"Mas ... sampai kapan kita akan menunggu di sini?" tanya Rara, tanpa menengok ke arah Evan. Matanya ikut memandangi apa yang suaminya tatap di seberang jalan sana.Setelah keluar dari rumah om Tyo, Evan melesatkan mobilnya bukan ke arah rumah mereka.Kembali ... Evan menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang masih asing bagi Rara.Hampir tiga puluh menit, mereka berdua di dalam mobil, mata Evan tertuju pada sebuah rumah sederhana, dengan nuansa warna putih biru. Evan tak menjawab pertanyaan istrinya, tapi jelas sekali di wajahnya kini, tergambar jelas rasa kekhawatiran yang sangat."Kamu tunggu di sini!" Evan keluar dari mobil saat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumah itu. Seorang pria, dengan umur sudah tak muda lagi keluar dari mobil dan berusaha membuka pintu pagar.Membiarkan Rara yang hanya bisa melihat apa yang hendak Evan lakukan dari dalam mobil."Om ...!"Wajah lelaki yang Evan sapa dengan sebutan om tampak sangat kaget sekali, saat dia tahu siapa orang ya
"Apa maksudmu?" tanya Evan sambil memandangi wajah istrinya, intens. Ia memangkas lagi jarak antara wajahnya dengan Rara yang masih terdiam, hingga tercium olehnya aroma khas nafas Rara. Matanya silih berganti memandangi mata dan bibir istrinya. Hasrat yang selama ini ia pendam untuk kembali melumat dan menggigit benda kenyal yang mempunyai rasa manis itu. Bisa Evan wujudkan berulang kali malam ini.Pandangan Evan membuat Rara jadi salah tingkah, dan segera membuang wajahnya ke samping. Dengan pipi yang langsung berubah warnanya, memerah."Memangnya apa yang kamu pakai?" kejar Evan yang bertanya tepat di telinga istrinya.Sentuhan bibir Evan yang tak sengaja menyentuh telinga Rara di bagian belakang, langsung membuat badan Rara menegang, sepertinya semua bulu kuduk ikut berdiri, meremang.Rara kembali berbalik dan mendongak menatap mata Evan. Tampak olehnya wajah tampan itu sedang mengernyit kan kening, dan mata yang sedikit melebar, saat kembali bertanya tentang jawaban ambigu
"Mbak ... Saya Isaura, mau ketemu dengan Evan Aizaer, dari bagian PR."Rara memperkenalkan dirinya pada seorang perempuan berkerudung yang berdiri di belakang meja dengan tinggi kurang lebih satu meter. Ada plakat berwarna putih bertuliskan resepsionis di atas meja.Ya! Rara sengaja mendatangi Evan di kantornya, sekedar sebagai bentuk perhatian, kejutan kecil dan juga mengajak Evan makan siang bersama dengan membawakannya makanan yang ia masak sendiri tadi."Sudah ada janji, sebelumnya?" Tanyanya mbak resepsionis dengan senyuman hangat, sopan."Be---""Rara! Istrinya Evan kan?" Seseorang yang sepertinya baru datang dan sudah berada di belakang punggung Rara, menyapa.Hingga membuatnya berhenti menjawab pertanyaan dari mbak resepsionis tadi. Dan memilih menengok kan kepalanya ke arah sumber suara yang tadi menyapanya."Iya mbak---" Rara menggantungkan ucapannya, dia lupa nama perempuan yang berdiri di depannya."Rini!" ujar mbak yang tadi menyapanya."Eh, Iya ... Maaf mbak, lupa." ja
Lewat Maghrib, saat Rara tiba di rumahnya. Dengan langkah cepat, Rara membuka pagar dan garasinya, sendiri. Begitu pun saat menutup dan menguncinya lagi dengan rapat.Kemudian masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Tak ingin rasanya bertemu dengan Evan. Ah, jadi punya pikiran untuk kembali pulang ke rumah orang tua. Namun, tidak punya keberanian untuk berbohong andai Ayah dan mamanya bertanya perihal kenapa pulang."Sudahlaah, anggap saja tak pernah ada masalah," desisnya lirih, kemudian menghela nafas panjang dan di buangnya kasar."Bismillah," ujarnya lagi, kemudian dengan dibuat setenang mungkin, Rara menaiki tangga menuju ke kamarnya.Sampai di ujung tangga, bayang suaminya masih juga tidak tampak."Aman ...." Sambil melangkah menuju ke kamar, tangan kanannya mengelus dada, sedangkan tangan kiri menjinjing tas kerjanya.Di bukanya pintu perlahan setelah sebelumnya dia mengetuk pintu itu, pelan.Aman! Di dalam kamar dan kamar mandi, tak ada Evan, mungkin ada di ruang kerja
Tapi Evan terpaksa meninggalkan istrinya karena suami mbak ratu yang tadi menelpon dengan menggunakan ponsel miliknya istrinya.Memintanya datang malam ini ke rumahnya, untuk mengambil beberapa arsip yang pak Dimas perlukan besok, karena mbak Ratu dan keluarga harus segera berangkat ke luar Jawa, karena ada keluarga yang meninggal.Sesampainya di rumah mbak Ratu, Evan masih sempat dijamu dengan segelas teh dan sepiring gorengan. Membuat Evan canggung bila segera pulang, tanpa lebih dulu duduk berbasa basi dengan mas Edo, suami mbak Ratu. Untung saja, anak mbak Ratu yang bontot terbangun dari tidurnya sambil menangis, hingga mau tak mau, mas Edo yang harus minta maaf karena tak bisa lagi menemani Evan, mas Edo harus kembali menenangkan anak bungsunya, agar kembali tidur.Dengan membawa map yang di perlukan kantor, Evan pamit dan segera melajukan motor gedenya kembali pulang.Setibanya di rumah, lampu di lantai atas masih menyala. Itu pertanda, kalau istrinya belum tidur.Selesai menu
Lambat laun, akhirnya Fatim bisa menyesuaikan dirinya lagi, di tambah dengan candaan konyol yang sering Nilla lontarkan hingga membuat makan siang yang semula hareudang menjadi sangat bersahabat."Ra ...! Si Dani ngapain ke sini lagi? Ngajak balikan?""Hmm ....!""Is ... lelaki kancrut, kemarin ninggalin, sekarang ngajak balik. Bikin eneg, tahu!" ejek Nilla, yang melirik Rara dengan ekor matanya. "Kamunya gimana? Mau balikan ma Dani?" tanya Nilla di sela sela saat mulutnya mengunyah."Kau seperti tidak tahu bagaimana Dani, dia akan berbuat nekad bila keinginannya tidak dituruti. Aku hanya nggak pengin ribut aja sih," jawab Rara setelah menegak habis air bening dari botol kemasan."Tapi kamu juga harus tegas, nanti dia malah salah duga, disangkanya kamu mau diajak balikan ma dia, lagian harus menjaga perasaan Evan, Ra!""Mmm ...." jawab Rara, matanya melirik memperhatikan wajah Nilla yang sedang fokus pada piringnya."Kamu berapa tahun pacaran ma Evan, La?" tanya Rara, tanpa basa ba
"Mbak, aku kok merinding?" bisik Fatim lirih, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seperti takut ada yang ngikutin. Bisikin Fatim yang lirih, namun masih dapat di dengar dengan baik oleh Rara."Shuut ...!" Rara menutup mulutnya dengan satu jari."Jangan rame, kalau ada yang dengar kan nggak enak." ujarnya lagi, matanya pun ikut melirik ke sana ke mari.Fatim mengangguk, segera keduanya beranjak ke bawah, membuang sampah dan kembali ke ruangan dengan perasaan gamang serta takut takut.Tak ada yang aneh di ruangan itu, selain wangi kembang yang menusuk hidung. Keduanya berjalan pelan menuju kursinya masing masing.Sepi ...!Rara dan Fatim sepertinya mulai sibuk dengan pekerjaannya sendiri sendiri dan terlupa dengan pesona wangi kembang. Hingga kemudian terdengar sebuah ketukan di pintu di barengi suara perempuan yang memangil Rara."Masuk!" suruh Rara tanpa bangun dari kursinya."Maaf, mbak. Di bawah ada tamu yang ngaku sebagai suaminya, mbak." Perempuan muda berjilbab, langsung
"Kenapa kok tumben tumbennya mbak Rara takut, ada apa sebenarnya?" tanya Mak penasaran.Malam itu mereka bertiga memutuskan untuk tidur bersama di depan tv, dengan kasur yang sengaja pak Ri keluarkan dari kamar. "Gara-gara ada yang iseng naruh kembang di ruangan kerjanya mbak Rara, wanginya itu banter, kayak nusuk nusuk ke hidung," jawab Fatim dengan muka di tekuk, yang di anggukkin Rara."Mungkin mbak Rara ada yang naksir barang kali, kok bisa bisanya naruh kembang di situ," selidik Mak, sambil menatap wajah Rara.Rara menghela nafas panjang, ia kemudian menceritakan dari awal, bagaimana dia dan Evan bisa menjadi suami istri, dan juga tentang Dani. Semuanya, tanpa ada yang dia sembunyikan."Oalah ... jadi ceritanya, mas Dani pengin balikan lagi gitu ya, Mbak?""Iya, Mak!" Rara menjawab pertanyaan Mak dengan wajah yang tak bisa di gambarkan."Mbaknya gimana, mau nggak sama mas Daninya?""Anu ... Mak," jawab Rara yang tampak malu malu untuk menjawab pertanyaan Mak, Namun Mak yang paha