Home / Rumah Tangga / Janji Suci Yang Terbagi / Pernyataan Cinta Mas Bram

Share

Pernyataan Cinta Mas Bram

Author: Ukhty Ijah
last update Last Updated: 2022-02-03 15:51:05

Rasa penasaran Ayu belum juga hilang. Aku masih diinterogasinya soal Nenek Rosa dan keluarganya. Aku sudah menceritakan semua tentang mereka sebatas yang aku tahu saja. Tapi dasar Ayu. Penjelasanku belum cukup memuaskan keingintahuannya.

"Nda! Lihat ini!" pekik Ayu yang mengagetkanku. Aku sampai tersedak es teh yang sedang aku minum. Ayu memperlihatkan artikel online di ponselnya.

"Apaan sih, Yu! Basah nih bajuku," gerutuku sambil menunjuk bajuku yang terkena tumpahan teh.

"Ini lho. Udah ketemu. Ini kan orangnya?"

Aku melihat foto di artikel online itu. Dibawah foto tersebut, tertulis nama Hendra Hadiwijaya, Presdir Wijaya Group.

"Ini bukan?!" tanya Ayu dengan antusias.

"Gak tahu," jawabku santai. Aku mengambil tissue untuk membersihkan bajuku yang basah.

"Lho kok gak tahu?"

"Gak tahu, Ayuuuuu. Nenek Rosa gak memperlihatkan foto anaknya,"

Ayu tampak kecewa mendengar jawabanku hingga dia memanyunkan bibirnya.

"Oh ya, nama cucunya Bu Rosa sapa? Kemaren kan dia datang,"

"Daniel Hadiwijaya,"

Ayu langsung mencari soal Daniel di sosial media. Jari telunjuknya bergerak naik turun menyentuh layar ponselnya.

"Ini bukan? Kemaren aku gak terlalu jelas melihat wajahnya," sekali lagi Ayu menunjukkan ponselnya.

Aku mengangguk.

"Berarti betul, Nda. Dia ini anaknya Hendra Hadiwijaya di foto pertama tadi itu. Konglomerat ini, Nda,"

Aku melanjutkan makan siangku. Seperti biasanya, aku dan Ayu istirahat makan di warung langganan kami, yang letaknya bersebelahan dengan tempat kerja. Menu kali ini yang aku santap adalah sepiring nasi dengan lauk sayur sop, tempe tahu goreng, dan sambal. Ini saja sudah membuatku kenyang.

"Nda, cucu keduanya yang di luar negeri siapa namanya?"

"Mau apa? Kan kamu udah tahu siapa Hendra Hadiwijaya,"

"Kan belum komplit, Nda. Tadi baru bapak sama anak pertamanya,"

"Cckk," decakku, "Namanya Arman,"

Jari jemari Ayu dengan cepat bergerilya lagi di dunia maya.

"OMG!!!" teriak Ayu dengan mata terbelalak. Teriakan Ayu membuat seisi warung menoleh pada kami. Duh, Ayu ini bikin malu aja.

"Yu, jangan teriak! Semua orang melihat ke kita," tegurku sambil berbisik.

Ayu tampak tak peduli. Dia terus mengagumi foto Arman yang ditemukannya di sosial media, "Ganteng banget, Nda. Ini sih super model. Coba lihat, Nda,"

Aku melirik ke ponsel Ayu. Seketika wajahku memerah. Arman memang ganteng. Walau hanya fotonya saja, sudah membuatku tersipu malu.

"Kalau aku gak bakal nolak, Nda. Terima aja,"

"Terima? Maksudnya?"

"Eaalah. Perjodohanmu sama Arman,"

"Husstt. Ngawur!" aku memukul bahu Ayu, "Siapa yang mau dijodohkan? Kan sudah kubilang tadi, mereka cuma silaturahmi ke rumah,"

"Gak mungkinlah cuma silaturahmi. Pasti ada sesuatu. Buktinya kemaren kamu ditunjukkan fotonya Arman,"

"Ya kan Nenek Rosa cerita sambil menunjukkan foto. Apa salahnya?"

"Feelingku bilang pasti ada maksud lain,"

"Terserah ah, Yu. Capek bicara sama kamu," gerutuku. Aku melahap lagi nasiku.

***

Aku berbaring santai di ranjangku sambil bermain ponsel. Aku membuka akun F******kku. Membaca beberapa status teman-teman F******k. Sebagian ada yang kukomentari, sebagian hanya kubaca saja. Tiba-tiba wajah Arman terbayang di pikiranku. Wajah ganteng itu tidak bisa kulupakan.

Aku mencoba mengetik nama Arman di fitur pencarian F******k. Siapa tahu dia punya akun di F******k. Beberapa nama muncul di pencarian. Aku melihat foto-foto profil nama itu. Ada yang memasang foto wajah, tapi ada yang tidak. Jari telunjukku menggulir layar ponselku ke atas. Akun yang tidak memasang foto profil wajah, aku buka. Aku baca detail profilnya. Bukan ini, bukan ini, bukan ini. Tidak ada satupun yang cocok dengan Arman yang aku maksud. Apa dia tidak memiliki akun F******k? Mungkin dia punya I*******m?

Aku segera membuka aplikasi Instagramku. Di fitur pencariannya aku mengetik nama Arman Hadiwijaya. Sekali lagi muncul beberapa nama. Aku lihat satu per satu akunnya. Ketemu! Ini dia Arman! Aku segera buka akunnya. Yahh, dikunci. Kenapa harus dikunci akunnya? Apa aku harus mengirimkan permintaan pertemanan padanya?

Belum sempat aku mengklik permintaan pertemanan, terdengar suara ketukan pintu di kamarku.

"Mba, ada yang mencari tuh di luar," kepala Surya nongol di balik pintu.

"Siapa?"

"Mas Bram,"

Hah? Mas Bram? Seketika aku bangun dari ranjangku. Aku melihat jam dinding di kamarku. Jam 8 malam.

"Mas Bramnya di mana?"

"Duduk di teras depan sama Bapak,"

"Bentar lagi Mba keluar,"

"Oke," ujar Surya, lalu dia keluar.

Aku merapikan rambut panjangku yang sedikit berantakan. Aku mengambil scrunchie untuk mengikat rambutku. Lalu aku berjalan keluar kamar menuju teras depan. Sayup-sayup aku mendengar Bapak dan Mas Bram sedang mengobrol.

"Mas Bram," sapaku.

Mas Bram seketika bangun dari kursi, "Nda," sapa baliknya.

"Ya udah Bapak masuk dulu. Sudah ada Manda di sini," ujar Bapak mempersilakan kami berdua untuk mengobrol.

"Duduk, Mas,"

"Eh, iya,"

Kami berduapun duduk di kursi masing-masing. Sejenak kami hanya terdiam. Sesekali saling menoleh, lalu tersenyum malu. Duh, kok suasananya jadi canggung seperti ini? Akhirnya aku memulai pembicaraan.

"Mas Bram darimana?"

"Dari rumah, Nda. Memang Mas Bram mau main ke sini. Mas menganggu Manda?"

"Gak kok, Mas. Tadi Manda cuma lagi santai aja di kamar,"

"Oooh,"

"Liburan semesternya masih lama, Mas?"

"Gak. 3 hari lagi Mas harus balik lagi ke Yogya,"

"Gimana kuliahnya, Mas? Lancar?"

"Alhamdulillah, Nda. Sejauh ini masih lancar,"

"Alhamdulillah,"

"Kos-kosanku gak jauh dari tempat kuliah. Jadi lumayan bisa menghemat ongkos jalan,"

"Teman-teman di kos gimana, Mas?"

"Alhamdulillah Mas bertemu dengan orang-orang baik,"

"Jaga diri ya, Mas. Jangan sampai masuk ke pergaulan yang salah,"

"Iya, Nda. In syaa Allah Mas jaga diri,"

Lalu kami terdiam lagi.

"Nda, Mas mau ngomong sesuatu sama Manda," ujar Mas Bram dengan nada lirih.

"Mau ngomong apa, Mas?"

"Gimana ya mulainya?" Mas Bram terlihat bingung. Dia mengusap-usap kedua tangannya di celana jeansnya.

"Mas ... Mas ... suka sama Manda," ucapnya dengan terbata-bata.

Seketika aku terkejut mendengar pernyataannya. Mas Bram menembakku?! Pipiku mendadak merah, badanku panas dingin, lidahku menjadi kelu. Apa ini rasanya jika ditembak seorang pria?

"Mas ... suka Manda sejak kita sekolah bersama. Tapi Mas gak berani bilang soal perasaan Mas sama Manda. Mas takut ditolak. Sekarang Mas memberanikan diri ke sini bertemu Manda, dan mengungkapkan perasaan Mas. Apa ... Manda ... mau menerima cinta Mas?" ucapnya dengan tersipu malu.

Aku menundukkan kepalaku, tidak berani melihat Mas Bram. Kedua tanganku kuremas. Aduuuh, apa yang harus kulakukan? Ini pertama kalinya aku berada di situasi seperti ini. Apa aku harus menjawabnya sekarang? Jawaban apa yang harus kukatakan? Ya Allah, tolong datangkan siapapun ke sini. Bantu aku keluar dari situasi ini.

"Nda, gak perlu menjawab sekarang kok," ucap Mas Bram kemudian. Mungkin dia melihatku yang tampak kebingungan. Alhamdulillah, untung dia peka.

"Manda, bisa jawab kalau Manda sudah siap. Mas akan tunggu kok,"

"I-iya, Mas. Maaf," akhirnya aku bisa memaksakan lidahku untuk berkata.

"Gak perlu minta maaf kok. Mas yang harusnya minta maaf karena mendadak bilang suka sama Manda,"

Aku hanya tersenyum malu sambil menundukkan kepala.

"Mas pamit pulang, Nda. Sudah malam," Mas Bram bangun dari kursinya. 

"Iya, Mas. Makasih sudah mampir," Aku juga ikut bangun.

"Sampaikan salam pada Bapak dan Ibu,"

"Iya, Mas. In syaa Allah,"

"Assalamu'alaikum," ucap Mas Bram berpamitan.

"W*'alaikumsalam," jawabku

***

Mohon dukungannya ya readers 😊 Ikuti cerita ini, klik like, dan tinggalkan jejak di komentar. Makasih

Related chapters

  • Janji Suci Yang Terbagi   Perjodohan

    Karena pernyataan cinta Mas Bram, membuatku tidak bisa tidur nyenyak semalam. Aku memikirkan jawaban apa yang harus kusampaikan padanya. Sebenarnya aku senang sekali karena ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan.Aku meminta pendapat Ayu tentang masalahku ini. Ayu sangat girang mendengarnya. Dia menyuruhku untuk menerima Mas Bram."Apa aku pantas untuk Mas Bram?" tanyaku dengan ragu."Ya ampun, Nda. Apanya yang gak pantas?! Kalau Mas Bram sudah bilang suka, berarti dia pikir kamu pantas untuknya,""Tapi ....,""Gak ada tapi-tapian! Terima, Nda. Atau nanti kamu akan menyesal," desak Ayu.Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk menemui Mas Bram. Sehari sebelum dia kembali ke Yogya, kami janjian bertemu di alun-alun. Kami duduk di bawah pohon beringin yang rindang. Dan di sanalah, aku menerima cinta Mas Bram.***

    Last Updated : 2022-02-04
  • Janji Suci Yang Terbagi   Cinta Kita Sampai Di Sini

    Malam itu di dalam kamarku, aku memberanikan diri untuk menelpon Mas Bram. Aku mendengar suara dering telpon menyambung. Belum ada jawaban. Apa Mas Bram sudah tidur? Tapi sekarang masih jam 8 malam. Apa iya sudah tidur?Tut ... tut ... tut ... sambungan telpon terputus. Tidak ada jawaban. Mungkin dia sudah tidur. Apa besok saja aku menelponnya? Apa aku harus coba sekali lagi? Iya, akan kucoba sekali lagi.Kembali kudengar suara dering telpon menyambung, "1 ... 2 ... 3 ...," aku mulai menghitung dalam hati."Halo?""Halo, Mas Bram?" jantungku seketika berdegup kencang mendengar suaranya."Maaf baru Mas angkat telponnya, Nda. Barusan Mas di luar kamar,""Iya, Mas. Gak papa. Aku ... ganggu gak, Mas?" jawabku sembari duduk di atas ranjangku"Gak, Nda. Ada apa?""Anu ... gini, Mas. Ada yang mau ... Manda bicarakan,"

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Aku Bertemu Calon Suamiku

    Seminggu setelah Bapak memberikan kabar baik pada Pak Hendra, mereka sekeluarga datang lagi ke rumah untuk melamarku. Bapak dan Ibu mengundang keluarga besar kami untuk menyambut kedatangan Pak Hendra sekeluarga.Aku berada di dalam kamarku bersama Ayu dan sepupuku, Mba Dian. Hari ini aku didandani oleh Mba Dian. Dia merias wajahku dan menyanggul rambutku. Aku mengenakan baju gamis warna pink dengan hiasan brokat. Kebetulan Mba Dian adalah perias pengantin. Dia memberikan jasa makeup gratis untuk acara lamaranku dan juga di hari pernikahan. Kata Mba Dian, ini adalah hadiah pernikahan yang bisa diberikannya. Alhamdulillah terima kasih, Mba Dian.Aku bisa mendengar suara gelak tawa orang-orang dari balik pintu. Apa salah satu suara tawa itu milik Arman? Sebelumnya aku hanya melihat wajahnya di foto dan hari ini kami akan bertemu.Ibu masuk ke dalam kamarku. Ibu membawaku keluar untuk menemui para tamu. Di ruangan yan

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Perpisahan

    Malam pun tiba. Aku sudah berganti pakaian dan menghapus riasanku. Aku hanya memoles wajahku dengan riasan yang ringan saja. Rambut panjangku sengaja ku urai. Baju tidur yang kukenakan adalah hadiah lamaran waktu itu. Baju tidur kimono berbahan sutra yang terkesan sangat mahal. Dan rasanya baju tidur ini terlihat sangat seksi. Aku tidak nyaman memakainya. Roknya terlalu pendek. Bagian bahu dan dadanya terbuka. Awalnya aku menolak memakainya, tapi Ibu memaksaku.Aku duduk di atas ranjangku yang dibungkus dengan sprei sutra berwarna putih tulang. Aku menunggu dengan gelisah di dalam kamar. Menunggu Mas Arman yang akan masuk ke sini. Membayangkan apa yang akan terjadi padaku malam ini, membuat pipiku merah merona.Tok ... tok ... suara pintu kamarku diketuk. Gagang pintu dibuka pelan. Mas Arman! Dia di sini. Seketika jantungku berdegup kencang. Keringat dingin membasahi badanku. Aku tidak berani menatapnya. Aku menundukkan kepalaku.&nbs

    Last Updated : 2022-02-06
  • Janji Suci Yang Terbagi   Keluarga Baruku

    Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya aku tiba di rumah Mas Arman.Rumah putih yang besar. Halaman depan rumahnya juga sangat luas. Area parkir mobilnya bisa muat sampai 10 mobil lebih. Tamannya cantik dan terawat rapi."Ayo, Manda," ajak Kak Tamara. Dia mengapit lenganku, mengajak masuk ke dalam rumah.Aku tercengang begitu masuk ke dalam. Waaah, apa ini mimpi? Rumahnya seperti istana. Desain rumahnya bergaya Eropa dengan nuansa warna putih. Aku tidak pernah membayangkan akan masuk ke istana seperti ini. Apa di sinikah aku akan tinggal?"Manda," panggilan Nenek membuyarkan lamunanku."Iya, Nek?" sahutku."Kamu istirahatlah di kamarmu. Kamu pasti capek," ujar Nenek, "Arman, antar istrimu ke kamar," pintanya pada Mas Arman, yang sedang menggandeng ta

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Mas Arman Pergi

    "Non ... Non Manda ...," samar-samar aku mendengar suara memanggilku. Kubuka mataku perlahan. Seseorang berdiri di depanku."Jam berapa ini?" tanyaku dengan sedikit malas."Jam 6 pagi, Non," jawabnya.Aku bangun perlahan dari tidurku. Mataku masih setengah terbuka. Kenapa badanku sakit semua? Aku melihat ke sekeliling. Ini dimana? Aku terperanjat begitu aku menyadarinya. Ya ampun! Aku tertidur di sofa teras belakang."Gimana ini?!" seketika aku berlari masuk ke dalam rumah. Aduuh, sudah pagi. Kenapa aku bisa tertidur di luar? Bagaimana jika ada yang melihatku?"Lho, Manda? Kamu darimana?" aku berpapasan dengan Kak Tamara."Ah ... i-itu ... Manda dari teras belakang, Kak," jawabku dengan gugup."Sedang apa di teras belakang sepagi ini?" selidik Kak Tamara."I ... itu ...," aku menoleh ke belakang dan aku melihat orang

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Obrolan Di Pagi Hari

    Beberapa orang sedang sibuk di dapur. Aku mengenal salah satunya, Kiki. Sepertinya mereka belum melihat kehadiranku."Ha-halo ....," sapaku.Mereka semua menoleh."Non Manda, ada yang bisa kami bantu?" seorang wanita setengah baya bergegas menghampiriku."Tidak, aku tidak perlu apa-apa. Aku merasa bosan saja karena tidak melakukan apa-apa. Ada yang bisa aku bantu di sini?" aku menawarkan tenagaku."Oh ... tidak ada Non. Kami bisa mengerjakannya sendiri. Sudah tugas kami," wanita ini menolakku secara halus."Kita belum berkenalan. Nama ibu siapa?""Nama saya Sari, Non. Di sini biasa dipanggil Bi Sari," jawabnya memperkenalkan diri. Lalu dia mulai memperkenalkan masing-masing pembantu lainnya.Ada satu wajah yang tidak asing bagiku, "Santi?" tanyaku.Dia menjawabku sambil menunduk. Ternyata aku tida

    Last Updated : 2022-02-07
  • Janji Suci Yang Terbagi   Perkenalan Menantu

    Aku keluar dari kamar Nenek ketika berpapasan dengan Mama mertuaku."Sedang apa?" tanyanya dengan nada sedikit ketus."Abis mengantarkan Nenek buat istirahat siang, Ma," jawabku."Ikut Mama. Ada yang mau Mama bicarakan," perintahnya.Aku mengangguk dan mengikutinya. Mama Andien duduk di sofa ruang keluarga. Aku berdiri menunggunya bicara."Kenapa berdiri? Duduk," perintahnya.Aku segera menurutinya. Aku takut pada Mama mertuaku ini. Sejak pertama kali kami bertemu, Mama Andien tidak pernah menunjukkan sikap ramah padaku."Besok Nenek mau mengadakan acara makan siang dengan tetangga di sini. Mama juga mengundang beberapa teman Mama. Nenek ingin memperkenalkanmu pada mereka,"Aku diam dan hanya mendengarkan Mama Andien bicara."Mama hanya ingin memperingatkanmu. Mereka yang diundang ini adalah para

    Last Updated : 2022-02-08

Latest chapter

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 17

    Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 16

    Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 15

    "Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 14

    "Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 13

    Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 12

    "Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 11

    Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 10

    "Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya

  • Janji Suci Yang Terbagi   Chapter 9

    Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status