Share

Perjodohan

Author: Ukhty Ijah
last update Last Updated: 2022-02-04 18:23:57

Karena pernyataan cinta Mas Bram, membuatku tidak bisa tidur nyenyak semalam. Aku memikirkan jawaban apa yang harus kusampaikan padanya. Sebenarnya aku senang sekali karena ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.

Aku meminta pendapat Ayu tentang masalahku ini. Ayu sangat girang mendengarnya. Dia menyuruhku untuk menerima Mas Bram.

"Apa aku pantas untuk Mas Bram?" tanyaku dengan ragu.

"Ya ampun, Nda. Apanya yang gak pantas?! Kalau Mas Bram sudah bilang suka, berarti dia pikir kamu pantas untuknya,"

"Tapi ....,"

"Gak ada tapi-tapian! Terima, Nda. Atau nanti kamu akan menyesal," desak Ayu.

Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk menemui Mas Bram. Sehari sebelum dia kembali ke Yogya, kami janjian bertemu di alun-alun. Kami duduk di bawah pohon beringin yang rindang. Dan di sanalah, aku menerima cinta Mas Bram.

***

Dua minggu kemudian ....

"Assalamu'alaikum," ucapku ketika memasuki rumah.

"W*'alaikumsalam," jawab Bapak dan Ibu dari ruang tamu.

"Kok pulangnya telat, Nda? Udah mau maghrib," tanya Ibu.

"Iya, Bu. Tadi diajak Ayu ke toko aksesoris dulu," jawabku setelah mengecup punggung tangan Bapak dan Ibu.

"Nda, Bapak dan Ibu ada kabar baik buatmu," ucap Ibu dengan raut wajah gembira.

"Kabar apa, Bu?" tanyaku penasaran.

"Nanti saja ceritanya. Bentar lagi adzan Maghrib. Abis sholat Maghrib, kita baru bicara," ujar Bapak.

Ada apa ya? Ibu terlihat gembira sekali, sedangkan raut wajah Bapak tampak serius. Ini kabar baik atau buruk sebenarnya?

***

Aku sedang merapikan mukena dan sajadahku, ketika Ibu masuk ke dalam kamarku.

"Sudah sholatnya?" tanya Ibu dengan tersenyum senang.

Aku mengangguk. Lalu Ibu menarik tanganku dengan lembut. Ibu membawaku ke ruang tengah, dimana Bapak sedang duduk sambil merokok menunggu kami. Ibu menggiringku duduk di sebelahnya.

"Ada yang mau Bapak dan Ibu sampaikan sama kamu, Nda," ujar Bapak setelah mematikan putung rokoknya di dalam asbak, "Tadi Pak Hendra dan Mas Daniel datang ke rumah,"

"Pak Hendra?" tanyaku.

"Itu lho, Nda. Anaknya Ibu Rosa," jawab Ibu mengingatkanku.

"Tujuan mereka ke sini karena mereka ingin menjalin hubungan keluarga dengan kita," ucap Bapak kemudian.

"Hubungan keluarga? Maksudnya?" tanyaku yang masih belum mengerti arah pembicaraan Bapak.

"Mereka ingin melamarmu,"

Sontak aku terkejut. Apa aku tidak salah dengar. Melamarku?

"Ibu dan Bapak juga sama kagetnya denganmu, Nda. Kita sampai gak bisa berkata-kata," ujar Ibu dengan nada riang, "Alhamdulillah ada keluarga kaya raya yang menginginkanmu jadi mantunya,"

"Bu, jangan berlebihan seperti itu. Kasih Manda kesempatan buat bicara," tegur lembut Bapak.

"Mau bicara apalagi, Pak. Manda pasti terima," jawab Ibu dengan yakin, "Iya kan, Nda?" Ibu menatapku dengan penuh harap.

Bagaimana ini? Ibu kelihatan bahagia sekali. Sedangkan Bapak ... aku tidak tahu apa yang dipikirkan Bapak. Apa Bapak juga senang sama seperti Ibu? Lidahku mendadak kelu. Aku tidak bisa bicara. Aku bingung.

"Nda, apa kamu mau menerima lamaran ini?" tanya Bapak pelan.

"P ... Pak, Manda ... ti-tidak bisa,"

"Apa!?" seketika raut keceriaan Ibu hilang.

"Pak ... Bu ... ma-maaf ... Manda tidak bisa menerima lamaran ini," jawabku dengan terbata-bata. Aku tahu jawabanku ini pasti mengecewakan Bapak dan Ibu.

"Kenapa tidak bisa?"

"Bu, tenanglah. Biar Manda menjelaskan dulu," ucap Bapak dengan pelan.

"Nda, kenapa kamu menolak? Apa ada orang yang kamu sukai?" tanya Bapak dengan lembut padaku.

Aku mengangguk sambil menundukkan kepala.

"Siapa?" tanya Bapak.

"Mas Bram, Pak,"

"Bram? Bram anaknya Pak Bambang Kades itu?" tanya Ibu ingin lebih yakin.

Aku mengangguk.

"Apa kalian berpacaran?" tanya Ibu penuh selidik.

Sekali lagi aku mengangguk.

"Sejak kapan?"

"Bu, tenang sedikit,"

"Ibu gak bisa tenang, Pak. Manda baru saja menolak lamaran dari keluarga Pak Hendra gara-gara Bram. Ibu perlu tahu bagaimana hubungan mereka," ujar Ibu dengan nada suara agak meninggi.

"Bu, Manda dan Mas Bram baru jadian 2 minggu yang lalu. Kami saling suka," jawabku pelan, mencoba tidak memancing emosi Ibu.

"Ya ampun, Nda. Baru jadian aja udah percaya sama Bram. Kamu yakin Bram bakal melamar kamu?" desak Ibu.

"Bu, kalau soal itu Manda gak tahu,"

"Ya berarti gak jelas hubungan kalian. Sekarang Bram ada di Yogya, kamu di sini. Trus kalian berpacaran jarak jauh. Mau sampai kapan hubungan kalian seperti ini? Sementara sekarang ada yang lebih jelas. Ada yang mau melamarmu,"

"Bu, Manda mohon beri kesempatan Manda dan Mas Bram menjalani hubungan kami," pintaku. Mataku mulai berkaca-kaca.

"Nda, Bapak dan Ibu menyayangimu. Bapak dan Ibu menginginkan yang terbaik buatmu. Ada pemuda dari keluarga baik-baik dengan status sosial tinggi ingin memperistrimu. Masa depanmu akan lebih baik bersamanya, Nda. Kesempatan langka ini jangan disia-siakan," ucap Ibu dengan nada suara yang tak lagi tinggi.

"Bu, tapi Manda tidak mengenal pemuda itu. Bagaimana bisa Manda menikahinya?" suaraku bergetar menahan tangis.

Ibu membelai lembut rambutku, "Nda, cinta bisa dibangun setelah menikah. Banyak perempuan yang mengenal dan mencintai suaminya setelah menikah. Kamu gak perlu khawatir soal itu,"

"In syaa Allah Arman akan menjadi suami yang baik untukmu, Nda," ucap Bapak.

Aku tidak bisa lagi membendung kesedihanku. Air mataku mulai menetes membasahi pipi. Bapak dan Ibupun terdiam melihatku menangis.

"Begini saja, Nda," ucap Bapak setelah menghela nafas panjang, "Kamu percaya sama Bram?"

"Pak ... ?" protes Ibu dengan lirih.

Bapak mengangkat jari telunjuknya, memberi isyarat pada Ibu untuk diam.

"Bapak akan memberimu kesempatan. Tanyakan pada Bram, kemana hubungan kalian akan berlanjut. Jika Bram serius denganmu, minta dia melamarmu. Bapak akan memberimu waktu 2 hari. Sama seperti waktu yang diberikan oleh Pak Hendra kepada Bapak," ujar Bapak dengan tegas.

"Ta-tapi, Pak ....," aku merasa keberatan dengan permintaan Bapak.

"Jika Bram serius, maka Bapak akan membatalkan perjodohanmu dengan Arman. Jika tidak ada jawaban dari Bram, maka kamu harus menerima lamaran ini,"

Setelah memberi syarat yang tegas, Bapak dan Ibu bangkit dari kursinya lalu meninggalkanku sendirian di ruang tengah. Bapak dan Ibu tidak memberiku kesempatan untuk menolak syarat yang mereka ajukan. Tangisku kembali pecah. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

***

"Apa?! 2 hari?" pekik Ayu.

Hari ini aku janjian bertemu dengan Ayu di warung bakso langganan kami. Aku menceritakan soal lamaran dan persyaratan yang diminta Bapak.

"Syarat yang Bapakmu minta itu berat, Nda. Kalian baru jadian 2 minggu. Masa Bram udah disuruh melamarmu,"

"Kata Bapak, jika Mas Bram mencintaiku, dia pasti mau melamarku,"

"Kalau gak mau?"

Pertanyaan Ayu membuat keyakinanku langsung menciut. Aku jadi tidak punya nyali untuk bertanya pada Mas Bram.

"Waktu itu aku menyuruhmu menerima Bram. Itu sebelum Arman melamarmu. Sekarang situasinya rumit. Mau gak mau kamu harus memilih. Arman atau Bram,"

"Aku gak kenal Arman. Bagaimana sifatnya, kepribadiannya. Apa aku bisa mencintainya. Sedangkan Mas Bram, aku mengenalnya sejak masih sekolah. Aku menyukainya. Tapi aku belum tahu apa hubungan kami akan berlanjut ke pernikahan," ujarku dengan perasaan galau.

"Aku bukannya membela orang tuamu, Nda. Tapi apa yang dikatakan oleh mereka ada benarnya. Jika ada yang lebih pasti di depan mata, kenapa harus mengejar yang belum pasti,"

Aku terdiam sejenak. Aku sependapat dengan Ayu. Bapak dan Ibu memikirkan masa depanku. Mereka peduli padaku. Aku tidak mau mengecewakan mereka. Jadi, aku akan melakukannya.

"Aku akan menelpon Mas Bram," ujarku kemudian, "Tidak ada pilihan lain. Aku harus tahu jawabannya. Entah aku akan sedih atau senang mendengarnya. Aku sudah siap,"

***

Mohon suppornya ya dear readers 😊 follow cerita ini, klik like, dan tinggalkam jejak di komen.. Makasih

Related chapters

  • Janji Suci Yang Terbagi   Cinta Kita Sampai Di Sini

    Malam itu di dalam kamarku, aku memberanikan diri untuk menelpon Mas Bram. Aku mendengar suara dering telpon menyambung. Belum ada jawaban. Apa Mas Bram sudah tidur? Tapi sekarang masih jam 8 malam. Apa iya sudah tidur?Tut ... tut ... tut ... sambungan telpon terputus. Tidak ada jawaban. Mungkin dia sudah tidur. Apa besok saja aku menelponnya? Apa aku harus coba sekali lagi? Iya, akan kucoba sekali lagi.Kembali kudengar suara dering telpon menyambung, "1 ... 2 ... 3 ...," aku mulai menghitung dalam hati."Halo?""Halo, Mas Bram?" jantungku seketika berdegup kencang mendengar suaranya."Maaf baru Mas angkat telponnya, Nda. Barusan Mas di luar kamar,""Iya, Mas. Gak papa. Aku ... ganggu gak, Mas?" jawabku sembari duduk di atas ranjangku"Gak, Nda. Ada apa?""Anu ... gini, Mas. Ada yang mau ... Manda bicarakan,"

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Aku Bertemu Calon Suamiku

    Seminggu setelah Bapak memberikan kabar baik pada Pak Hendra, mereka sekeluarga datang lagi ke rumah untuk melamarku. Bapak dan Ibu mengundang keluarga besar kami untuk menyambut kedatangan Pak Hendra sekeluarga.Aku berada di dalam kamarku bersama Ayu dan sepupuku, Mba Dian. Hari ini aku didandani oleh Mba Dian. Dia merias wajahku dan menyanggul rambutku. Aku mengenakan baju gamis warna pink dengan hiasan brokat. Kebetulan Mba Dian adalah perias pengantin. Dia memberikan jasa makeup gratis untuk acara lamaranku dan juga di hari pernikahan. Kata Mba Dian, ini adalah hadiah pernikahan yang bisa diberikannya. Alhamdulillah terima kasih, Mba Dian.Aku bisa mendengar suara gelak tawa orang-orang dari balik pintu. Apa salah satu suara tawa itu milik Arman? Sebelumnya aku hanya melihat wajahnya di foto dan hari ini kami akan bertemu.Ibu masuk ke dalam kamarku. Ibu membawaku keluar untuk menemui para tamu. Di ruangan yan

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Perpisahan

    Malam pun tiba. Aku sudah berganti pakaian dan menghapus riasanku. Aku hanya memoles wajahku dengan riasan yang ringan saja. Rambut panjangku sengaja ku urai. Baju tidur yang kukenakan adalah hadiah lamaran waktu itu. Baju tidur kimono berbahan sutra yang terkesan sangat mahal. Dan rasanya baju tidur ini terlihat sangat seksi. Aku tidak nyaman memakainya. Roknya terlalu pendek. Bagian bahu dan dadanya terbuka. Awalnya aku menolak memakainya, tapi Ibu memaksaku.Aku duduk di atas ranjangku yang dibungkus dengan sprei sutra berwarna putih tulang. Aku menunggu dengan gelisah di dalam kamar. Menunggu Mas Arman yang akan masuk ke sini. Membayangkan apa yang akan terjadi padaku malam ini, membuat pipiku merah merona.Tok ... tok ... suara pintu kamarku diketuk. Gagang pintu dibuka pelan. Mas Arman! Dia di sini. Seketika jantungku berdegup kencang. Keringat dingin membasahi badanku. Aku tidak berani menatapnya. Aku menundukkan kepalaku.&nbs

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Keluarga Baruku

    Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya aku tiba di rumah Mas Arman.Rumah putih yang besar. Halaman depan rumahnya juga sangat luas. Area parkir mobilnya bisa muat sampai 10 mobil lebih. Tamannya cantik dan terawat rapi."Ayo, Manda," ajak Kak Tamara. Dia mengapit lenganku, mengajak masuk ke dalam rumah.Aku tercengang begitu masuk ke dalam. Waaah, apa ini mimpi? Rumahnya seperti istana. Desain rumahnya bergaya Eropa dengan nuansa warna putih. Aku tidak pernah membayangkan akan masuk ke istana seperti ini. Apa di sinikah aku akan tinggal?"Manda," panggilan Nenek membuyarkan lamunanku."Iya, Nek?" sahutku."Kamu istirahatlah di kamarmu. Kamu pasti capek," ujar Nenek, "Arman, antar istrimu ke kamar," pintanya pada Mas Arman, yang sedang menggandeng ta

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Mas Arman Pergi

    "Non ... Non Manda ...," samar-samar aku mendengar suara memanggilku. Kubuka mataku perlahan. Seseorang berdiri di depanku."Jam berapa ini?" tanyaku dengan sedikit malas."Jam 6 pagi, Non," jawabnya.Aku bangun perlahan dari tidurku. Mataku masih setengah terbuka. Kenapa badanku sakit semua? Aku melihat ke sekeliling. Ini dimana? Aku terperanjat begitu aku menyadarinya. Ya ampun! Aku tertidur di sofa teras belakang."Gimana ini?!" seketika aku berlari masuk ke dalam rumah. Aduuh, sudah pagi. Kenapa aku bisa tertidur di luar? Bagaimana jika ada yang melihatku?"Lho, Manda? Kamu darimana?" aku berpapasan dengan Kak Tamara."Ah ... i-itu ... Manda dari teras belakang, Kak," jawabku dengan gugup."Sedang apa di teras belakang sepagi ini?" selidik Kak Tamara."I ... itu ...," aku menoleh ke belakang dan aku melihat orang

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Obrolan Di Pagi Hari

    Beberapa orang sedang sibuk di dapur. Aku mengenal salah satunya, Kiki. Sepertinya mereka belum melihat kehadiranku."Ha-halo ....," sapaku.Mereka semua menoleh."Non Manda, ada yang bisa kami bantu?" seorang wanita setengah baya bergegas menghampiriku."Tidak, aku tidak perlu apa-apa. Aku merasa bosan saja karena tidak melakukan apa-apa. Ada yang bisa aku bantu di sini?" aku menawarkan tenagaku."Oh ... tidak ada Non. Kami bisa mengerjakannya sendiri. Sudah tugas kami," wanita ini menolakku secara halus."Kita belum berkenalan. Nama ibu siapa?""Nama saya Sari, Non. Di sini biasa dipanggil Bi Sari," jawabnya memperkenalkan diri. Lalu dia mulai memperkenalkan masing-masing pembantu lainnya.Ada satu wajah yang tidak asing bagiku, "Santi?" tanyaku.Dia menjawabku sambil menunduk. Ternyata aku tida

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Perkenalan Menantu

    Aku keluar dari kamar Nenek ketika berpapasan dengan Mama mertuaku."Sedang apa?" tanyanya dengan nada sedikit ketus."Abis mengantarkan Nenek buat istirahat siang, Ma," jawabku."Ikut Mama. Ada yang mau Mama bicarakan," perintahnya.Aku mengangguk dan mengikutinya. Mama Andien duduk di sofa ruang keluarga. Aku berdiri menunggunya bicara."Kenapa berdiri? Duduk," perintahnya.Aku segera menurutinya. Aku takut pada Mama mertuaku ini. Sejak pertama kali kami bertemu, Mama Andien tidak pernah menunjukkan sikap ramah padaku."Besok Nenek mau mengadakan acara makan siang dengan tetangga di sini. Mama juga mengundang beberapa teman Mama. Nenek ingin memperkenalkanmu pada mereka,"Aku diam dan hanya mendengarkan Mama Andien bicara."Mama hanya ingin memperingatkanmu. Mereka yang diundang ini adalah para

    Last Updated : 2022-02-08
  • Janji Suci Yang Terbagi   Dua Tahun Pernikahan

    Tak terasa hari ini pernikahanku sudah berusia 2 tahun. Selama 2 tahun ini banyak hal yang sudah terjadi. Aku masih tinggal bersama mertuaku dan Nenek. Mas Arman masih berada di Amerika. Dia belum pernah pulang sejak kepergiannya waktu itu. Selalu ada alasan dia belum bisa kembali ke rumah.Selama 2 tahun inipun, kami jarang berkomunikasi. Mas Arman tidak pernah menghubungiku, dan aku juga tidak berani menghubunginya karena aku takut ditolak. Kami hanya mengobrol ketika Mas Arman sedang video call-an dengan Nenek, di ponsel milik Nenek. Obrolan kamipun hanya sekedar bertegur sapa dan basa-basi saja. Walaupun kami tidak pernah membuat kesepakatan sebelumnya, tapi saat di dekat Nenek, kami bersikap seolah-olah pernikahan kami baik-baik saja.Selama 2 tahun ini juga, aku mengisi hari-hariku dengan mengikuti beberapa kursus. Papa Hendra mendaftarkanku di kelas baking. Menurut Papa, aku punya bakat membuat roti dan kue. Karena itu, Papa ingin aku

    Last Updated : 2022-02-08

Latest chapter

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 17

    Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 16

    Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 15

    "Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 14

    "Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 13

    Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 12

    "Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 11

    Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 10

    "Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 9

    Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status