Jalinan waktu terus berjalan. Jumat pagi, Utari dan Agus mendatangi kantor Fillmore Company. Mereka mewakili Rangga yang masih dalam perjalanan pulang dari Swiss. Utari berusaha untuk bersikap tenang saat berjumpa Kiano. Dia membalas tatapan pria bersetelan jas abu-abu dengan memasang ekspresi wajah santai. Selama hampir 60 menit berikutnya, Utari memfokuskan pandangan pada manajer operasional perusahaan itu, yang tengah menjelaskan proyek mereka yang telah usai pengerjaannya. Utari turut bertepuk tangan ketika Patrick Fillmore menyalami sang manajer operasional, yang dianggap berhasil menuntaskan proyek tepat waktu. Setelah rapat dibubarkan, Utari berdiri dan mendatangi Patrick. Dia menyampaikan pesan dari Tio, yang tidak sempat bertemu dengan Patrick saat kunjungannya tempo hari. "Apa Tio sudah pulang ke Jakarta?" tanya Patrick. "Beliau sudah di pesawat, dalam perjalanan ke sana," terang Utari. "Tidak ke sini lagi?" "Tidak, Pak." "Kapan kira-kira dia akan datang kembali?"
Damsaz menggaruk-garuk dagunya yang ditumbuhi janggut pendek, sesaat setelah mendengar penuturan Heru, mengenai jadwal kunjungan kerja semua cucu keluarga Dewawarman. Tugas Damsaz kian bertambah, karena ada proyek baru di New Zealand, yang baru diikuti Sekar, selaku perwakilan Dewawarman Grup di sana. Kondisi Sulistiana yang berulang kali drop tiba-tiba, menjadikan Sekar terpaksa lebih sering berada di Jakarta. Sedangkan Maudy sudah terlalu banyak memegang proyek, begitu pula dengan Tohpati dan Heru. Nirpataka dan Naysila yang bertugas seputar Indonesia, sudah tidak bisa lagi bergerak dinas ke luar negeri. Hingga akhirnya Damsaz yang terpaksa menanggung beban kerja itu. Heru sudah sangat sibuk memegang tugas di Eropa. Demikian pula dengan Tohpati yang makin sering bolak-balik ke Kanada. Sedangkan Atalaric menangani wilayah Asia. "Tari diminta pulang aja, Mas. Biar dia nemenin Naysila di sini dan Nirpataka bisa ikut bantu dinas ke luar negeri," usul Damsaz. "Biarkan saja Tari di
"Va," panggil seorang pria dari belakang. Avariella spontan menoleh. Dia tertegun menyaksikan Damsaz tengah bersama seorang perempuan bermata besar, yang tengah menatapnya dengan penuh minat. "Hai." Avariella memaksakan menyapa, meskipun sebenarnya dia enggan untuk beramah tamah. "Sendirian?" "Enggak. Aku sama teman-teman. Mereka lagi ke toilet." "Oh, ya, perkenalkan. Ini, Kyle, temanku." Damsaz mengarahkan pandangan pada perempuan berkemeja kuning muda di sebelah kanannya. "Kyle, ini, Avariella. Adiknya Mas Reiga," ungkapnya. "Halo." Kyle menyalami perempuan muda yang tengah menyandar ke dinding."Hai, Kak. Salam kenal," balas Avariella. "Aku ke toilet dulu. Kalian lanjut aja ngobrolnya," papar Kyle."Jangan lama-lama, Honey. Kita ditunggu Mas Harry di bioskop," kelakar Damsaz yang menyebabkan Kyle memutar bola matanya. Avariella mengamati perempuan yang harus diakuinya cantik, hingga Kyle menghilang di balik pintu toilet. Avariella mengalihkan pandangan ke kiri dan sengaja m
Grup Tim PBK London Hisyam : Selamat datang, @Justin, @Kamil, @Zaidan, @Azmari, @Darda. Beni : Selamat bergabung, Adik-adik. Valdi : Semoga betah. Syafid : @Azmari. Aku kangen! Azmari : Halo, @Syafid. Salam kenal buat para senior. Justin : Akhirnya bisa gabung dengan tim senior favoritku. Frank : @Justin, mau dikemplang lagi sama Hisyam? Justin : Enggak, @Bang Frank. Ampun! Aku sudah jadi anak saleh. Robi : Sejak kapan Papa mertuaku berubah nama dari Nazran ke Saleh? Kurniawan : Bang Robi, ngigau? Lazuardi : Mungkin Bang Robi stres nggak tidur dua hari. Fattah : Kenapa? Lagi tegangkah di rumah Pak Jerome? Frank : Enggak. Tapi Robi insomnia. Gara-gara nonton blue film. Fatma : Apalah ini para cowok? Ngeselin!Puspa : Ada ladies, Gaes. Kimora : Mas @Justin. Sudah di bandara Cengkareng? Justin : Ya, @Kim. Lagi nunggu masuk ke pesawat. Kimora : Pesananku dibawa? Justin : Ada. Tadi dipacking double sama Bang Qadry. Pake cooler box. Zaidan : Hai, salam kenal semuanya. Ka
Mendekati perempatan, seunit mobil Jeep hitam muncul dari arah berlawanan. Tommy mengerutkan dahi ketika sopir mobil Jeep mengedip-ngedipkan lampu dengan cepat. Sedetik berikutnya barulah Tommy sadar bila orang itu tengah membentuk kode morse. Tommy merunut huruf, kemudian dia menepuk pundak kiri Dandi. "Mas, mobil di seberang meminta kita belok ke kanan," tuturnya. "Tapi, arah kantor Om Patrick di depan," sanggah Dandi. "Ikuti aja kode morsenya. Mungkin mereka orang kiriman Pak Patrick." Dandi berpikir cepat, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran Tommy. Kondisi ban yang makin parah menyebabkan mobil kian sulit dikendalikan. Tiba di perempatan, Dandi membanting setir ke kanan. Mobil yang oleng menyebabkannya terpaksa menepi ke pinggir jalan. Tommy menoleh ke belakang. Dia membatin ketika mobil penguntit juga turut berhenti beberapa meter di belakang kendaraan mereka. Tommy menelan ludah, karena yakin jika sebentar lagi dia terpaksa bertarung dengan orang-orang tersebu
Keempat pria berbeda tampilan, terlihat serius berdiskusi di ruang kerja kediaman Patrick Fillmore. Sementara pemilik rumah menunggu di ruang tengah bersama keluarganya. Irena berulang kali menggerutu saat melihat luka-luka dan lebam di tangan keponakannya serta Dandi. Perempuan paruh baya tersebut kian membenci kelompok Macaire yang berani menyerang Kiano, Dandi dan Tommy tadi siang. Ketiga anak Patrick juga turut marah, karena sepupu mereka terluka akibat dikeroyok para penguntit. Ketiga remaja itu saling melirik ketika mendengar percakapan Papa mereka dengan seseorang yang diduga sebagai Farabi, melalui sambungan telepon jarak jauh. Puluhan menit terlewati, keempat pria keluar dari ruang kerja. Mereka melangkah menuju ruang tamu dan duduk di beberapa kursi tunggal. Setelah Patrick, Irena, Kiano dan Dandi bergabung, Hisyam menerangkan hasil percakapannya dengan Keane, Samuel dan Carlos. "Ya, lakukan saja. Saya akan mengikuti rencana kalian," cakap Patrick. "Besok saya akan menem
Jalinan waktu terus berjalan. Sore itu, acara terakhir diklat dilaksanakan dengan serius. Semua peserta membentuk kelompok beranggotakan 5 orang, kemudian mereka diminta menunjukkan bela diri dengan disaksikan banyak orang. Selain pelatih dan panitia, beberapa pengusaha rekanan PBK juga turut diundang untuk menyaksikan acara tersebut. Hisyam sengaja melakukan itu sebagai cara promosi yang menurutnya paling efektif. Keyakinan Hisyam terbukti. Seusai acara, Philips Beauregard dan rekan-rekannya menyebut hendak menambah pengawal untuk keluarga mereka. Beni dan Lazuardi bergegas mencatat orderan. Mereka sangat senang dengan permintaan ajudan tersebut, karena akhirnya bisa menempatkan lulusan lainnya yang belum mendapatkan unit kerja. Puluhan menit terlewati. Semua tamu telah pulang. Nasir mengajak seluruh peserta untuk duduk bersila di rumput dan melakukan sesi sharing, sekaligus beristirahat. Tiba-tiba Anwar berdiri dan memberi hormat. "Komandan Hisyam, izin sparing!" serunya yang m
Hari berganti. Pagi itu upacara penutupan diklat dilaksanakan dengan khidmat. Semua peserta terlihat semringah, karena telah berhasil menyelesaikan pendidikan dan pelatihan yang berat selama 3 pekan full. Hisyam turut menyampaikan pidato. Dia memandangi seluruh peserta diklat, lalu meneriakkan slogan PBK yang dibalas semua orang dengan semangat. Selanjutnya, Aditya yang menjadi ketua panitia, membacakan urutan 10 peserta terbaik. Hadirin bersorak ketika satu per satu peserta maju sambil tersenyum lebar. Mereka akan mendapatkan piagam, uang tunai dan souvenir khas PBK.Sembilan laki-laki dan satu perempuan berseragam safari hitam, berbaris di depan podium. Mereka menerima hadiah dari Aswin dan Nasir yang mewakili petinggi PBK serta PB. Selanjutnya, semua panitia dan pelatih turut bergabung dengan kesepuluh lulusan terbaik. Mereka dipotret fotografer sewaaan, kemudian mereka berdiri berjejer untuk bersalaman dengan seluruh peserta. Isak tangis mewarnai acara tersebut. Banyak peserta