POV ARMAN
Ting tong, ting tong, ting tong!!!
Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara bel pintu yang ditekan berkali-kali. Kulihat jam wekerku. Jam 2 dini hari.
Siapa yang bertamu di jam segini? Gak sopan sekali.
Dengan malas, aku beranjak dari ranjangku. Bel pintu masih terus dibunyikan.
"Wait!!" bentakku, ketika mendekati pintu.
Aku langsung membuka pintu dengan perasaan kesal.
"Sarah?" aku terkejut.
Sarah hanya diam menatapku. Matanya basah karena air mata. Cara dia menatapku, seperti tatapan orang yang sedang marah.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu sedang berlibur ke Eropa?"
Sarah mendorongku, lalu masuk tiba-tiba ke dalam apartemenku.
Dia berjalan menuju ke dapur. Mengambil piring, lalu memecahkannya ke lantai.
POV ARMANAku menceritakan kejadian semalam pada Ben, ketika kami sedang istirahat makan siang."Dasar psycho. Untung kalian gak jadian," ujar Ben kesal."Aku gak mungkin bersama Sarah. Dia bukan tipeku. Dan aku sama sekali gak ada perasaan padanya," jawabku dengan santai."Untung kamu belum bawa istrimu ke sini. Coba bayangkan, jika Manda di sini dan dia bertemu Sarah. Mereka pasti bertengkar hebat,""Aku hanya berharap, kali ini Sarah benar-benar menjauhiku,""Kamu yakin? Kalau aku sih gak yakin. Dia gak akan berhenti, Man. Dia itu psycho,""Hei, teman macam apa kamu. Seharusnya kamu menenangkanku, bukan malah membuatku tambah pusing," ujarku kesal.Ben hanya tertawa meledekku."Karena aku temanmu. Makanya aku minta kamu hati-hati,""Dasar,"
POV ARMANPermintaan Ibu Sarah membuatku tidak bisa tidur semalam. Aku belum memberikan jawaban padanya. Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri.Malam itu juga, aku langsung menelpon Mamaku. Aku menceritakan semuanya pada Mama. Aku memintanya datang untuk membantuku.Karena frustasi, fokus kerjaku menjadi berantakan. Aku selalu salah mengerjakan laporan. Dan hasilnya aku dimarahi oleh atasanku.Ben tahu aku sedang gelisah. Tapi aku sengaja menyimpan masalahku darinya. Karena ini masalah sensitif, aku tidak mau orang lain tahu dan ikut campur.***"Arman," Mama berada di depan pintu apartemenku, sambil membawa kopernya.Aku memeluknya. Aku lega akhirnya Mama datang.Mama menepuk punggungku dengan lembut."Mama di sini. Kamu jangan khawatir," hibur Mama menenangkanku.
POV AUTHORManda mendengarkan dengan seksama penjelasan Arman. Sekarang dia tahu alasan sebenarnya Arman menikahi Sarah.Arman diam beberapa saat. Pandangan matanya tertunduk."Aku minta maaf, Manda. Aku sudah menyakiti hatimu," ucapnya kemudian."Aku ini laki-laki pengecut. Aku tidak bisa menolak Sarah. Aku tidak berani menghadapi Papa, Nenek dan kamu. Aku hanya bisa bersembunyi di belakang Mama,"Manda diam sambil menatap Arman, dengan ekspresi datar."Setelah ini, jika ... kamu mau berpisah. Aku tidak akan menghalangimu. Aku juga tidak akan melepasmu dengan tangan kosong. Kamu akan mendapatkan sebagian dari hartaku,""Apa itu yang Mas pikirkan soal Manda? Wanita miskin yang menikah karena harta?" sela Manda dengan nada kecewa.Arman melihat ke arah Manda."Manda bukan wanita yang
POV AUTHORMalam harinya ....Manda mengetuk pelan pintu ruang kerja Papa Hendra di rumah. Manda membuka pintunya, setelah Papa Hendra mengijinkannya masuk."Manda? Ada apa?" tanya Papa Hendra, yang sedang duduk di kursi meja kerjanya."Manda menganggu Papa?" Manda berdiri di depan meja kerja Papa Hendra."Tidak, Papa hanya sedang membaca buku saja. Kamu perlu sesuatu?""Iya, Pa. Ada yang mau Manda bicarakan sama Papa,""Soal Arman?" tebak Papa Hendra.Manda mengangguk.Papa Hendra menutup bukunya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi sambil menghela nafas."Kamu mau berpisah?" tebak Papa Hendra dengan nada sedih."Gak, Pa. Bukan itu," sela Manda segera."Lalu?""... Manda mohon ... Papa mau memaafka
POV AUTHORDi kamar hotel ...."Beneran, Sayang. Papa sudah merestui pernikahan kita?" Sarah terkejut mendengar kabar gembira itu.Arman mengangguk.Sarah melompat kegirangan, lalu dia memeluk Arman dengan tertawa bahagia."Ini yang kuimpikan selama ini. Mendapat restu Papa,""Bersiap-siaplah. Kita akan kembali ke rumah,""Iya, baiklah," jawab Sarah dengan antusias.Sarah mengemas beberapa barangnya ke dalam tas."Cutimu sebentar lagi selesai, kan? Kita bisa mengajak Papa dan Mama sekalian ke Amerika, ke rumah kita. Papa kan belum bertemu dengan orang tuaku,""Ya, kita bisa melakukanya. Nanti aku akan bicara pada Papa. Sekalian berpamitan pada orang tuamu,""Apa? Berpamitan?" tanya Sarah, bingung. Dia berhenti packing.&n
POV MANDASeminggu berlalu sejak Mas Arman kembali ke Amerika. Tidak seperti sebelumnya, Mas Arman sekarang sering menghubungiku. Kadang kami mengobrol via chat di WhatsApp, dan kadang Mas Arman menelponku. Tapi aku selalu menjawab singkat semua pertanyaannya. Aku tidak mau berlama-lama mengobrol dengan Mas Arman. Hatiku masih sakit tiap mengingat pengkhianatannya.Sampai saat ini, aku masih menyimpan masalah rumah tanggaku dari Bapak dan Ibu. Aku tidak mau mereka sedih. Aku juga meminta Papa Hendra dan Mama Andien untuk menyembunyikan rahasia ini. Aku perlu waktu untuk mengatakannya pada mereka.Aku mencoba menyibukkan diri dengan banyak kegiatan. Semua itu kulakukan untuk menghibur diriku sendiri. Aku tidak mau terlarut dalam kesedihan terus-menerus.***Hari ini aku pulang ke Purworejo untuk menghadiri pernikahan Ayu. Aku sengaja datang lebih awal, karena aku jug
POV MANDA"Ini buat Ibu," Mas Arman memberikan box kecil yang dibungkus kertas kado pada Ibu."Apa ini?""Hadiah buat Ibu,""Makasih ya,""Buka, Bu," pinta Adi."Iya, sabar," Ibu mulai membuka kado hadiah itu.Mata Ibu terbelalak ketika melihat hadiah yang diterimanya. Sebuah cincin berlian."Cin-cincin?""Ibu suka?""Aduuh, Nak Arman. Ibu suka sekali. Makasih banyak ya, Nak," ucap Ibu dengan terharu."Sama-sama, Bu,""Ini buat Bapak," Mas Arman memberikan hadiah pada Bapak."Ngerepotin Nak Arman," ujar Bapak."Gak ngerepotin sama sekali kok, Pak,"Bapak membuka hadiah yang diberikan oleh Mas Arman. Sama seperti Ibu, Bapak juga terkejut dengan isi kado itu. Se
POV MANDAHari ini kami kembali ke Jakarta. Selama perjalanan panjang ini, kami mengambil kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain. Mas Arman dan aku mengobrol panjang lebar tentang diri kami. Mulai dari apa yang kami suka dan tidak suka, hobi, kehidupan sekolah kami, dan sebagainya.Pembicaraan kami santai dan kadang diselingi dengan bercandaan. Sejenak kami melupakan masalah di antara kami. Dan aku menyukainya. Ini perjalanan jauh yang sangat menyenangkan.***"Manda?" Mas Arman berdiri di depanku sambil membawa koper.Lamunanku seketika buyar. Aku sedang berdiri di depan rumah mertuaku sambil memandangi rumah itu. Kami kembali lagi ke sini. Kembali ke realita yang tidak kusukai.Rasanya aku ingin lebih lama lagi bersama Mas Arman. Hanya kami berdua. Pergi jauh dari sini. Jauh dari Sarah."Ada apa?" Mas Arman mendek
Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan
Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t
"Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep
"Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng
Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik
"Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag
Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping
"Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya
Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah