Hisyam memerhatikan gadis berambut panjang yang sedang mencoba beberapa cincin bermata putih. Pria berambut tebal menghela napas berat, lalu mengembuskannya sekali waktu. Hisyam terus mengamati Utari yang tampak bahagia bisa mengenakan perhiasan berkilau berlian asli. Hisyam mengeluh dalam hati kala sang nona memilih cincin yang harganya paling mahal. Pria berhidung bangir mengambil dompet dari saku celana. Hisyam mengeluarkan kartu kredit dan memberikannya pada Utari. "Buat apa?" tanya Utari sambil menatap kartu itu. "Bayar cincin," jelas Hisyam. "Enggak usah. Ini aku bayar sendiri." "Tapi, ini buat memuluskan sandiwara." "Makanya aku yang bayar. Ini ideku, jadi aku yang harus keluar uang." "Aku jadi nggak enak, karena nggak ada kontribusinya." Utari tersenyum. "Abang bisa bantu bayar biaya tiket masuk tempat wisata di Spanyol. Aku pengen ke tempat yang direkomendasikan Kak Mira." "Yang mana?" "Mirador De Artxanda." Hisyam mengangguk paham. "Di situ pemandangannya bagus m
27Malam pertama di Bilbao, Edmundo Baltissen mengajak semua tamu bersantap di restoran baru. Javier Benedicto dan Jose Luiz juga hadir bersama pasangan masing-masing. Sepanjang acara makan, Hisyam dan teman-temannya bergantian menerangkan tentang orang-orang di London. Dreena dan Vanessa tidak ikut pulang ke Bilbao, karena mereka sudah ke sana bersama Alvaro beberapa waktu lalu. Hugo meminta kepala pengawalnya, yakni Leon, untuk memvideokan acara itu dan mengirimkannya pada Alvaro serta Gustavo. Sebab waktu di Bilbao lebih lambat 5 jam dari Jakarta, Alvaro baru melihat video itu seusai salat Subuh. Komisaris 4 PBK mengulum senyuman menyaksikan berbagai gaya keluarga dan kerabatnya, di kampung halaman sang babah. Alvaro meneruskan video itu ke grup khusus Power Rangers dan beberapa grup lainnya. Kemudian dia keluar dari kamar untuk melakukan joging bersama Arjuna. Hal yang selalu dilakukannya jika penghujung minggu tiba.Matahari pagi bergerak naik sepenggalah. Wirya menelepon A
Kedua kelompok saling berhadapan. Leon berusaha menahan diri untuk tidak bersikap keras pada regu pimpinan Laurencius. Begitu pula dengan Jorge dan rekan-rekannya. Mereka berdiri di belakang Leon yang sedang berdebat dengan Laurencius. Miranda muncul dari dalam rumah bersama Utari. Perempuan berambut pirang gelap mendatangi kerabat jauhnya sembari mengepalkan kedua tangan membentuk tinjuan. Hisyam dan Beni segera menahan Miranda yang merengsek maju. Namun, perempuan tersebut berhasil meloloskan diri hingga tiba di depan Laurencius. "Kakek sedang istirahat. Kalian, pergilah!" titah Miranda menggunakan bahasa Spanyol. "Ipar cantikku, apa kabar?" tanya Laurencius sembari menyentuh lengan kiri Miranda yang spontan menepisnya. "Aku bukan iparmu. Kita tidak punya hubungan apa-apa. Terutama sejak Papa mertuamu berkhianat!" "Papa tidak seperti itu. Dia hanya ingin mendapatkan hak bagiannya." "Bagiannya sudah habis di meja judi! Dia mau merampas bagian mamaku dan Bibi Serafina!" "Bibi
Hari terakhir di Bilbao, Hisyam dan Utari melakukan pemotretan serta video durasi pendek, sebagai bentuk totalitas mereka menjadi pasangan yang akan segera menikah. Hisyam yang difoto terlebih dahulu, mengikuti arahan fotografer yang sengaja disewa, agar hasilnya bagus. Pria bertuksedo hitam bergaya dengan cukup luwes seraya tersenyum. Kala Utari muncul dari ruang ganti, Hisyam tertegun. Baru kali itu dia melihat sang gadis berdandan. Sebab biasanya Utari hanya menggunakan bedak dan lipstik nude, serta eye shadow cokelat.Gadis bergaun panjang abu-abu muda mengayunkan tungkai mendekati Hisyam. Utari berdiri di samping kanan lelaki tersebut sembari merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Buketnya ketinggalan," tutur Beni sembari memberikan buket bunga kecil pada Utari. "Sudah siap?" tanya sang fotografer menggunakan bahasa Inggris. Hisyam mengacungkan jempol kanan, lalu dia memposisikan diri di belakang Utari. Hisyam memegangi tangan kanan sang nona, sementara tangan kirinya mene
Miranda dan Edmundo melambaikan tangan untuk melepas keberangkatan tim Hisyam menuju London. Miranda tidak turut ke sana, karena dia hendak melakukan terapi buat menurunkan emosi. Leon dan Carlos yang mengantarkan kelima orang tersebut ke bandara, berbincang mengenai banyak hal, terutama tentang keluarga Macaire. Carlos yang sudah belasan tahun bersama keluarga Baltissen, sangat memahami pertikaian kedua marga tersebut, yang dimulai sejak Calinda Finola Macaire bersitegang dengan kakaknya, Felipe. Carlos yang merupakan Kakak kelas Hugo, Bertrand, dan Guiterre, menjadi salah satu saksi berbagai usaha Felipe untuk menjegal Calinda dan Gustavo, yang dianggap sebagai penguasa harta keluarga Macaire. Setelah Calinda wafat, Gustavo kembali ke Indonesia untuk mencari Ira dan putranya, yang ditinggalkan sejak puluhan tahun silam atas permintaan Edmundo. Hal itu dimanfaatkan Felipe untuk mencoba mengganggu bisnis keluarga Baltissen. Namun, Jose Luiz dan Javier Benedicto beserta beberapa r
Pesawat yang ditumpangi tim Alvaro mendarat di bandara Bilbao, Jumat malam waktu setempat. Bertrand dan Guiterre menjemput mereka, sesuai permintaan Alvaro.Edmundo dan kedua cucunya sama sekali tidak mengetahui kedatangan kelompok tersebut. Mereka juga tidak tahu jika Bertrand dan yang lainnya sengaja menutupi hal itu. Sepanjang perjalanan menuju kediaman Jose Luiz, Gustavo dan Alvaro banyak bertanya pada Bertrand yang ditemani ajudannya, Vincente. Hal serupa juga dilakukan Wirya dan Yoga yang berada di mobil kedua. Guiterre dan pengawalnya, Miguel, menjelaskan kabar terbaru yang mereka dengar dari Carlos serta Leon. "Yanuar tidak ke sini?" tanya Guiterre. "Enggak. Dia lagi keliling Asia Tenggara sama Aswin, Galang dan Salman," jawab Wirya. "Akhir bulan nanti dia datang sama rombongan PC," sambung Yoga. "Berapa orang yang datang?" desak Guiterre. "Sama pengawal, sekitar 40 sampai 50 orang," terang Wirya. "Banyak juga." "Tiga hari di London, setelah itu mereka nyebar ke Peran
Grup Rahasia TigaZulfi : Astagfirullah. Grup apalagi ini? Wirya : Si bule demen banget bikin penuh grup di hape nomor umum. Yoga : Sama grup ini, total ada 30 grup di hape putih. Andri : Di aku, ada 35 grup. Haryono : Harusnya di nomor khusus Power Rangers Alvaro : Enggak bisa, @Andri. Hisyam dan yang lainnya nggak gabung di sana. Yanuar : Heh! Kalian bertiga ke Bilbao kagak ngomong-ngomong! Benci aku! Alvaro : Berisik! Elu kerja aja yang benar, @Sipitih! Yanuar : Kenapa gue ditinggal? Alvaro : Elu, kan, akhir bulan nanti bakal ke London. Jadi yang sekarang elu kagak usah ngikut. Zulfi : Berhenti protes, @Sipitih! Andri : Ho oh. Aku nggak diajak, tapi nggak ngomel-ngomel. Haryono : Lama-lama Yanuar jadi makin mirip Emak Ira. Wirya : Memang emaknya itu. Mungkin ketukar sama Varo. Hugo : Dan aku kaget, Abang kesatu, ketiga dan empat datang nggak kasih info dulu! Alvaro : Kalau kami ngomong, nanti nggak surprised lagi, @Hugo. Hugo : @Carlos. @Leon. @Hisyam. @Beni. Kelua
Seorang pria bergegas keluar dari terminal kedatangan bandara Heathrow London. Dia memutuskan untuk menaiki kereta api untuk menuju pusat kota. Lelaki bercelana kargo hijau tua, mengayunkan tungkai menyusuri lorong panjang menuju stasiun bandara. Dia mengecek jadwal keberangkatan di billboard, kemudian meneruskan langkah hingga tiba di pintu masuk. Sekian menit berlalu, pria berjaket parka dan topi bisbol hitam, telah berada di gerbong kereta yang tidak terlampau banyak penumpangnya . Dia menyampirkan ransel ke pundak kanan. Terbiasa bersikap waspada, membuatnya memindai sekitar setiap beberapa menit. Perjalanan berakhir 30 menit di dekat distrik utama. Pria berkulit kuning langsat keluar dari kereta dan jalan cepat menuju stasiun. Dia menghentikan taksi, lalu meminta diantarkan ke salah satu gedung perkantoran di kawasan bisnis Southwark. Setibanya di tempat tujuan, pria tersebut keluar dari taksi yang berhenti di tepi jalan. Dia mengayunkan tungkai menuju gerbang depan pusat per