“Tentu saja, selain menjaga hubungan baik dengan sesama rekan kerja, kamu juga mesti menjaga hubungan baik dengan atasan kamu. Contohnya, kalau kamu berantem dengan tuan rumah, kamu mesti segera cari cara untuk baikan, jangan sampai memancing emosinya, nantinya dia malah akan mempersulitmu!” jelas Tandy dengan perlahan.Sonia dapat mendengar ada makna tersirat di balik ucapan Tandy, dia pun tersenyum dingin. “Jangan-jangan kamu lagi bahas masalah aku dengan Paman Reza-mu?”“Ternyata kamu tidak bodoh juga!” Tandy tersenyum menyeringai.“Omong kosong! Gimana aku bisa jadi gurumu kalau aku bodoh?”“Jangan alihkan pembicaraan. Apa kamu berencana untuk tidak meladeni Paman lagi?” Tandy mengangkat-angkat alisnya.“Dia yang lagi marah sama aku.”“Kalau begitu, seharusnya kamu merenungkan kesalahanmu, kenapa dia bisa marah?”Sonia melirik Tandy sekilas, lalu mulai berpikir sejenak. Namun, raut wajah Sonia seketika tampak emosi. “Kamu memang dekat sama pamanmu, tapi aku ini gurumu. Jadi orang j
“Sudahlah, mungkin dia lagi sibuk!” ujar Sonia, “Jangan ganggu dia lagi! Ayo kita kembali ke kamar.”“Kita sudah sampai di depan kamar!” Tandy melangkah maju, lalu menggedor pintu dengan kuat. “Paman! Paman? Ada yang ingin Bu Sonia katakan kepadamu!”Tak peduli bagaimana Tandy menggedor, tetap tidak ada yang membalas. Tandy langsung membuka pintu kamar. Lantaran pintu tidak dalam keadaan terkunci, Tandy langsung memasuki kamar.Awalnya Sonia hendak menghentikan langkah Tandy. Hanya saja, semuanya sudah terlambat.“Paman!” jerit Tandy sembari berjalan ke dalam.Sonia masih berdiri di depan pintu. “Jangan jerit lagi. Dia nggak lagi di rumah.”Setelah memeriksa isi kamar, memang tidak ditemukan batang hitung Reza. Tandy menggaruk kepalanya. “Entah kapan perginya!”Tandy masih pantang menyerah. Dia berjalan ke ruang baca sebelah, tetapi dia tetap tidak bisa menemukan sosok Reza. Rasa kecewa seketika membaluti hati Tandy. Padahal dia sudah berhasil membujuk Sonia, tak disangka Reza malah ti
Interior rumah sudah direnovasi ulang dengan tema berwarna putih. Konsep rumah ini kelihatan sangat minimalis, tetapi dapat terasa kemewahannya juga.Rumah ini memiliki ukuran dan bentuk yang sama persis dengan rumah yang ditempati Sonia. Sonia melewati rak sepatu, lalu berjalan ke dalam ruang tamu.Tampak ada karpet berwarna abu-abu muda diselimuti di atas lantai. Jadi, tidak kedengaran suara apa pun ketika Sonia melangkah.Seorang lelaki sedang berdiri di luar balkon dengan tubuh membelakangi Sonia. Si lelaki mengenakan kemeja berwarna hitam dengan celana panjang yang juga berwarna hitam. Ketika busana hitam membaluti tubuhnya yang tegap, si lelaki kelihatan semakin menawan lagi.Jarang sekali Sonia melihat dia mengenakan setelan hitam seperti ini. Aura dingin si lelaki semakin kental saja. Si lelaki menyimpan ponselnya, lalu membalikkan tubuhnya memandang ke sisi Sonia. Kedua bola mata hitam tertuju pada wajah Sonia.Saat ini Sonia juga sedang menatapnya. Entah kenapa hatinya seketi
“Bagaimana denganmu?” Reza lanjut untuk bertanya.Sonia tidak berbicara. Reza spontan mengerutkan keningnya. “Apa masih perlu dipikirkan lagi?”Sonia menyipitkan matanya, lalu berbisik, “Jawabanku sama denganmu.”Reza membalikkan tubuh Sonia untuk berhadapan dengan dirinya. Dia terus menatap wajah si wanita. “Aku akan membayar utangmu kepada Melvin, tapi kamu tidak boleh berjanji untuk memberikan apa pun kepadanya.”Sonia menggerakkan bola matanya. “Reza, apa kamu pernah kepikiran untuk putus selama beberapa waktu ini?”“Putus?” Terlintas senyuman sinis di wajah Reza. “Apa kamu pernah kepikiran untuk melepaskanku?”Sonia mengernyitkan keningnya. “Aku lagi nanya sama kamu!”“Tidak, tidak pernah sama sekali!” Tatapan Reza sangatlah tegas. Reza mencium pipi Sonia. “Aku tidak berani mencarimu karena aku tidak yakin apa kamu masih mencintaiku atau tidak. Aku tidak pernah kepikiran untuk bersikap dingin apalagi melepaskanmu. Apa sampai saat ini … kamu masih meragukan hatiku?”Sonia menyandar
“Urusan yang sangat penting.”“Baiklah! Kalau begitu, kamu cepat pulang besok pagi. Jangan biarkan Bu Sonia menunggu terlalu lama,” pesan Tandy yang merasa tidak tenang.“Iya!” Reza tersenyum datar. “Aku tutup dulu!”Setelah panggilan diakhiri, si lelaki berdiri berjalan ke dalam kamar, lalu berjalan ke sisi ranjang. Kedua lengannya menopang di dua sisi tubuh Sonia. Tatapannya berubah menjadi semakin lembut lagi. Dapat terdengar nada menyindir dari suaranya. “Tadi kamu cari aku untuk mengakui kesalahanmu?”Sonia memiringkan kepala untuk menatapnya. Dia masih kelihatan sedikit capek. “Apa kamu rasa hal itu memungkinkan?”“Aku percaya dengan Tandy!” Reza duduk di samping ranjang, lalu melihatnya. “Sini, coba kamu katakan, bagaimana caramu untuk mengakui kesalahanmu?”Sonia merasa sangat canggung. Dia menutup wajahnya dengan selimut, lalu berdeham. “Jangan ganggu waktu tidur aku!”Reza menyingkirkan selimut, lalu membungkukkan tubuhnya mencium telinga Sonia. “Seharusnya aku bersabar satu
Sonia mendengus ringan. “Apa kamu yakin ini namanya kejutan?”“Memangnya bukan kejutan?” Reza menghentikan langkahnya, lalu menindih Sonia di dinding. Dia menatap Sonia , lalu bertanya. “Jujur saja, apa jantungmu berdebar kencang ketika melihatku?”“Kalau aku bilang aku sudah menebaknya sejak awal. Apa kamu percaya?” Sonia menempelkan punggungnya di dinding.“Bagaimana kamu bisa menebaknya?” Reza mengangkat-angkat alisnya.“Karena kopi itu. Pertama, Hemiko nggak mungkin bisa bikin secangkir kopi. Jadi, aku menduga ada orang di dalam rumah. Kedua, kopi itu sangat cocok dengan seleraku, ada susu dan juga gula. Jadi, siapa lagi selain Tuan Reza?”Reza tersenyum. “Kalau kamu sudah menebaknya, kenapa kamu tidak memastikannya?”Sonia mengangkat kepalanya untuk menatap Reza. “Aku takut kamu masih marah.”Tatapan Reza menjadi lebih dalam lagi. Dia berkata dengan perlahan, “Sonia, aku tidak akan marah sama kamu. Aku hanya marah karena aku mencintaimu hingga kehilangan batasan, apalagi ketika me
“Jangan, kita tinggal di rumah masing-masing saja. Cukup bagus seperti ini!” Nada bicara Sonia sangat serius.Kening Reza berkerut. “Pokoknya kita mesti tidur di satu ranjang. Apa kamu ingin melarikan diri?”“Kata siapa mau tidur satu ranjang sama kamu?” Sonia berdiri. “Lebih baik aku tidur di rumahku saja. Sudah malam, aku pulang dulu. Selamat malam!”Reza bersandar di sofa, lalu menatap Sonia dengan tatapan muram. “Coba kamu berjalan satu langkah lagi!”Sonia membalikkan tubuhnya, lalu melayangkan tatapan menantang. “Siapa juga yang takut!”Baru saja Sonia menyelesaikan omongannya, Sonia langsung berlari ke depan pintu. Namun pintu malah dibanting si pria hingga tertutup rapat. Sonia langsung ditahan di belakang pintu. Reza menahan pundak Sonia, lalu mengecup bibirnya.Akibat dari melawan Reza sangatlah serius. Saat kesadaran Sonia hampir buyar, tetiba dia kepikiran … Reza pasti sengaja ingin balas dendam lantaran Sonia tidak menjelaskannya selama ini.….Keesokan harinya saat kelua
Sonia menunjukkan ekspresi kaget, lalu berkata dengan sengaja, “Bukannya cuma suruh Paman Reza-mu untuk foto hasil ujianmu kepada orang tuamu saja? Perlu bersikap seperti apa coba? Jangan-jangan dia nggak bersedia untuk melakukan hal segampang ini?”Tandy mengerutkan keningnya. “Apa kamu tidak tahu kalau dia lagi marah? Gimana kalau dia tidak ingin menghiraukanmu?”“Kalau dia nggak hiraukan aku, palingan aku kembali ke kamarmu saja!” Terlintas ekspresi serius di wajah Sonia.“Bu Sonia, Paman memang kelihatannya dingin, tapi sebenarnya hatinya sangat lembut. Kamu cukup bicara yang baik-baik sama dia. Dia pasti akan memaafkanmu!”“Aku juga nggak melakukan kesalahan. Untuk apa aku butuh minta maaf dia?”“Siapa suruh dia itu orangnya arogan. Meski dia bertengkar dengan Kakek, dia juga tidak pernah tunduk apalagi mengakui kesalahannya!”Alis Sonia seketika berkerut. “Oh ya?”“Jadi, kamu jangan perhitungan sama dia!” Tandy menatap Sonia dengan tatapan memelas.Melihat sikap Tandy, Sonia pun
Hallie menggeleng. “Ketika aku melihat Kakek Aska, aku merasa sangat akrab sama dia. Aku punya firasat. Kakek Aska itu kakek luarku!”Aska menatap Hallie dengan ramah. “Anak baik. Selama beberapa tahun ini, kamu pasti sudah hidup menderita di luar sana. Setelah ibumu kembali, dia pasti akan merasa sangat gembira.”“Ibuku?” tanya Hallie dengan penasaran.“Iya, aku sudah menghubungi ibumu. Dia akan segera kembali!” Suara Aska terdengar terisak-isak. “Selama beberapa tahun ini, dia tidak menikah lagi juga demi menunggumu!”Mata Hallie memerah. “Aku berharap aku bisa segera bertemu dengan Ibu!”Saat mereka semua melanjutkan obrolan mereka, langit sudah gelap. Morgan pun telah pulang. Aska segera menceritakan masalah Hallie kepadanya.Sejak kecil, Morgan sering mendengar Aska menceritakan soal Jeje. Tidak disangka setelah bertahun-tahun, malah masih bisa ditemukan.Terlebih, Sonia malah menemukannya di Hondura. Semua ini terlalu kebetulan!Morgan pun menatap Sonia dengan tatapan syok.Sonia
Sonia makan siang bersama Ranty.Saat makan, mereka berdua terus membahas soal Morgan dan Theresia. Satunya tampan dan satunya cantik. Ranty merasa sangat percaya diri terhadap perjodohannya kali ini.Di satu sisi, Sonia berharap semua bisa berjalan sesuai dengan kemauan Ranty. Namun di sisi lain, akal sehatnya memberitahunya bahwa mereka berdua tidak memungkinkan!Tentu saja Ranty tidak ingin menghancurkan rasa optimis Ranty.Selesai makan, Ranty menerima panggilan dari perusahaan. Dia pun mesti kembali ke perusahaan untuk mengurus pekerjaannya. Kebetulan Sonia juga menerima panggilan dari Mandy. Ada dua lembar desain yang memerlukan sarannya. Mandy meminta bantuan Sonia untuk merevisinya.Sonia kembali ke Imperial Garden. Setelah dia merevisi dua lembar desain, waktu setengah hari pun telah berlalu. Sonia ingin menelepon abangnya untuk menanyakan hasil kencan buta. Belum sempat dia menelepon, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Aska.“Pak Guru!” Sonia meregangkan tubuhnya, lalu berj
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m