Si lelaki menutup matanya, lalu segera memeluk ibunya. “Dia pukul aku dan cubit aku!”Amarah di hati si wanita langsung membeludak. Dia berjalan maju hendak memukul Sonia. “Beraninya kamu pukul anakku? Sini, biar aku habisi kamu!”Sonia tidak menyangka wanita ini sangat susah untuk diajak bicara. Dia malah ingin memukul Sonia. Sonia segera menggendong Yana berjalan mundur selangkah, lalu meraih pergelangan tangan si wanita. “Aku beri tahu sekali lagi. Aku nggak galaikn, apalagi pukul dia!”Tangan si wanita dicengkeram Sonia hingga tidak bisa bergerak. Dia pun menjerit, “Tolong! Ada yang pukul aku!”Orang-orang yang sedang menjaga anak langsung datang mengerumuni mereka. Ada ibu muda dan ada juga nenek yang sudah berusia tua. Mereka datang untuk melerai. Sonia melepaskan tangan si wanita, lalu berkata dengan dingin, “Seharusnya ada kamera CCTV di sini. Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa periksa rekaman CCTV. Cari tahu masalah dulu, baru marah!”Si wanita dilepas hingga terhuyung ke be
Raut wajah si lelaki tampak tidak bersahabat. Si lelaki berusia sekitar 30-an tahun. Dia mengenakan pakaian formal berwarna hitam dengan rambut disisir rapi. Dia berjalan mendekat dengan menenteng tas kerja di tangannya.Awalnya Tansri masih sedang memarahi sekuriti dan juga Sonia. Ketika melihat suaminya berjalan kemari, dia langsung menunjukkan wajah cemberutnya. “Suamiku, aku hampir mati dipukul dia!”Tatapan si lelaki menyapu ke sisi semua orang. Dia pun berbicara dengan arogan, “Siapa yang memukul istri dan anakku?”Sonia melangkah maju, lalu melirik si lelaki dengan datar. “Aku nggak pukul anakmu. Kalau istrimu, iya!”Si lelaki mengamati Sonia, lalu menunjuknya dengan ekspresi bengis. “Siapa kamu? Beraninya pukul istriku! Padahal kamu masih muda, kamu malah sudah punya anak. Kamu pasti simpanan orang!”Penampilan Sonia memang tidak seperti seorang ibu. Itulah sebabnya semua orang meragukannya.Tatapan Sonia menjadi dingin. Dia pun berkata dengan serius, “Aku cuma bilang sekali, t
Di dalam mobil polisi, Gavin menghubungi atasannya. “Pak Patrick, tolong datang ke kantor polisi di Jalan Yellow. Aku dipukul dan juga diancam. Sekarang aku lagi di perjalanan ke kantor polisi.”Panggilan diakhiri. Gavin pun duduk dengan tenang.Istri dan putranya juga tidak menangis lagi. Tansri bertanya dengan suara kecil, “Suamiku, aku rasa lelaki itu bukan orang biasa. Apa kita akan baik-baik saja?”Gavin menunjukkan senyuman menyeringai. “Dia duluan yang memukulku. Memangnya kita bisa kenapa?”Saat ini Gavin merasa sangat yakin. Nada bicaranya terdengar sinis. “Pak Patrick temanan dengan wakil kepala cabang kantor polisi. Aku pasti akan besarkan masalah ini, biar mereka bisa ditahan!”“Suamiku, kamu memang hebat!” Tansri tidak merasa khawatir lagi.Gavin berkata dengan congkak, “Berani-beraninya menyentuh istri dan anakku, aku pasti akan habisi dia!”Polisi yang mengendarai di depan sana melirik kedua pasangan dari kaca spion tengah. Tatapannya terlihat agak kalut.Setibanya di ka
“Sebenarnya aku juga nggak bermaksud untuk lepasin dia. Hanya saja, Kak Jason sudah pukul dia!” ucap Sonia dengan suara rendah. “Masalah ini nggak ada hubungannya sama kamu. Kamu tunggu di luar saja!”Tampak ekspresi kesal di wajah Reza. “Kamu takut melibatkanku dalam masalah ini?”Sonia memelototi Reza.Reza menarik napas dalam-dalam. Dia memilih untuk mengalah. “Aku janji tidak akan turun tangan lagi.”Saat Reza turun tangan tadi, Jason sudah membalikkan kepala Yana. Dia pun memelototi Tansri ketika dia menjerit bagai orang yang sudah kehilangan kewarasannya.Jason sungguh takut akan mengejutkan Yana. Dia tak berhenti menenangkan si kecil.Gavin berusaha untuk membangkitkan dirinya. Istrinya masih tak berhenti meminta polisi untuk menangkap Reza.Pihak kepolisian juga merasa sakit kepala. Sebenarnya ini bukanlah pertama kali keluarga Gavin berkunjung ke kantor polisi. Entah kenapa, keluarga Gavin seringkali bertengkar dengan tetangga. Setiap kali mereka pasti akan lapor polisi.Saat
Ponsel Gavin seketika berdering. Dia melihat layar ponsel sekilas, lalu mengangkatnya. Seketika terlukis senyuman di wajahnya.“Pak Patrick, kamu sudah datang belum? Apa kamu datang bersama wakil kepala cabang? Oke, oke, oke! Aku lagi di kantor polisi. Maaf sudah merepotkanmu!”Setelah berbicara panjang lebar, panggilan pun diakhiri. Senyuman di wajah Gavin semakin lebar lagi. “Kalian tunggu mati saja!”Sonia berbisik pada Jason, “Apa Perusahaan Disma itu hebat sekali?”Jason sendiri juga bingung bagaimana menjawabnya. Dia hanya menjawab, “Lumayan!”Sonia tersenyum dingin. “Bisa sebagus apa coba? Karyawannya saja seperti ini!”Reza yang sedang berdiri di belakang Sonia tak kuasa tersenyum. Dia lalu melirik wajah canggung Jason.Sonia melihat Reza dengan bingung. “Kenapa senyam-senyum?”Reza berdeham, lalu menyembunyikan senyumnya. “Tidak senyum lagi.”…Di Kompleks Anggrek.Linda telah kembali dari belanja bahan makanan. Dia menyadari ada banyak orang yang berkumpul di dalam kompleks.
Gavin juga merasa syok ketika melihat sikap hormat Patrick. “Pak Patrick, kamu ….”Patrick memelototi Gavin, lalu berkata, “Apa kamu buta? Apa kamu tidak kenal dengan presdir grup kita!”“Presdir?” Gavin terbengong melongo.Wakil kepala cabang mengenali Reza. Dia berkata dengan sungkan, “Pak Reza, kenapa kamu bisa ada di sini?”“Kekasihku dihina dan dilaporkan ke kantor polisi. Jadi, aku datang untuk melihat apa yang terjadi.” Nada bicara Reza sangatlah datar. Dia langsung merangkul pundak Sonia.Sekujur tubuh Sonia menjadi tegang. Dia juga tidak mungkin menepis tangan Reza di hadapan banyak orang. Jadi, dia hanya bisa memilih untuk bersikap tenang.Jordy segera bertanya pada anggotanya, “Apa yang terjadi?”Saat ini, para polisi sungguh merasa beruntung lantaran tidak berbicara kasar terhadap Reza dan yang lain. Mereka hanya menjelaskan apa yang terjadi.Selesai Patrick mendengar, dia langsung memarahi Gavin, “Anak perempuan itu masih kecil, anakmu malah mendorongnya dari atas seluncur
Gavin juga tidak peduli dengan semua itu. Dia segera berlari ke hadapan Jason, lalu menampar wajahnya sendiri. “Pak Jason, aku sungguh tidak tahu apa-apa. Istriku meneleponku memberi tahu bahwa putraku dipukul. Dia mendesakku untuk pulang. Kalau aku tahu putraku mendorong anak perempuan ini, aku pasti akan memukulnya!”“Saat kamu marah Sonia, aku lihat kamu kasar sekali!” Tidak terlihat ekspresi apa-apa di wajah Jason. Hanya saja, auranya terasa mencekam.Gavin kembali menampar wajahnya lagi. “Aku memang berengsek. Aku tidak mencari tahu apa yang terjadi, malah sembarangan memarahi orang. Aku memang pantas mati!”Jason menggendong Yana, lalu membalikkan tubuhnya. Dia tidak ingin menghiraukan Gavin lagi.Saat ini, Gavin terpaksa memelas Patrick. “Pak Patrick, tolong bantu aku. Aku adalah manajer perusahaan. Coba bilang sama Pak Jason.”“Iya, kamu memang mahir dalam bekerja, tapi karaktermu bermasalah. Coba kamu lihat betapa arogannya kamu di rekaman CCTV itu!” omel Patrick.“Aku tahu ak
Sonia mengakhiri panggilan, lalu lekas berjalan menghampirinya. “Kenapa kamu ke sini?”“Tadi Bi Linda telepon aku. Dia bilang kamu dan Yana dibawa ke kantor polisi. Kamu nggak kenapa-napa, ‘kan? Di mana Yana?” tanya Kelly dengan mengerutkan keningnya.Tatapan Sonia tampak rumit. Dia memalingkan kepalanya melihat Jason yang syok itu. “Yana … ada di sana!”Kelly mengangkat kepalanya, lalu tatapannya tak sengaja berpapasan dengan mata Jason. Dia spontan melangkah mundur.Jason terus menatapnya. “Kelly!”Kali ini Jason baru sadar. Dia menunduk melihat Yana di dalam pelukannya. Hatinya terasa kacau. “Yana itu anak kamu?”Yana melihat kedatangan Kelly. Dia pun memanggil dengan gembira, “Ibu! Ibu!”Raut wajah Jason seketika berubah. Kenapa dia tidak kepikiran? Kelima indra Yana terasa sangat familier baginya. Sementara itu, Sonia juga terus memberitahunya bahwa Yana adalah anak temannya. Sonia suka menyendiri. Dia tidak memiliki banyak teman. Kenapa Jason tidak kepikiran sosok Kelly?Mungkin
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m
Saat makan malam, Rose sudah kelihatan bersemangat saat turun ke lantai bawah. Ketika melihat Juno, dia pun memberi salam dengan terkejut, “Juno, kapan kamu pulangnya?”Juno tidak ingin menghiraukan Rose. Dia hanya melirik Rose sekilas, lalu membalikkan tubuhnya berjalan ke ruang makan.“Kenapa malah nggak hiraukan aku?” Rose mengejarnya. “Apa hanya karena aku nggak tunggu kamu, lebih dulu kembali dari Kota Kibau saja? Aku merindukan Sonia!”Langkah kaki Juno semakin cepat lagi. Dia masih saja tidak berbicara.“Kenapa, sih!” Rose mengejar, lalu mengadang di hadapan Juno. Dia memutar bola matanya dan bertanya, “Jangan-jangan kamu marah karena aku tidur di ranjangmu?”Bola mata di balik kacamata Juno kelihatan dingin dan datar. “Aku takut kamu tular flumu ke aku, boleh, ‘kan?”“Aku malah mau tularin ke kamu!” Rose membelalakinya. “Biar kita sama-sama sakit. Namanya juga senasib sepenanggungan!”Juno menatap Rose, lalu mengangkat tangannya untuk memegang kening Rose. “Apa kamu masih demam?
Tenggorokan Juno bergerak. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Rose.Rose malah langsung membukanya lagi. “Panas! Panas sekali!”Juno kembali menarik selimut, lalu menahan Rose tidak mengizinkannya untuk bergerak. Keningnya sendiri juga ikut berkeringat.Biasanya orang yang demam akan merasa kedinginan. Kenapa Rose malah berbeda?Juno mencari pakaian Rose, lalu memasukkannya ke dalam selimut. Dia meraba-raba mulai memakaikan pakaian di tubuh Rose. Meskipun hendak memanggil pelayan, Rose juga mesti duluan mengenakan pakaiannya. Jika tidak, bagaimana pemikiran orang lain ketika melihat Rose tidak mengenakan apa-apa di dalam kamarnya?Mungkin karena merasa gugup dan tidak pernah membantu orang lain untuk mengenakan pakaian dalam, Juno pun meneliti beberapa saat baru berhasil mengenakannya. Di antaranya, tentu saja tersentuh bagian yang tidak seharusnya tersentuh. Juno memaksakan dirinya untuk menganggap Rose sebagai anak kecil yang baru datang ke rumah Aska saja.Pada akhirnya, Juno m