Siska refleks mengangkat panggilan, berlagak mengeluarkan suara letih, “Halo, siapa?”Orang di ujung telepon langsung terbengong. Setelah terdiam beberapa saat, Sonia baru berkata, “Aku cari Reza.”Nada bicara Siska terdengar sangat manja. “Pak Reza, ya? Dia lagi mandi, nih!”Orang di ujung telepon kembali terdiam sejenak, lalu mengatakan, “Oke, terima kasih!” Kemudian, panggilan langsung diakhiri.Siska merasa sangat gembira. Namun, dia tiba-tiba merasa takut. Dia segera menghapus riwayat panggilan Sonia, lalu meletakkan ponsel ke tempat semula.Saat Reza hampir selesai mandi, dia baru ingat bahwa ponselnya berada di luar. Dia segera mengenakan pakaiannya, baru berjalan keluar.“Pak … Pak Reza!” Siska spontan berdiri. Dia berusaha men
Saat di perjalanan, Robi menerima sebuah panggilan. Dia lalu meneruskan kepada Reza, “Pak Reza, tadi ada paparazi yang memotret di depan pintu hotel. Sepertinya dia sudah mengambil foto kamu bersama Nona Siska berjalan keluar hotel.”Reza sedang menatap keluar jendela dengan tatapan tenang. Seketika muncul senyuman sinis di wajahnya.Siska tergolong selebritas yang baru naik daun, tapi belum sampai tahap diekori oleh paparazi. Sepertinya dari semalam hingga tadi pagi, Siska hanya sedang berakting saja.Setelah memasuki dunia hiburan, orang yang awalnya berhati polos juga bakal berubah menjadi berhati licik lantaran dihasut oleh orang sekitar.Robi tidak mendapat balasan dari Reza, dia kembali bertanya, “Pak Reza, apa aku perlu mencari paparazi itu?”Baru saja Reza ingin menyuruh Robi menyogok si paparazi, dia tiba-tiba kepikiran sesuatu, dan mengubah pikirannya. “Nggak usah.”Robi merasa agak terkejut dengan jawaban Reza. Dia tertegun sejenak, lalu membalas, “Baik!”…Satu jam kemudian
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m
Saat menjelang malam, Juno baru tiba di rumah Aska.Penerbangan ke Kota Jembara dibatalkan. Dia pun menaiki pesawat terbang duluan ke Kota Samuderang. Kemudian, dia mengendarai mobil ke rumah dari Kota Samuderang. Dia kelihatan sangat buru-buru, entah siapa yang ingin dia temui?Setelah menempuh perjalanan seharian, Juno berencana kembali ke kamar untuk membasuh tubuhnya terlebih dahulu, baru pergi menemui Aska dan Jemmy.Saat melewati belakang taman, Juno pun bertemu dengan Morgan.Juno yang kelihatan letih itu menunjukkan raut hormatnya. “Kak Morgan!”“Kata Kakek Aska, kamu tidak sempat pulang hari ini. Aku tidak menyangka kamu akan pulang hari ini!” Di tengah dinginnya salju, wajah Morgan kelihatan semakin tampan. “Sudah menyusahkanmu!”Juno tersenyum datar. “Kami sudah mengerahkan seluruh kemampuan kami untuk mengumpulkan barang bukti. Semuanya berjalan lancar, tidak tergolong susah.”Kemudian, Juno bertanya, “Bagaimana kondisi Sonia?”“Dia hanya mengalami sedikit luka, kondisinya b
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,