POV MANDA
Aku dirawat di rumah sakit selama seminggu. Dan selama di sana, banyak orang yang datang menjengukku. Keluarga, teman-teman, dan beberapa orang yang mengenal keluarga kami. Mereka datang silih berganti.Tetapi yang paling setia menemaniku adalah Mas Arman. Setiap hari dia selalu datang ke rumah sakit untukku, bahkan setiap malam dia selalu menjagaku.Ada perasaan bersalah yang tersirat dari wajahnya setiap kali Mas Arman melihat luka di perutku. Walaupun aku sering menghiburnya, tapi beban itu belum juga hilang dari raut wajahnya.Bebannya semakin bertambah saat Bapak dan Ibu datang melihatku. Ibu marah besar waktu itu. Ibu menyalahkan Mas Arman atas apa yang terjadi padaku.Mas Arman hanya bisa diam menerima semua amarah Ibu. Aku merasa kasihan padanya. Bapak dan aku berusaha untuk menenangkan Ibu, tapi usaha kami sia-sia. Bahkan permintaan maaf dari Mas Arman belum bisa menyurutkan kemarahan Ibu.Alhamdulillah denganPOV MANDANamaku Amanda Kusumo. Aku berasal dari sebuah keluarga sederhana di kota Purworejo. Bapakku seorang pensiunan guru, sedangkan Ibuku mengelola warung kelontong di depan rumah. Aku memiliki dua orang adik laki-laki, yaitu Surya dan Adi. Surya sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya dan sekarang dia bekerja di Jakarta. Sementara Adi, seorang mahasiswa teknik sipil di salah satu universitas di Purworejo.Aku senang sekali karena kedua adikku bisa kuliah. Tidak seperti aku yang hanya tamatan SMK. Dulu aku tidak bisa kuliah karena kondisi ekonomi keluargaku yang hanya pas-pasan. Jadi setelah lulus SMK, aku mulai bekerja supaya bisa membantu biaya hidup keluarga.Di usiaku yang ke-19 tahun, aku menikah dengan pria pilihan orang tuaku. Nama suamiku adalah Arman Hadiwijaya.Mas Arman berasal dari keluarga terpandang. Papanya, Hendra Hadiwijaya adalah pemilik perusahaan Wijaya Group, salah satu perusahaan besar di negeri ini.Aku dan Mas Arman pertama ka
POV AUTHOR"Papaaa!" seru si kembar begitu pintu ruang kerja Arman dibuka."Putri dan Pangeran Papa sudah datang," sambut hangat Arman.Si kembar memeluk Papanya dengan riang. Kemudian Arman menggendong kedua anaknya."Bagaimana sekolahnya?" tanya Arman."Asyik, Pa," jawab si sulung."Tadi Tya disuruh maju ke depan. Bu Guru nyuruh Tya kenalan sama teman-teman," imbuh si bungsu."Chandra juga, Pa," timpal si sulung."Oh ya? Seru dong," ujar Arman.Si kembar bercerita lagi tentang kegiatan di sekolah. Arman menyimak celotehan mereka dengan antusias.Manda berjalan menghampiri mereka seraya tersenyum bahagia melihat keakraban suami dan anak-anaknya."Kalau ada tambahan tangan lagi, Mas juga mau menggendongmu," ucap genit Arman."Gak usah ngegombal," Manda memeluk suaminya."Ayo, angkat kepalamu," pinta Arman.Manda menurutinya. Kemudian Arman mengecup kening istrinya."Chandra juga mau cium Mama," pinta si sulung."Boleh," Man
"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, Pak. Istri Anda saat ini sedang hamil," bu dokter memberikan penjelasan."Hamil?!" Arman dan Manda terkejut mendengar kabar itu."Selamat ya, Pak, Bu," ucap Bu Dokter sembari tersenyum."Mas ...," Ucap Manda sembari memeluk suaminya dengan menangis haru.Arman membalas pelukan istrinya dengan tersenyum bahagia."Nanti saya beri resep obat untuk daya tahan tubuh Ibu,""Terima kasih, Bu Dokter,""Sama-sama, Pak,""Dijaga badannya ya, Bu. Jangan terlalu capek. Lebih banyak istirahat dan jaga pola makan sehat,""Iya, Bu Dokter. Terima kasih," jawab Manda.***Sesampainya di rumah, si kembar berlomba lari naik ke lantai atas menuju ke kamarnya."Chandra, Tya, jangan lari! Nanti kalian jatuh!" tegur Manda yang hendak mengejar mereka."Hei, Sayang. Kamu mau ke mana?"
POV MANDAPerhatianku dari layar televisi teralihkan ketika mendengar suara ketukan di pintu kamarku."Masuk," aku mempersilakan diri."Halo," Ayu menyapaku sembari tersenyum."Ayu, " sambutku senang.Ayu berjalan masuk ke dalam kamarku sambil membawa keranjang parsel berisi buah-buahan."Bagaimana kabarmu?" tanyanya sambil berjalan."Baik,"Ayu meletakkan keranjang buah itu di atas meja rias."Aku senang sekali mendengarmu hamil lagi," Ayu memelukku hangat.Aku tertawa kecil membalas pelukannya."Makasih,""Sudah berapa minggu?" tanya Ayu antusias. Sambil melepaskan pelukannya, dia duduk di tepi ranjang."Kata dokter sudah sebulan,""Sebulan?""Manda gak tahu kalau sedang hamil. Manda pikir sudah biasa telat haid. Kan haid Manda gak teratur,""Oh iya. Berar
"Selamat siang, Pak," sapa seorang wanita paruh baya pada satpam rumah keluarga Hadiwijaya."Siang. Ada keperluan apa ya, Bu?" tanya Pak Satpam."Kami dari Yayasan Mutiara Hati, Pak. Yayasan penyalur asisten rumah tangga dan baby sitter. Kami sudah buat janji dengan Ibu Amanda hari ini," wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya dan seorang gadis muda di sampingnya."Sebentar ya, Bu. Saya konfirmasi dulu ke dalam," Pak Satpam masuk ke dalam posnya untuk menelpon.Gadis muda berparas manis itu memperhatikan rumah keluarga Hadiwijaya dengan perasaan takjub. Dia belum pernah melihat rumah sebesar dan semegah itu sebelumnya."Jaga sikapmu di dalam nanti," tegur wanita paruh baya tersebut."Iya, Bu," jawab pelan gadis itu sambil menundukkan kepalanya.Tak berapa lama, Pak Satpam kembali menemui mereka."Silakan masuk, Bu," ujar Pak Satpam sambil membukakan pintu gerbang.
"Kak, baby sitter yang Kak Tamara rekomendasikan sudah datang. Namanya Rianti. Apa benar, Kak?" tanya Manda melalui telponnya."Iya, benar. Namanya Rianti. Bagaimana pendapatmu?" jawab Tamara dari balik telpon."Manda masih ragu, Kak. Dia masih muda. Manda pikir yang datang sekitaran umur 30-an," Manda duduk di tepi ranjang kamarnya."Tapi dia bagus lho kerjanya. Waktu Arman memintaku untuk mencarikan baby sitter, aku teringat pada sahabatku, Claudia. Dia pernah punya baby sitter. Aku pernah bertemu dengannya di rumah Claudia. Dia bilang kalau Rianti orangnya cekatan dalam mengurus anaknya. Anak Claudia kan pengidap autis. Kamu tahu sendiri kan bagaimana aktifnya anak autis? Rianti bisa menjaganya dengan baik,""Apa benar anak Claudia sudah meninggal, Kak?""Iya. Kejadiannya tragis sekali. 7 bulan yang lalu, Claudia kehilangan anak dan suaminya dalam kecelakaan,""Malang sekali," ucap Manda dengan ek
"Ha ha ha, Man, Man. Kalau mau genit, pilih-pilih tempat dong. Jangan pegang mawar di durinya, ntar ketusuk kan berdarah," ledek Daniel sembari tertawa."Apaan sih, Kak. Aku datang ke sini mau curhat, malah diledek. Balik ke ruanganku ajalah," gerutu Arman beranjak diri dari kursi."Hei, jangan kayak perempuan. Sedikit-sedikit cemberut," Daniel menahan Arman untuk tetap duduk."Lagian kamu asal peluk aja. Lihat dulu siapa perempuan itu,""Iya aku tahu aku salah dan bodoh,""Lha baru sadar kamu bodoh?" Daniel tertawa lagi.Arman berdecak kesal."Hei, Man. Dia cantik gak?" goda Daniel."Apaan sih, Kak!""Bercanda. Jangan serius gitu dong. Tapi benaran ini Kakak tanya, dia cantik gak?""Enggak!" tegas Arman dengan kesal."Kalau gak cantik terus kenapa kamu peluk?""Bukan itu intinya! Perempuan itu sekilas mirip Manda. Ja
Beberapa hari kemudian ....Manda terbangun dari tidur siangnya karena mendengar suara berisik dari luar kamarnya.Perlahan dia beranjak bangun dari ranjangnya menuju ke pintu kamar. Suara sayup-sayup gaduh itu mulai terdengar jelas ketika dia membuka pintu.Itu suara Chandra, anak laki-lakinya. Manda berjalan menuju ke sumber suara.Manda tercengang melihat ruang tengah yang sudah berantakan. Bantal-bantal sofa tergeletak di bawah. Sedangkan Chandra sedang melompat-lompat di atas sofa sambil memainkan pedang mainannya. Di depannya ada Kiki yang berusaha untuk menghentikan aksi Chandra."Chandra!" tegur Manda.Mendengar suara Mamanya, Chandra seketika berhenti. Raut wajahnya yang semula ceria berubah menjadi takut."Kiki, kenapa jadi begini?!""Ma-maaf Nyonya Manda. Sa-saya sudah meminta Tuan Muda Chandra untuk berhenti. T-tapi ... dia gak mau mendengarkan saya," ujar Kiki