Tahap tiga besar tersisa hanya Janu, Malya, dan si anak bertelanjang dada. Mereka bisa dianggap sebagai tiga anak terkuat dari tiga puluh dua anak yang lolos menjadi murid Perguruan Pinus Angin. Janu, memiliki kelincahan dan taktik serang yang jitu. Malya, gadis dengan ilmu dan jurus jurus yang mematikan. Serta si anak bertelanjang dada, memiliki daya tahan dan serangan yang sangat kuat.
Pertandingan terakhir itu dilakukan secara langsung, ketiganya masuk ke dalam arena. Disana mereka saling dihadapkan langsung, dilihat siapa yang gugur terlebih dahulu, dan siapa yang bertahan di akhir pertandingan.
"Perkenalkan! Namaku Malya, cucu dari Ki Ekadanta." Malya membuka percakapan.
Malya tersenyum kepada kedua lawannya. Matanya menyiratkan hasrat untuk bertarung. Dia seperti seekor macan betina yang ganas saat menjaga anaknya.
"Salam kenal! Aku Janu, dari Kademangan Janti." Ujar Janu tegang.
"Oh, kau dari Janti juga rupanya! Sama seperti anak yang bernam
Dua hari berlalu saat rombongan tiba di Perguruan Pinus Angin. Sepanjang perjalanan mereka melewati hutan yang sangat lebat. Disini mereka bisa dipastikan akan kehilangan arah apabila tidak ada murid perguruan yang menuntunnya. Matahari sebagai penunjuk arah pun hampir tidak tampak tertutup dedaunan yang lebat.Dari hutan lebat itu mereka terus menanjak, melewati beberapa aliran sungai kecil, lembah berkelok, hingga tiba di lautan pinus di lereng sebuah gunung. Barulah dari atas sana matahari sebagai penunjuk arah akhirnya terlihat jelas. Di lautan pinus, terdapat sebuah gapura besar yang dijaga dua patung Kala bertangan enam.Seorang lelaki muda berusia sekitar dua puluhan tahun berdiri menunggu di dekat gapura. Tampaknya dia sedang menunggu kedatangan rombongan murid baru. Wajahnya cerah saat melihat Suli berada di depan rombongan memimpin anak anak menuju ke perguruan."Kak Suli! Terimakasih sudah menjaga rombongan sampai kemari. Sekarang kakak beristirahat,
"Kak, senjata mistis itu apa?""Akan aku jelaskan! Senjata terbagi menjadi beberapa tingkatan berdasarkan energi dan aura yang ada di dalamnya. Sebelum ini senjata yang kalian kenal selama ini hanyalah senjata biasa tanpa energi dan aura apapun.""Nah, untuk tingkatan dasar adalah senjata tanpa aura seperti yang kalian kenal. Lalu selanjutnya adalah senjata mistis. Senjata ini hanya bisa menyalurkan energi dari tubuh si pengguna, tanpa bisa menyimpan atau memiliki kemampuan khusus tersendiri. Jadi apabila si pengguna menggunakan jurus energi api, maka senjata ini akan menyerap energi si pengguna dan mengeluarkan energi tersebut menjadi berlipat.""Yang ketiga adalah senjata bumi. Senjata tingkat ini mampu menyimpan energi dan aura dari alam, jadi energi pengguna tidak akan terserap habis oleh senjata tersebut. Selanjutnya adalah senjata langit, dimana daya serang dan kemampuannya jauh diatas senjata bumi. Senjata ini memiliki daya hancur yang sangat luas dan dap
Rombongan kembali melanjutkan perjalanan melewati hutan pinus. Sesaat di depan mereka tampak sebuah lapangan kecil yang dikelilingi pepohonan pinus berjejer rapi. Di tengah tengah lapangan ada sebuah batu besar pipih, disekelilingnya tumbuh bunga bunga beraneka warna, semakin mempercantik suasana."Nah, ini adalah taman asoka, salah satu tempat bagi para guru dan sesepuh memberi wejangan kepada para murid. Apabila para sesepuh dan guru tidak sedang bermeditasi atau melakukan urusan, mereka akan bergantian memberikan ilmu disini.""Kak, apakah ada waktu waktu tertentu para guru datang kemari? Bagaimana kita tahu kapan para sesepuh dan guru datang kemari?" Tanya salah satu anak."Biasanya para sesepuh dan guru datang kemari setiap dua malam purnama. Namun apabila sang guru tidak datang karena suatu hal mendadak, maka murid inti yang dituakan akan menggantikan mereka disini." Jelasnya."Nah, tadi siapa yang bertanya tentang tingkat penyerapan energi? Begini,
"Kak Atraman, aku mau bertanya. Apabila ada dua orang di tahap berbeda bertarung, apakah orang di tahap lebih rendah bisa mengalahkan orang di tahap lebih tinggi?" Seorang anak bertanya."Mana mungkin bisa!" Sahut anak yang lain."Hmm... Itu bisa saja terjadi. Menurutku ada beberapa hal yang membuatnya mungkin. Yang pertama adalah karena pengalaman bertarung yang lebih banyak. Yang kedua adalah karena adanya suatu kondisi tertentu, seperti keracunan, kutukan, atau apapun yang melemahkan musuh. Dan yang ketiga adalah karena bakat.""Disini kalian jangan pernah sekalipun meremehkan bakat. Bisa saja seseorang yang kalian anggap lemah mengalahkan mereka yang tampak lebih kuat. Biasanya mereka memiliki suatu bakat yang unggul seperti kecerdikan, taktik, kesabaran, reflek serang, dan lainnya."Beberapa anak melanjutkan bertanya, dari yang ilmu bela diri hingga pertanyaan lain seputar peningkatan kekuatan. Disini Atraman menjawab dengan sabar semua pertanyaan pa
"Dengar kalian semua! Disini kalian hanya diperbolehkan meminjam satu buku kitab meditasi dasar, satu teknik pergerakan, dan satu kitab jurus pertarungan setiap satu tahun. Kembalikan lagi kitab yang kalian pinjam satu minggu ke depan. Selama kalian berada disini, tidak diperbolehkan untuk berkelahi atau membuat kegaduhan.""Kitab meditasi ada di lantai empat, kitab teknik pergerakan ada di lantai tiga, dan kitab jurus pertarungan ada di lantai dua. Untuk lantai satu ini berisi kitab kitab duniawi, disini wawasan tentang dunia dan pengetahuan lainnya tersedia. Untuk lantai satu ini kalian bebas masuk kapanpun. Larangan bagi kalian adalah memasuki lantai kelima dan seterusnya. Itu khusus bagi guru dan murid yang sudah mencapai tingkat konsep kebenaran."Setelah diberi penjelasan panjang lebar oleh Ki Ekadanta, semua anak langsung bergegas naik ke lantai dua dan menyebar ke segala arah.Di setiap lantai terdapat ratusan kitab dan gulungan yang disusun rapi diatas
Disini akhirnya Janu memilih kitab seni permulaan hampa yang misterius. Saat dia menoleh mencari keberadaan Wulung, yang dicarinya sudah tidak ada disana. Malya pun juga sudah tidak nampak lagi, hanya Rangin yang masih berdiri membaca penjelasan beberapa kitab. Beberapa anak mulai berdatangan naik ke lantai tersebut. Janu pun memutuskan untuk turun ke lantai tiga. Suasana disana sudah berkurang keramaiannya. Janu masih belum menemukan Wulung disana. 'Ah, mungkin Wulung sudah ada di lantai dua.' Pikirnya. Dia pun bergerak menuju ke salah satu rak yang ada disana. Dibukanya satu per satu gulungan kitab pergerakan. Dia pun mulai sibuk kembali mencari jurus pergerakan. Beberapa kali Janu berkeliling, akhirnya dia menemukan sebuah kitab yang tulisannya diukir pada sebuah batu pipih. Janu melihat nama jurus tersebut, biasa saja, tidak ada yang menakjubkan. Kitab teknik bergerak bebas, itu nama yang terukir di batu pipih. Dia lantas melihat isi di ba
"Ki, disini apakah ada catatan tentang gambaran wilayah kerajaan Mataram? Atau kerajaan lain disekitarnya?" Tanya Janu sedikit ragu."Ada! Catatan itu ada di rak sebelah sana. Catatan itu tidak hanya berisi tentang gambar kerajaan Mataram saja, namun berisi tentang gambaran seisi pulau Jawa dan beberapa pulau di sekitarnya.""Setahuku, catatan itu berasal dari empat ratus tahun yang lalu. Mataram masih belum ada, hanya kerajaan Galuh yang berkuasa di barat. Sementara di timur jauh kerajaan kerajaan kecil saling berperang dengan kerajaan kerajaan siluman. Bisa jadi sekarang nama daerah di dalam catatan itu sudah berganti atau malah bisa jadi juga sudah hilang.""Saranku, kau tidak usah mengambil mentah mentah isi dari catatan tersebut. Cari tahu sendiri akan lebih baik daripada mempercayai catatan yang sudah lama itu.""Terimakasih Ki atas sarannya." Sambil memberi hormat, Janu berlalu menuju ke tempat yang ditunjuk Ki Ekadanta.Lama Janu berada di
Janu dan Wulung masih mengobrol di bawah pohon saat dua sosok mendekati mereka. Dua sosok tersebut tanpa malu menghampirinya dan menyapa keduanya."Halo kalian berdua. Perkenalkan, aku Rangin. Maaf waktu itu aku memukulmu agak keras."Sosok anak bertelanjang dada berdiri dihadapan keduanya. Tubuhnya cukup berisi dengan kulit kecokelatan terkena terik matahari. Beberapa gelang emas terpasang di lengan, pertanda kalau dia anak bangsawan. Rangin berdiri sambil melirik kearah Wulung."Halo, Aku Malya, cucu dari Ki Ekadanta. Kamu anak yang ikut bertarung sampai akhir pertandingan kan?" Ucap Malya sambil menunjuk ke arah Janu."Iya, salam kenal semuanya. Aku Janu dan ini Wulung, kamu berdua dari Kademangan Janti." Jawab Janu sopan."Kalian sudah selesai mengambil kitab? Kitab apa saja yang kalian ambil?" Tanya Malya penasaran."Aku mengambil kitab seni permulaan hampa untuk meditasi, lalu kitab teknik bergerak bebas untuk pergerakan, dan kitab ped