“Ka-kamu ....” Sonia menahan rasa tidak nyaman di tubuhnya dan berkata dengan susah payah. Akan tetapi, dia seperti sedang terjebak dalam mimpi. Semakin dia ingin bicara, semakin dia tidak bisa bicara.Reza membungkukkan badan dan lebih dekat dengan Sonia, “Kamu bilang apa?”“Kamu ... pergi!” Sonia panik hingga suaranya pun bergetar. Dia takut tidak akan bisa mengendalikan dirinya dan menerkam pria itu.Mengapa Reza ada di sini? Mengapa Ranty masih belum datang juga? Apa yang Robert masukkan ke dalam araknya tadi? Padahal Sonia hanya menahan cairan itu di dalam mulutnya sebentar saja, tapi sudah memberikan efek seperti ini.Reza menoleh untuk menatap gadis itu. Setelah begitu dekat dengannya, Reza baru menyadari ada yang tidak beres dengan Sonia. Matanya spontan menyipit, “Kamu nggak mabuk, tapi dikasih obat sama orang, kan?”“Nggak usah ... ikut campur!” tukas Sonia dengan wajah cemberut, tapi kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu lemah.“Jangan berulah!”Reza berkata
Manajer menemukan beberapa pil berwarna merah muda beserta bubuk putih di dalam ruangan. Kemudian, dia menunjukkannya kepada Melvin, “Pak Melvin, perlu lapor polisi?”Robert terbaring di lantai, kepalanya terluka karena dilempar dengan botol bir. Begitu mendengar kata polisi, dia segera berdiri dengan terhuyung-huyung, “Jangan lapor polisi.”Robert takut dengan polisi lebih dari siapa pun.“Lapor polisi!” perintah Melvin. Kemudian, dia menendang Robert dan berkata, “Orang-orang kotor seperti kalian telah mengotori tempatku. Berani-berani pakai obat di sini, kamu sendiri yang cari mati.”Manajer berkata dengan hati-hati, “Kalau begitu aku akan menyerahkan rekaman CCTV kepada ....”“Hancurkan!” potong Melvin. Kemudian, dia memberi perintah sambil menunjuk perempuan di dalam rekaman, “Hancurkan semua rekaman yang ada perempuan ini. Kalau pihak kepolisian tanya, bilang saja jaringan terputus.”Manajer tidak tahu mengapa Melvin melakukannya, tapi dia hanya bisa mengikuti perintah.Setelah i
Tubuh Reza spontan menegang. Dia mencubit dagu Sonia dengan jari-jarinya, lalu berkata dengan suara serak, “Jangan pancing aku, aku juga seorang pria.”Mengesampingkan segalanya, di ruang tertutup dan panas ini, Reza seorang pria, sedangkan Sonia seorang perempuan yang terus memancingnya.Sonia mengangkat wajahnya, sepasang matanya yang berkabut memancarkan kilau. Kemudian, dia membuka bibirnya dan berkata, “Kamu lakukan saja.”Napas Reza spontan tercekat. Dia mengencangkan tangannya yang mencengkeram dagu Sonia dan bertanya dengan suara yang lebih berat dari biasanya, “Kamu tahu apa yang kamu bicarakan?”“Hmm.” Sonia hanya mengeluarkan suara gumaman. Entah itu tanggapan, atau reaksi yang tidak disengaja dari tubuhnya.Reza menatap mata Sonia dan berkata, “Aku adalah ....”Reza belum menyelesaikan kalimatnya. Sonia tiba-tiba menjinjit dan menempelkan bibirnya di bibir Reza. Setelah itu, dia membuka mulut pria itu dengan paksa.Sonia merasa kalau dia tidak melakukan apa-apa, dia akan di
Keesokan paginya. Hari sudah terang benderang ketika Sonia bangun. Dia membuka matanya dan menatap kamar yang asing itu. Setelah cukup lama dia baru ingat apa yang terjadi tadi malam.Sonia spontan menoleh, lalu mendapati dirinya hanya sendirian di tempat tidur. Sebuah pikiran tiba-tiba terlintas di benaknya. Apakah Reza juga akan melompat keluar dari jendela untuk melarikan diri?Tidak. Karena segera setelah itu, Sonia mendengar suara itu. Sonia pun menoleh ke arah datangnya suara dan melihat pria itu sedang berdiri di balkon sambil telepon dengan posisi membelakanginya.Reza mengenakan jubah mandi, bahunya lebar, kedua kakinya ramping dan panjang. Hanya punggungnya saja membuat jantung Sonia berdetak kencang.Reza sedang bertanya pada Robi, “Masih sisa berapa lama perjanjian dengan keluarga Dikara?”Sonia spontan menghitung dalam hati. Masih tersisa satu bulan lebih. Sementara itu, Robi yang berada di ujung telepon lainnya memberitahu jumlah hari yang tepat.“Hubungi keluarga Dikara
“Kamu ingin punya rumah untuk kakekmu tinggal?” tanya Reza lagi.Sonia tidak mengatakan apa-apa. Jarak mereka terlalu dekat, hingga Sonia merasa tidak bisa bernapas. Saat ini, dia seperti telah melihat sisi iblis Reza.Begitu Reza menundukkan kepala, bibirnya pun mengecup bibir Sonia. Hanya cium sebentar, lalu dilepaskannya. Suara pria itu terdengar serak dan berat, “Aku seorang pengusaha. Aku nggak akan pernah melakukan bisnis yang merugi. Satu malam ditukar dengan satu rumah. Aku agak rugi.”Reza tampak lembut dan tenang. Dua sifat yang kontradiktif menyatu, membuat ekspresi wajahnya tidak jelas saat ini. Namun, setelah dilihat lebih teliti, di dalam mata pria itu hanya ada ketidakpedulian dan aura dingin.Sonia tidak makan tadi malam, selain itu juga melakukan aktivitas berat begitu lama. Saat ini dia kekurangan asam amino sehingga tidak dapat membuat otak berfungsi normal, semuanya berantakan.Sonia tidak mengerti apa yang Reza maksud, “Apa yang ingin kamu katakan?”Reza menatapnya
Begitu pintu tertutup, wajah Sonia pelan-pelan berubah menjadi pucat. Perempuan itu mengingat kembali percakapannya dengan Reza, sedikit tidak masuk akal, tetapi dia tidak merasa bahwa tindakannya barusan sedikit berlebihan.Perempuan itu menoleh untuk mencari ponselnya. Lalu menemukan, bahwa ponselnya berada di atas lemari sedang mengisi daya, saking kosong baterainya, ponsel itu pun sampai berada di posisi daya mati.Begitu ponsel dinyalakan, notifikasi panggilan tidak terjawab dan juga pesan WhatsApp langsung menyerang ponsel tersebut.Ada dari Kelly, Bi Rati, juga Hendri yang memberikan notifikasi pesan masuk yang paling baru.Perempuan itu sudah dapat menebak, apa yang ingin disampaikan oleh Hendri kepadanya, sehingga Sonia pun membalas telepon Kelly dan juga Bi Rati terlebih dahulu.Kelly hampir menangis menerima telepon dari sahabatnya. Semalam, dia tidak sempat menjawab telepon Sonia, tapi setelah itu dirinya tidak lagi dapat mengontak sahabatnya. Kelly bahkan sampai pergi ke A
Pria itu berjalan ke depan meja, begitu melihat Sonia, wajah Robi yang biasanya terlihat datar tanpa ekspresi, tiba-tiba terlihat sedikit kaget.Sonia bangkit berdiri, lalu berkata dengan nada yang sopan, “Silakan duduk, aku sudah memesankan sebuah kopi hitam yang dingin untukmu.”Robi duduk di seberang perempuan itu, dan menatap ke arah Sonia dengan pandangan yang tajam.Rupanya seperti itu!Ternyata itu yang terjadi!Sonia hanya tertawa simpul melihat reaksi Robi. “Jangan terkejut dulu, karena perkataanku yang selanjutnya, pasti membuat kamu menjadi lebih kaget lagi.”***Kurang lebih, setengah jam kemudian, Robi dan Sonia bersama-sama meninggalkan kafe tersebut. Satu ke arah kiri, satunya lagi ke arah kanan. Masing-masing berjalan ke arah yang berlawanan, seperti orang asing.Sama sekali tidak terlihat, bahwa mereka berdua baru saja menyepakati sebuah perjanjian yang baru.Ketika kembali ke dalam mobilnya, Robi masih tidak dapat memercayai apa yang baru saja di dengarnya. Pria itu t
Selesai makan malam, ketika Sonia kembali ke kamar untuk mengepak barang-barangnya. Bi Rati masuk sambil membawakan kue, es krim, dan puding cokelat buatannya. Satu per satu makanan tersebut diletakkannya di atas meja dengan pelan. “Non Sonia, kalau Non mau memakan-makanan ini, aku akan buatkan untuk Non. Jangan beli di luar yah, Non. Di luar bahan-bahannya kurang segar.”Sonia bukanlah seseorang yang mudah terharu, tapi melihat tatapan Bi Rati yang begitu tidak tega melepas dirinya, hati perempuan itu pun tergerak. Sonia maju selangkah, lalu memeluk Bi Rati erat-erat, “Mungkin, aku masih kembali lagi nanti ….”Hidung Bi Rati berubah merah, lalu berkata dengan lembut, “Aku dan Pak Yanto akan menunggu kamu kembali.”Sonia menganggukkan kepalanya. “Hari ini aku akan mengepak baju-bajuku, lalu besok akan kembali untuk mengambilnya. Kedepannya Bibo aku serahkan kepada Bibi dan Pak Yanto, tolong jaga dia yah, Bi.”“Pasti!” jawab Bi Rati menepuk-nepuk pundak perempuan itu dengan lembut. “Kam
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m
Saat menjelang malam, Juno baru tiba di rumah Aska.Penerbangan ke Kota Jembara dibatalkan. Dia pun menaiki pesawat terbang duluan ke Kota Samuderang. Kemudian, dia mengendarai mobil ke rumah dari Kota Samuderang. Dia kelihatan sangat buru-buru, entah siapa yang ingin dia temui?Setelah menempuh perjalanan seharian, Juno berencana kembali ke kamar untuk membasuh tubuhnya terlebih dahulu, baru pergi menemui Aska dan Jemmy.Saat melewati belakang taman, Juno pun bertemu dengan Morgan.Juno yang kelihatan letih itu menunjukkan raut hormatnya. “Kak Morgan!”“Kata Kakek Aska, kamu tidak sempat pulang hari ini. Aku tidak menyangka kamu akan pulang hari ini!” Di tengah dinginnya salju, wajah Morgan kelihatan semakin tampan. “Sudah menyusahkanmu!”Juno tersenyum datar. “Kami sudah mengerahkan seluruh kemampuan kami untuk mengumpulkan barang bukti. Semuanya berjalan lancar, tidak tergolong susah.”Kemudian, Juno bertanya, “Bagaimana kondisi Sonia?”“Dia hanya mengalami sedikit luka, kondisinya b
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.