“Sudahlah, mungkin dia lagi sibuk!” ujar Sonia, “Jangan ganggu dia lagi! Ayo kita kembali ke kamar.”“Kita sudah sampai di depan kamar!” Tandy melangkah maju, lalu menggedor pintu dengan kuat. “Paman! Paman? Ada yang ingin Bu Sonia katakan kepadamu!”Tak peduli bagaimana Tandy menggedor, tetap tidak ada yang membalas. Tandy langsung membuka pintu kamar. Lantaran pintu tidak dalam keadaan terkunci, Tandy langsung memasuki kamar.Awalnya Sonia hendak menghentikan langkah Tandy. Hanya saja, semuanya sudah terlambat.“Paman!” jerit Tandy sembari berjalan ke dalam.Sonia masih berdiri di depan pintu. “Jangan jerit lagi. Dia nggak lagi di rumah.”Setelah memeriksa isi kamar, memang tidak ditemukan batang hitung Reza. Tandy menggaruk kepalanya. “Entah kapan perginya!”Tandy masih pantang menyerah. Dia berjalan ke ruang baca sebelah, tetapi dia tetap tidak bisa menemukan sosok Reza. Rasa kecewa seketika membaluti hati Tandy. Padahal dia sudah berhasil membujuk Sonia, tak disangka Reza malah ti
Interior rumah sudah direnovasi ulang dengan tema berwarna putih. Konsep rumah ini kelihatan sangat minimalis, tetapi dapat terasa kemewahannya juga.Rumah ini memiliki ukuran dan bentuk yang sama persis dengan rumah yang ditempati Sonia. Sonia melewati rak sepatu, lalu berjalan ke dalam ruang tamu.Tampak ada karpet berwarna abu-abu muda diselimuti di atas lantai. Jadi, tidak kedengaran suara apa pun ketika Sonia melangkah.Seorang lelaki sedang berdiri di luar balkon dengan tubuh membelakangi Sonia. Si lelaki mengenakan kemeja berwarna hitam dengan celana panjang yang juga berwarna hitam. Ketika busana hitam membaluti tubuhnya yang tegap, si lelaki kelihatan semakin menawan lagi.Jarang sekali Sonia melihat dia mengenakan setelan hitam seperti ini. Aura dingin si lelaki semakin kental saja. Si lelaki menyimpan ponselnya, lalu membalikkan tubuhnya memandang ke sisi Sonia. Kedua bola mata hitam tertuju pada wajah Sonia.Saat ini Sonia juga sedang menatapnya. Entah kenapa hatinya seketi
“Bagaimana denganmu?” Reza lanjut untuk bertanya.Sonia tidak berbicara. Reza spontan mengerutkan keningnya. “Apa masih perlu dipikirkan lagi?”Sonia menyipitkan matanya, lalu berbisik, “Jawabanku sama denganmu.”Reza membalikkan tubuh Sonia untuk berhadapan dengan dirinya. Dia terus menatap wajah si wanita. “Aku akan membayar utangmu kepada Melvin, tapi kamu tidak boleh berjanji untuk memberikan apa pun kepadanya.”Sonia menggerakkan bola matanya. “Reza, apa kamu pernah kepikiran untuk putus selama beberapa waktu ini?”“Putus?” Terlintas senyuman sinis di wajah Reza. “Apa kamu pernah kepikiran untuk melepaskanku?”Sonia mengernyitkan keningnya. “Aku lagi nanya sama kamu!”“Tidak, tidak pernah sama sekali!” Tatapan Reza sangatlah tegas. Reza mencium pipi Sonia. “Aku tidak berani mencarimu karena aku tidak yakin apa kamu masih mencintaiku atau tidak. Aku tidak pernah kepikiran untuk bersikap dingin apalagi melepaskanmu. Apa sampai saat ini … kamu masih meragukan hatiku?”Sonia menyandar
“Urusan yang sangat penting.”“Baiklah! Kalau begitu, kamu cepat pulang besok pagi. Jangan biarkan Bu Sonia menunggu terlalu lama,” pesan Tandy yang merasa tidak tenang.“Iya!” Reza tersenyum datar. “Aku tutup dulu!”Setelah panggilan diakhiri, si lelaki berdiri berjalan ke dalam kamar, lalu berjalan ke sisi ranjang. Kedua lengannya menopang di dua sisi tubuh Sonia. Tatapannya berubah menjadi semakin lembut lagi. Dapat terdengar nada menyindir dari suaranya. “Tadi kamu cari aku untuk mengakui kesalahanmu?”Sonia memiringkan kepala untuk menatapnya. Dia masih kelihatan sedikit capek. “Apa kamu rasa hal itu memungkinkan?”“Aku percaya dengan Tandy!” Reza duduk di samping ranjang, lalu melihatnya. “Sini, coba kamu katakan, bagaimana caramu untuk mengakui kesalahanmu?”Sonia merasa sangat canggung. Dia menutup wajahnya dengan selimut, lalu berdeham. “Jangan ganggu waktu tidur aku!”Reza menyingkirkan selimut, lalu membungkukkan tubuhnya mencium telinga Sonia. “Seharusnya aku bersabar satu
Sonia mendengus ringan. “Apa kamu yakin ini namanya kejutan?”“Memangnya bukan kejutan?” Reza menghentikan langkahnya, lalu menindih Sonia di dinding. Dia menatap Sonia , lalu bertanya. “Jujur saja, apa jantungmu berdebar kencang ketika melihatku?”“Kalau aku bilang aku sudah menebaknya sejak awal. Apa kamu percaya?” Sonia menempelkan punggungnya di dinding.“Bagaimana kamu bisa menebaknya?” Reza mengangkat-angkat alisnya.“Karena kopi itu. Pertama, Hemiko nggak mungkin bisa bikin secangkir kopi. Jadi, aku menduga ada orang di dalam rumah. Kedua, kopi itu sangat cocok dengan seleraku, ada susu dan juga gula. Jadi, siapa lagi selain Tuan Reza?”Reza tersenyum. “Kalau kamu sudah menebaknya, kenapa kamu tidak memastikannya?”Sonia mengangkat kepalanya untuk menatap Reza. “Aku takut kamu masih marah.”Tatapan Reza menjadi lebih dalam lagi. Dia berkata dengan perlahan, “Sonia, aku tidak akan marah sama kamu. Aku hanya marah karena aku mencintaimu hingga kehilangan batasan, apalagi ketika me
“Jangan, kita tinggal di rumah masing-masing saja. Cukup bagus seperti ini!” Nada bicara Sonia sangat serius.Kening Reza berkerut. “Pokoknya kita mesti tidur di satu ranjang. Apa kamu ingin melarikan diri?”“Kata siapa mau tidur satu ranjang sama kamu?” Sonia berdiri. “Lebih baik aku tidur di rumahku saja. Sudah malam, aku pulang dulu. Selamat malam!”Reza bersandar di sofa, lalu menatap Sonia dengan tatapan muram. “Coba kamu berjalan satu langkah lagi!”Sonia membalikkan tubuhnya, lalu melayangkan tatapan menantang. “Siapa juga yang takut!”Baru saja Sonia menyelesaikan omongannya, Sonia langsung berlari ke depan pintu. Namun pintu malah dibanting si pria hingga tertutup rapat. Sonia langsung ditahan di belakang pintu. Reza menahan pundak Sonia, lalu mengecup bibirnya.Akibat dari melawan Reza sangatlah serius. Saat kesadaran Sonia hampir buyar, tetiba dia kepikiran … Reza pasti sengaja ingin balas dendam lantaran Sonia tidak menjelaskannya selama ini.….Keesokan harinya saat kelua
Sonia menunjukkan ekspresi kaget, lalu berkata dengan sengaja, “Bukannya cuma suruh Paman Reza-mu untuk foto hasil ujianmu kepada orang tuamu saja? Perlu bersikap seperti apa coba? Jangan-jangan dia nggak bersedia untuk melakukan hal segampang ini?”Tandy mengerutkan keningnya. “Apa kamu tidak tahu kalau dia lagi marah? Gimana kalau dia tidak ingin menghiraukanmu?”“Kalau dia nggak hiraukan aku, palingan aku kembali ke kamarmu saja!” Terlintas ekspresi serius di wajah Sonia.“Bu Sonia, Paman memang kelihatannya dingin, tapi sebenarnya hatinya sangat lembut. Kamu cukup bicara yang baik-baik sama dia. Dia pasti akan memaafkanmu!”“Aku juga nggak melakukan kesalahan. Untuk apa aku butuh minta maaf dia?”“Siapa suruh dia itu orangnya arogan. Meski dia bertengkar dengan Kakek, dia juga tidak pernah tunduk apalagi mengakui kesalahannya!”Alis Sonia seketika berkerut. “Oh ya?”“Jadi, kamu jangan perhitungan sama dia!” Tandy menatap Sonia dengan tatapan memelas.Melihat sikap Tandy, Sonia pun
“Nggak boleh!” Sonia langsung berdiri, lalu mengambil beberapa lembar kertas ujian dari atas meja. “Aku datang untuk jadi guru bimbel Tandy, aku nggak boleh mengecewakan sepeser pun uang yang dikeluarkan Tuan Reza!” Seusai berbicara, Sonia berjalan pergi.Reza meraih tangannya, menunjukkan tatapan manja dan juga tidak berdaya. “Padahal aku sudah menghabiskan uangku, tapi malahan aku yang merasa sedih?”“Jangan buat onar lagi!” Sonia mengerutkan keningnya. “Aku harus segera kembali.”“Waktu sore dan malammu milik aku.” Reza mengeluarkan persyaratan.Sonia berpikir sejenak, lalu menjawab, “Siang hari nanti kita makan bersama Tandy. Malam harinya, kita traktir makan Kelly.”Dulu hubungan Sonia dan Reza tidak dipublikasikan. Dia juga tidak menceritakannya kepada Kelly. Sekarang Reza sudah tinggal di seberang rumahnya. Cepat atau lambat Kelly pasti akan mengetahuinya. Jadi, alangkah baiknya mereka mentraktir Kelly untuk menjelaskan hubungan mereka.Reza mengerti maksud ucapan Sonia. Dia pun
Reza menatap bangku kosong dengan raut pucat. Dia berjalan menuju meja, melihat sebuah tablet di atasnya. Lampu di tablet itu berkedap-kedip, samar-samar memancarkan bayangan ke dinding. Ribuan gambar melintas dengan kecepatan tinggi.Jadi, gambar-gambar dalam video bersamanya sudah direkam sebelumnya. Percakapan berganti dengan sangat cepat sesuai konteks, begitu cepat hingga tidak bisa dilihat dengan kasat mata!Di layar ponsel, Sonia tersenyum tipis. “Reza, kenapa kamu diam saja?”Reza menunduk melihat Sonia di dalam layar ponsel. Kedua matanya seketika memerah. “Sonia, kenapa kamu membohongiku dengan cara seperti ini?”Sonia yang berada di dalam layar menatap Reza dengan terbengong.Reza mengakhiri video, lalu bergegas berjalan keluar.“Tuan Reza, ada yang terjadi?” tanya Indra dengan panik.Aura Reza sangat dingin. Dia melangkah dengan cepat. Saat dia hendak keluar, Jemmy bergegas ke dalam kamar. “Reza!”Langkah kaki Reza berhenti. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. Dia menundu
Reza mengangkat ponselnya untuk menghubungi Robi. Suaranya terdengar buru-buru. “Apa Yandi sedang di Kota Jembara?”Robi segera membalas, “Iya, dia masih di sana.”“Emm.”Panggilan diakhiri. Namun, hati Reza tetap terasa tidak tenang. Rasa tidak tenang itu tidak berhenti menjalar di hatinya. Tidak!Reza harus segera menemui Sonia! Dia baru akan merasa tenang setelah bertemu langsung dengan Sonia!Salju di Kota Jembara semakin lebat saja. Pesawat pribadi tidak bisa beroperasi. Reza terpaksa mengendarai mobil ke Kota Atria.…Sore harinya, Johan telah kembali dari pelabuhan. Dia bergegas ke rumah Frida. Begitu memasuki rumah, dia langsung bertanya, “Apa ada kabar dari Bos?”Frida menggeleng. “Nggak ada, dua hari ini Bos nggak kasih perintah apa pun. Dia sudah dua hari melakukan panggilan video rekayasa dengan Kak Reza.”Kening Johan berkerut. “Sudah dua hari?”“Iya!” Frida menatap ponselnya.“Apa Bos dalam bahaya?” Raut wajah Johan menjadi pucat.Frida berkata, “Kalau Bos dalam bahaya,
Raut wajah Celine menjadi pucat. Ucapan Reza bagai menamparnya di depan umum, membuatnya merasa sangat canggung.Reza bersandar di tempat duduknya dengan malas. Auranya terasa sangat dingin. “Bekerjalah dengan baik. Jangan menghabiskan waktu dalam hal yang tidak berguna. Ada banyak orang yang ingin menjadi asisten pribadiku. Kalau kamu hanya memikirkan cara untuk menjilatku saja, cepat atau lambat kamu pasti akan dieliminasi. Apa kamu mengerti?”Celine mengepal erat tangannya. Saking malunya, betapa inginnya dia menghilang dari muka bumi ini. Dia tidak berani menatap Reza lagi, langsung menunduk dan mengiakan. “Aku mengerti!”“Keluar!” Nada bicara Reza sangat datar. Dia tidak memberi Celine sedikit pun kesempatan untuk bersuara lagi.Celine segera membalikkan tubuhnya, berjalan keluar ruangan.Setelah keluar ruangan, raut wajah Celine masih kelihatan sangat canggung. Tiba-tiba terlintas kata “mengundurkan diri” dari benaknya. Dia tidak ingin muncul di hadapan Reza lagi.Bukannya Sonia
Setelah tiba di Imperial Garden, Reza melepaskan jasnya, lalu melonggarkan dasinya. Dia duduk di sofa sembari memandang rumah yang kosong ini. Hatinya seketika terasa sakit dan tidak tenang ketika kepikiran Sonia.Beberapa saat kemudian, Reza baru berhasil menenangkan dirinya. Dia memalingkan kepalanya memandang ke kamar sebelah. Dia sungguh berharap setelah pintu itu dibuka, ada Sonia di dalam sana.Jelas-jelas Reza tahu semua itu tidak memungkinkan. Namun, dia masih saja berjalan ke kamar sebelah. Begitu pintu dibuka, Reza menyalakan lampu. Gambaran familier terbayang di depan mata.Dulu, Sonia akan tinggal di sini. Biasanya Sonia suka duduk di depan balkon sembari membaca buku di malam hari. Kemudian, Reza akan mengesampingkan buku Sonia, lalu memberinya ciuman mendalam.Reza berjalan ke sisi balkon, lalu duduk di sofa. Dia melihat selembar memo yang ditempelkan di atas sana.Saat Sonia pergi, sudah berkali-kali Reza memasuki kamar ini. Hanya saja, dia tidak pernah menyadari keberad
“Oh, ya?” Celine berkata dengan nada bercanda, “Bukannya aku seharusnya dideskripsikan dengan kata sangat berkompeten? Atau asisten andal yang pintar dalam membantu pekerjaan Tuan Reza!”Reza mengangkat-angkat alisnya. Dia merasa ada yang berbeda dengan Celine hari ini.“Tentu saja! Tentu saja!” balas Iqbal dengan segera, “Kemampuan kerja asisten pribadi Tuan Reza pasti berbeda dengan asisten pada umumnya!”Para hadirin lainnya juga segera menimpali.“Sudah bertahun-tahun Nona Celine bekerja di sisi Tuan Reza. Kamu pasti sangat bisa diandalkan!”“Nona Celine bukan hanya berkompeten, tapi juga cantik sekali. Kami semua sungguh iri dengan Tuan Reza!”“Sepertinya hanya Tuan Reza saja yang sanggup mempekerjakan wanita cantik dan berbakat seperti Nona Celine!”…Ujung bibir Celine melengkung ke atas. Dia masih menunjukkan senyuman lembut di wajahnya.Reza tidak suka menghadiri acara jamuan malam, begitu pula dengan Celine. Namun malam ini, tiba-tiba dia merasa enak juga untuk menghadiri aca
Kase terus melangkah ke tempat duduk yang ditempati Sonia tadi. Dia duduk di hadapan kursi Sonia. Dia melihat Sonia hanya sempat menyesap setengah gelas minumannya, juga sepotong kue coklat yang belum sempat dimakannya. Saat Sonia menerima panggilannya tadi, Sonia pasti langsung bergegas ke istana untuk melindunginya.Kase menarik napas dalam-dalam. Hatinya terasa berat bagai ditimpa beban ratusan kilogram saja. Saking beratnya, dia pun merasa kesulitan untuk bernapas.Kase berkata kepada dirinya sendiri. Sonia hanyalah seorang wanita saja. Tidak seharusnya Kase terlalu memedulikannya. Hanya saja, sejak Sonia dibawa pergi tadi, hatinya mulai merasa tidak tenang.Tadi Rayden mengatakan dirinya ingin menggunakan Sonia sebagai objek penelitian, tidak akan membahayakan nyawanya. Namun, sebenarnya Kase paham, setelah memasuki gedung itu, Sonia tidak mungkin akan keluar lagi!Kase melihat kue coklat di atas piring. Seketika dia kepikiran dengan tatapan kecewa dan benci dari kedua mata Sonia.
Setelah melihat Kase berjalan ke dalam, Sonia baru pergi ke kafe. Dia memesan secangkir kopi dan juga sepotong kue tar coklat. Baru saja mencicipi kopinya, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Kase.Sonia mengangkatnya. “Halo?”“Ruila!” Suara Kase terdengar buru-buru. “Perbincangan tidak berakhir menyenangkan ….”Tiba-tiba panggilan terputus. Sonia langsung berdiri, kemudian bergegas keluar kafe, berlari ke istana.Sekuriti yang berjaga di depan pintu gerbang hendak menghalangi langkah Sonia. Namun, kerah pakaiannya diremas oleh Sonia. Kemudian, kepalanya dihantam keras di pintu kayu.Sebelumnya Sonia sudah pernah ke dalam. Dia cukup familier dengan letak ruangan di dalam istana. Tanpa menunda waktu, Sonia langsung berlari ke lantai tujuh. Dia langsung mendobrak pintu ruangan, kemudian tampak Kase sedang diikat di bangku. Dia menatap Sonia dengan kedua mata terbelalak lebar.“Bamm!” Pintu ruangan ditutup. Lima orang pria bertubuh kekar di belakang menyerbu ke sisi Sonia.Sonia melomp
Raut wajah Kase langsung berubah. “Kamu tahu?”“Tentu saja!”Kase memang pernah mencari faktor kematian Suki. Hanya saja, masalah kematian Suki juga tergolong rahasia di internal. Ditambah lagi Kase bukan berasal dari lingkaran tentara militer, dia pun semakin kesulitan dalam mengaksesnya.Setelah kematian Suki, semua informasi tentangnya telah dihapus. Seolah-olah Suki tidak pernah datang ke dunia ini saja. Meski telah mengerahkan banyak tenaga, Kase tetap tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun.Masalah ini sudah berlalu lama dan terus menjadi simpul di hati Kase. Sepertinya Rayden bukan hanya memahami kejadian waktu itu, dia juga menyelidikinya.Kase menyipitkan matanya menatap Rayden. Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat mengerikan!…Saat Kase kembali ke vila, Sonia masih belum tidur.Sonia baru saja selesai bertelepon dengan Reza. Saat dia hendak turun ke lantai bawah untuk minum, dia melihat Kase berjalan ke dalam rumah dengan sedikit kaget. Kenapa pulangnya cepat sekali?Kas
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang