Sonia mengemudikan mobilnya, membawa Tandy dan Ferdi pulang ke kota. Sepanjang perjalanan, Ferdi benar-benar gembira. Dia berseru, "Kak Sonia, kamu hebat sekali. Aku benar-benar kagum padamu!"Tandy berkata dengan tenang, "Sudah kubilang, tidak ada masalah yang tidak bisa ditangani olehnya. Kalau ada masalah, cari saja dia."Sonia menggeleng dan tertawa. "Aku nggak sehebat itu. Aku cuma kebetulan mengenal Pak Venick."Ferdi mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu bertanya dengan mata berbinar-binar, "Kak, kamu sudah lama mengenal Pak Venick? Dia bahkan ingin menerimamu sebagai murid?""Ya, dulu aku pernah tinggal di rumah Pak Venick. Dia cuma bercanda ingin merekrutku. Pak Venick tahu aku sudah punya guru," sahut Sonia sambil mengangguk ringan."Apa gurumu lebih hebat lagi dari Pak Venick?" tanya Ferdi dengan penuh semangat."Dalam bidang seni, semua orang sama hebatnya. Pak Venick cuma suka mengasingkan diri," jelas Sonia.Ketika keduanya asyik mengobrol, Tandy memandang ke luar jendela
"Ada apa?" tanya Sonia sambil melirik kaca spion tengah.Tandy menatapnya dengan serius, lalu bertanya balik, "Aku atau Ferdi yang lebih dekat denganmu?"Sonia termangu mendengar pertanyaan ini. Kemudian, dia tertawa dan membalas, "Jadi, kamu kesal karena masalah ini?""Kata siapa aku kesal? Aku cuma penasaran kok!" bantah Tandy dengan keras kepala."Kalian berdua sama-sama adikku," ujar Sonia."Adik apanya? Kalau Paman Reza tahu, dia pasti akan menceramahimu." Tandy mendengus."Kalau pamanmu tahu kamu sepelit ini, dia pasti akan memberimu pelajaran," tutur Sonia sembari tersenyum.Tandy tiba-tiba terpikir akan sesuatu sehingga bertanya, "Kalau terjadi sesuatu padaku, kamu bakal sepanik ini juga tidak?""Menurutmu?" tanya Sonia balik sambil mengangkat alisnya.Tandy teringat saat dirinya diculik waktu itu. Sonia memang sangat panik. Setelah memikirkan ini, Tandy pun memandang ke luar jendela dan tidak bisa menahan senyumannya. Sudahlah, Sonia akan menjadi bagian Keluarga Herdian. Dia t
Reza menyunggingkan senyuman dingin dan berkata, "Aku tidak akan membunuhmu. Selain itu, kamu tidak pantas mendapat kebencianku. Yang perlu kamu lakukan hanya menjauh dariku dan Sonia.""Aku sudah menjauh dari kalian. Aku nggak pernah mengganggu Sonia lagi. Aku datang karena berharap kamu bisa melepaskan Noah. Setidaknya, tolong biarkan dia bertemu dengan bibiku," pinta Gina seraya terisak-isak."Sudah kubilang, tidak mungkin." Nada bicara Reza terdengar tegas. Dia meneruskan, "Kalau dia pulang, aku akan membunuhnya. Dia harus menanggung setiap penderitaan yang dialami Sonia.""Reza, sudah hampir tiga tahun kita saling mengenal. Kumohon, beri dia sedikit kesempatan demi hubungan kita," mohon Gina dengan tatapan sedih."Hubungan kita sudah berakhir sejak kamu mencoba mencelakai Sonia," ujar Reza dengan dingin."Reza, kamu terus menyebut Sonia sejak tadi. Apa aku nggak punya sedikit posisi di hatimu?" pekik Gina yang merasa sakit hati."Kamu tidak seharusnya menanyakan pertanyaan bodoh s
Yang membuat Gina sedih adalah Reza tetap bergeming meskipun dia sudah melukai dirinya sendiri. Ternyata, Reza bisa mencintai seorang wanita begitu dalam sampai-sampai mengabaikan orang lain. Kenapa Sonia begitu beruntung? Gina merasa tidak rela!Jenar membalut luka Gina, lalu memapahnya. Wajah Gina memucat karena kehabisan banyak darah, bahkan dia merasa pusing saat berdiri. Gina bertanya, "Apa kamu bisa memapahku ke tempat tidur? Aku mau istirahat sebentar."Melihat kondisi Gina yang lemah, hati Jenar pun melunak. Dia memapah Gina ke kamar tidur dengan perlahan. Pandangan Gina menjadi gelap saat berbaring di tempat tidur sehingga dia memejamkan matanya. Air matanya juga mengalir.Dulu, Gina sering datang ke kediaman Keluarga Herdian. Setiap kali, dia selalu membawa makanan atau hadiah untuk para pelayan. Jenar yang mengingat kebaikan Gina merasa kasihan kepadanya. Dia membujuk Gina untuk beristirahat terlebih dahulu. Jenar tidak berani memakai selimut Reza sehingga dia mengambilkan s
Gina juga memandang Sonia. Dia menarik selimut, lalu berucap sembari mengangkat alisnya, "Kamu cari Reza, ya? Jangan salah paham. Kami nggak melakukan apa-apa."Meskipun berkata demikian, tatapan dan nada bicara Gina sangat provokatif. Tandy bertanya dengan ekspresi marah, "Pamanku di mana?""Reza keluar untuk menjawab panggilan telepon. Mungkin dia ada di ruang kerja," sahut Gina."Cepat keluar dari rumahku!" bentak Tandy seraya mengepalkan tangannya dengan erat.Gina menimpali dengan ekspresi masam, "Tandy, dulu kamu nggak memperlakukanku seperti ini.""Kamu yang menggoda pamanku, 'kan?" tanya Tandy dengan dingin."Kamu tanyakan saja kepada pamanmu!" sergah Gina dengan sinis. Selesai bicara, dia melihat Reza yang berjalan masuk dari ruang tamu dan menambahkan, "Pamanmu sudah datang."Sonia berbalik dan bertatapan dengan Reza. Melihat ekspresi Reza yang terkejut, Sonia merasa kecewa. Tandy bertanya sambil memelototi Reza, "Paman, kenapa kamu berbuat seperti itu?"Reza tertegun sejenak
Sonia menepis tangan Reza. Dia berkata dengan tatapan muram, "Aku mau menenangkan diri."Reza menjelaskan, "Gina mencariku karena urusan Noah. Dia gegabah dan menggores pergelangan tangannya. Aku hanya menyuruh Jenar untuk mengobati lukanya.""Jadi, kenapa Gina ada di tempat tidurmu?" tanya Sonia.Reza menyahut seraya mengernyit, "Aku juga tidak tahu karena aku ada di ruang kerja."Sonia hanya menunduk dan tidak berbicara. Reza melanjutkan dengan ekspresi khawatir, "Tolong beri tahu aku apa yang kamu pikirkan. Jangan begini."Sonia tetap terdiam, dia bahkan tidak melihat Reza. Sementara itu, Reza menatap Sonia lekat-lekat sembari meneruskan perkataannya, "Sonia, apa kamu tidak percaya kepadaku? Kita sudah melalui banyak hal dan aku sangat mencintaimu. Mana mungkin aku menyentuh wanita lain?"Sonia memohon sambil mengerutkan kening, "Pikiranku kacau sekali. Biarkan aku tenangkan diri dulu, ya?"Reza menggenggam tangan Sonia dan menanggapi, "Aku tidak mau! Kalau ada masalah, kamu bilang
Hati Sonia juga terasa sakit. Dia menjawab, "Maaf. Mungkin ini salahku."Reza menyergah, "Aku tidak setuju! Pokoknya, aku tidak mau putus! Mengenai masalah hari ini, aku memang salah. Tapi, aku sama sekali tidak mengkhianatimu! Kalau kamu merasa tidak senang, kamu boleh mengabaikanku atau melampiaskan emosimu. Kamu boleh melakukan apa pun yang kamu mau, tapi kita tidak akan putus."Reza menegaskan, "Aku sudah pernah bilang, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi seumur hidupku. Jangan harap kamu bisa meninggalkanku, kecuali aku mati!"Suara Sonia tercekat. Dia menunduk, lalu berusaha untuk berkata, "Reza, hubungan kita nggak akan bertahan lama kalau terus menyiksa satu sama lain seperti ini."Sama seperti ketika Sonia bergabung dalam pasukan tentara bayaran. Jika ada masalah, tim harus segera dibubarkan. Kalau tidak, cepat atau lambat pasti ada anggota tim yang mati. Pasangan tidak ada bedanya dengan rekan satu tim. Hubungan antara kedua orang tentu tidak boleh bermasalah sedikit pun
Tandy menyahut, "Aku hanya takut."Reza bertanya dengan tatapan muram, "Kamu juga merasa hubunganku dengan Sonia bermasalah?"Tandy segera menjawab, "Kalau ada masalah, selesaikan saja. Bukannya semua orang yang pacaran juga seperti itu?"Reza tertawa dan menghibur, "Kamu tenang saja. Sonia pasti akan menjadi bibimu. Jangan khawatir."Tandy berpesan, "Kalau begitu, kamu harus membujuk Bu Sonia. Selain itu, kamu harus memutuskan hubungan dengan Gina.""Oke," ucap Reza. Dia mengakhiri panggilan telepon, lalu memandangi langit malam.....Sonia kembali ke rumahnya, lalu menggambar sketsa desain di ruang kerja sampai pukul 1 dini hari. Dia berbaring di tempat tidur, tetapi sama sekali tidak mengantuk. Dia terus memikirkan Gina yang berbaring di tempat tidur Reza. Sonia juga tahu Reza tidak mungkin mengkhianatinya. Hanya saja, Sonia tetap merasa kesal.Sonia terus gelisah dan dia baru tertidur pada pukul 3 dini hari. Kemudian, dia terbangun lagi saat langit mulai terang. Biasanya, Reza akan
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m