Dua orang petugas polisi wanita membawa Sarah ke sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu, Arman sedang berdiri menunggunya.
Melihat Arman datang untuknya, wajah murung Sarah berubah menjadi ceria."Arman," Sarah berlari memeluknya."Bisa tinggalkan kami berdua, Bu?" pinta sopan Arman pada kedua petugas polwan itu."Silakan, Pak," mereka memberi kesempatan Arman untuk bicara dengan Sarah."Sayang, aku yakin kamu pasti akan datang. Kamu gak mungkin tega meninggalkanku di sini," ucap Sarah dengan tersenyum lega.Arman melepas paksa pelukan Sarah."Kenapa aku gak tega? Justru aku datang ke sini untuk memastikanmu gak bisa bebas dari hukuman!" tegas Arman dengan nada dingin."Arman ...?" Sarah menatap mata suaminya dengan kecewa."Kamu pikir aku akan membiarkanmu pergi setelah apa yang kamu perbuat pada Manda?! Jangan mimpi!" Arman mencengkram erat kedua tangan Sarah."Arman ... sakit," rintih Sarah.Tiga hari kemudian ...."Arman," panggil seseorang saat Arman baru saja keluar dari mobilnya.Arman menoleh ke sumber suara itu. Ternyata itu suara Bram. Dia menunggu Arman di parkiran rumah sakit."Ngapain ke sini?" tanya Arman dengan nada dingin."Aku gak mau mencari masalah. Hanya ingin bicara padamu saja," sahut Bram dengan tenang."Ada apa? Mau minta ijin menjenguk Manda?" ujar Arman dengan sinis."Aku datang bukan ingin bertemu Manda. Walaupun sebenarnya ingin, tapi pasti gak kamu ijinkan,""Katakan saja apa maumu? Aku gak punya banyak waktu," desak Arman dengan kesal."Sifat pemarahmu masih belum hilang, ya. Padahal sudah kubilang, aku gak mau cari masalah,"Arman diam sejenak. Dia coba meredakan emosinya."Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Arman dengan sikap lebih tenang."Aku mau minta maaf," ucap tulus Bram.Arman terdiam mendengar ucapan Bram."Aku minta
POV MANDAAku dirawat di rumah sakit selama seminggu. Dan selama di sana, banyak orang yang datang menjengukku. Keluarga, teman-teman, dan beberapa orang yang mengenal keluarga kami. Mereka datang silih berganti.Tetapi yang paling setia menemaniku adalah Mas Arman. Setiap hari dia selalu datang ke rumah sakit untukku, bahkan setiap malam dia selalu menjagaku.Ada perasaan bersalah yang tersirat dari wajahnya setiap kali Mas Arman melihat luka di perutku. Walaupun aku sering menghiburnya, tapi beban itu belum juga hilang dari raut wajahnya.Bebannya semakin bertambah saat Bapak dan Ibu datang melihatku. Ibu marah besar waktu itu. Ibu menyalahkan Mas Arman atas apa yang terjadi padaku.Mas Arman hanya bisa diam menerima semua amarah Ibu. Aku merasa kasihan padanya. Bapak dan aku berusaha untuk menenangkan Ibu, tapi usaha kami sia-sia. Bahkan permintaan maaf dari Mas Arman belum bisa menyurutkan kemarahan Ibu.Alhamdulillah dengan
POV MANDANamaku Amanda Kusumo. Aku berasal dari sebuah keluarga sederhana di kota Purworejo. Bapakku seorang pensiunan guru, sedangkan Ibuku mengelola warung kelontong di depan rumah. Aku memiliki dua orang adik laki-laki, yaitu Surya dan Adi. Surya sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya dan sekarang dia bekerja di Jakarta. Sementara Adi, seorang mahasiswa teknik sipil di salah satu universitas di Purworejo.Aku senang sekali karena kedua adikku bisa kuliah. Tidak seperti aku yang hanya tamatan SMK. Dulu aku tidak bisa kuliah karena kondisi ekonomi keluargaku yang hanya pas-pasan. Jadi setelah lulus SMK, aku mulai bekerja supaya bisa membantu biaya hidup keluarga.Di usiaku yang ke-19 tahun, aku menikah dengan pria pilihan orang tuaku. Nama suamiku adalah Arman Hadiwijaya.Mas Arman berasal dari keluarga terpandang. Papanya, Hendra Hadiwijaya adalah pemilik perusahaan Wijaya Group, salah satu perusahaan besar di negeri ini.Aku dan Mas Arman pertama ka
POV AUTHOR"Papaaa!" seru si kembar begitu pintu ruang kerja Arman dibuka."Putri dan Pangeran Papa sudah datang," sambut hangat Arman.Si kembar memeluk Papanya dengan riang. Kemudian Arman menggendong kedua anaknya."Bagaimana sekolahnya?" tanya Arman."Asyik, Pa," jawab si sulung."Tadi Tya disuruh maju ke depan. Bu Guru nyuruh Tya kenalan sama teman-teman," imbuh si bungsu."Chandra juga, Pa," timpal si sulung."Oh ya? Seru dong," ujar Arman.Si kembar bercerita lagi tentang kegiatan di sekolah. Arman menyimak celotehan mereka dengan antusias.Manda berjalan menghampiri mereka seraya tersenyum bahagia melihat keakraban suami dan anak-anaknya."Kalau ada tambahan tangan lagi, Mas juga mau menggendongmu," ucap genit Arman."Gak usah ngegombal," Manda memeluk suaminya."Ayo, angkat kepalamu," pinta Arman.Manda menurutinya. Kemudian Arman mengecup kening istrinya."Chandra juga mau cium Mama," pinta si sulung."Boleh," Man
"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Istri Anda saat ini sedang hamil," bu dokter memberikan penjelasan."Hamil?!" Arman dan Manda terkejut mendengar kabar itu."Selamat ya, Pak, Bu," ucap Bu Dokter sembari tersenyum."Mas ...," Ucap Manda sembari memeluk suaminya dengan menangis haru.Arman membalas pelukan istrinya dengan tersenyum bahagia."Nanti saya beri resep obat untuk daya tahan tubuh Ibu,""Terima kasih, Bu Dokter,""Sama-sama, Pak,""Dijaga badannya ya, Bu. Jangan terlalu capek. Lebih banyak istirahat dan jaga pola makan sehat,""Iya, Bu Dokter. Terima kasih," jawab Manda.***Sesampainya di rumah, si kembar berlomba lari naik ke lantai atas menuju ke kamarnya."Chandra, Tya, jangan lari! Nanti kalian jatuh!" tegur Manda yang hendak mengejar mereka."Hei, Sayang. Kamu mau ke mana?"
POV MANDAPerhatianku dari layar televisi teralihkan ketika mendengar suara ketukan di pintu kamarku."Masuk," aku mempersilakan diri."Halo," Ayu menyapaku sembari tersenyum."Ayu, " sambutku senang.Ayu berjalan masuk ke dalam kamarku sambil membawa keranjang parsel berisi buah-buahan."Bagaimana kabarmu?" tanyanya sambil berjalan."Baik,"Ayu meletakkan keranjang buah itu di atas meja rias."Aku senang sekali mendengarmu hamil lagi," Ayu memelukku hangat.Aku tertawa kecil membalas pelukannya."Makasih,""Sudah berapa minggu?" tanya Ayu antusias. Sambil melepaskan pelukannya, dia duduk di tepi ranjang."Kata dokter sudah sebulan,""Sebulan?""Manda gak tahu kalau sedang hamil. Manda pikir sudah biasa telat haid. Kan haid Manda gak teratur,""Oh iya. Berar
"Selamat siang, Pak," sapa seorang wanita paruh baya pada satpam rumah keluarga Hadiwijaya."Siang. Ada keperluan apa ya, Bu?" tanya Pak Satpam."Kami dari Yayasan Mutiara Hati, Pak. Yayasan penyalur asisten rumah tangga dan baby sitter. Kami sudah buat janji dengan Ibu Amanda hari ini," wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya dan seorang gadis muda di sampingnya."Sebentar ya, Bu. Saya konfirmasi dulu ke dalam," Pak Satpam masuk ke dalam posnya untuk menelpon.Gadis muda berparas manis itu memperhatikan rumah keluarga Hadiwijaya dengan perasaan takjub. Dia belum pernah melihat rumah sebesar dan semegah itu sebelumnya."Jaga sikapmu di dalam nanti," tegur wanita paruh baya tersebut."Iya, Bu," jawab pelan gadis itu sambil menundukkan kepalanya.Tak berapa lama, Pak Satpam kembali menemui mereka."Silakan masuk, Bu," ujar Pak Satpam sambil membukakan pintu gerbang.
"Kak, baby sitter yang Kak Tamara rekomendasikan sudah datang. Namanya Rianti. Apa benar, Kak?" tanya Manda melalui telponnya."Iya, benar. Namanya Rianti. Bagaimana pendapatmu?" jawab Tamara dari balik telpon."Manda masih ragu, Kak. Dia masih muda. Manda pikir yang datang sekitaran umur 30-an," Manda duduk di tepi ranjang kamarnya."Tapi dia bagus lho kerjanya. Waktu Arman memintaku untuk mencarikan baby sitter, aku teringat pada sahabatku, Claudia. Dia pernah punya baby sitter. Aku pernah bertemu dengannya di rumah Claudia. Dia bilang kalau Rianti orangnya cekatan dalam mengurus anaknya. Anak Claudia kan pengidap autis. Kamu tahu sendiri kan bagaimana aktifnya anak autis? Rianti bisa menjaganya dengan baik,""Apa benar anak Claudia sudah meninggal, Kak?""Iya. Kejadiannya tragis sekali. 7 bulan yang lalu, Claudia kehilangan anak dan suaminya dalam kecelakaan,""Malang sekali," ucap Manda dengan ek