Jerick mendorong tubuh Kenaya. Membuat tubuh ibu hamil itu terjatuh di atas tempat tidur. “Kenapa kamu menyalahkan aku? Harusnya jika kamu tahu aku hamil, harusnya kamu tidak menikahi aku!” Kenaya merasa semua ini adalah salah Jerick. Dia sudah berusaha untuk mengatakan apa yang terjadi. Jadi harusnya Jerick bisa mengakhiri semuanya. “Apa kamu belum sadar juga jika aku mencintaimu?” Jerick naik ke atas tubuh Kenaya. Membuat Kenaya berada dalam kungkungannya. “Cinta? Apa kamu bilang?” Kenaya tertawa. Menertawakan apa yang dikatakan Jerick. “Kamu memukuliku. Kamu menyakiti aku. Bagaimana bisa itu kamu sebut cinta?” Kenaya jelas tidak merasakan cinta. “Jika kamu menuruti aku untuk memuaskan aku. Makan aku tidak akan memukulmu.” Jerick menyeringai. Dia melakukan itu karena memang Kenaya tidak pernah mau membantunya menuntaskan hasratnya. Pria mana yang sanggup bertahan, jika dia memiliki istri cantik, tetapi tidak bisa menyentuhnya. Jerick hanya meminta Kenaya memuaskannya tanpa harus
Kenaya melihat Kean yang berada di dalam lift. Tampak mantan kekasihnya itu membawa koper. Untuk sejenak Kenaya membeku. Kean melihat dirinya dalam keadaan seperti sekarang. Sudah jelas jika sekarang pastinya dia sangat kacau. Bajunya pasti terkoyak.Kean benar-benar dibuat terkejut dengan apa yang dilihatnya itu. Dia yang hendak pulang dan mengejar penerbangan pertama, justru mendapati Kenaya dengan keadaan yang begitu kacau sekali. Rambut berantakan. Bahunya terlihat karena bajunya sobek. Luka di bahu yang terlihat jelas. Kean yakin sekali jika itu adalah aksi Jerick. Keduanya yang saling diam dan saling pandang, membuat lift nyaris tertutup. Untung saja Kean segera mencegah pintu tertutup. “Cepat masuk.” Kean memberikan perintah. Dia tahu jika Kenaya ingin pergi. Dengan cepat Kenaya masuk ke lift. Saat lift tertutup tangisnya tak terbendung. Meluncur membasahi wajahnya. Dia merasa jika kali ini sakit yang dirasakan berlipat-lipat dari sebelumnya.Melihat Kenaya yang menangis, Ke
“Jangan berterima kasih karena kita belum sampai ke tempat aman. Berterima kasihlah jika kita sudah sampai tempat yang aman.” Kean menatap sejenak Kenaya, sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan. Perjalanan mereka disambut dengan sinar matahari yang mulai naik singgasana. Sinarnya begitu menghangatkan. Kenaya yang melihat matahari begitu cerah pagi ini, merasa jika matahari itu menyambut hari di mana dia akhirnya lepas dari cengkeraman Jerick. “Kita berhenti di rest area dulu. Kamu harus makan.” Kean menatap Kenaya sejenak. “Aku ingin minum secangkir teh susu.” Kenaya mengatakan keinginannya. “Aku akan pesankan.” Kean mengangguk. Akhirnya Kean dan Kenaya sampai di rest area. Mereka masuk ke restoran yang ada di rest area. Kean memesankan apa yang diminta oleh Kenaya. Secangkir teh susu dan roti. “Makanlah dulu.” Kean memberikan minuman dan makanan milik Kenaya. “Terima kasih.” Kenaya segera meraih cangkir teh susu yang diberikan Kean. Saat meminumnya, dia merasa perutnya be
Mobil sampai di hotel Maxton. Kean sengaja ke hotel Maxton. Karena harus menaruh mobil yang dibawanya ke hotel Maxton. Di sana sudah ada Rigel yang menunggunya. Saat melihat Rigel di hotel, Kean segera turun dari mobil. Dia sengaja tidak membangunkan Kenaya yang masih pulas tidur. Membiarkan mantan kekasihnya itu untuk tidur lebih dulu. “Siapa itu?” Rigel langsung melempar pertanyaan itu pada Kean.“Kenaya.” “Kenaya mantan Kak Kean?” Rigel membulatkan matanya. Dia mengalihkan pandangan pada orang di dalam mobil. “Iya.” Kean mengangguk. “Aku belum bisa ceritakan sekarang, hanya minta bantuan kamu untuk mengurus sopir mobil ini dulu.” Kean harus butuh bantuan Rigel. Karena jika Jerick menemukan sopir tersebut. Harus ada alibi yang tepat. “Aku akan urus semua.” Rigel segera memberikan kunci mobil yang dibawanya. Tadi Kean sudah memberitahu jika dia butuh mobil. “Terima kasih.” Kean menerima kunci mobil yang diberikan Rigel. “Sama-sama.” Rigel tidak banyak bertanya dulu. Yang pentin
“Iya.” Kenaya mengangguk. Kean segera keluar dari kamar. Membiarkan Kenaya untuk mandi lebih dulu. Kenaya segera membuka jaket yang dipakainya. Kemudian menurunkan dress yang dipakainya. Di depan cermin, dia melihat penampakan luka yang ada di punggungnya. “Pantas sakit.” Kenaya melihat bekas merah memanjang di punggungnya. “Ini bajunya.” Kean mendorong pintu untuk memberikan baju pada Kenaya. Namun, seketika dia dikejutkan dengan apa yang dilakukan Kenaya. Kenaya menurunkan dress yang dipakai sampai ke pinggang. Membuat tubuh bagian atas terbuka. Sayangnya, bukan kulit putih Kenaya yang menjadi perhatiannya. Melainkan luka yang berada di punggung Kenaya. Tampak merah bak tomat. Kenaya segera menaikkan dress yang dipakai. Dia benar-benar terkejut dengan kehadiran Kean yang masuk kembali. Kean menghampiri Kenaya. Mencekal tangan Kenaya yang berusaha menarik bajunya ke atas lagi. Air mata Kean seketika menetes. “Apa ada pria sekejam ini memperlakukan wanita?” Dia merasa jika apa
Kenaya menimbang apakah dia harus mengatakan jika anak yan dikandungnya adalah anak Kean. Dia takut jika Kean tidak percaya dengan apa yang akan dikatakannya. Namun, jika tidak dikatakan, Kean tidak akan tahu. “Ke—” Baru saja Kenaya ingin mengatakannya, tiba-tiba suara bel terdengar. Membuat Kenaya menghentikan ucapannya. “Itu pasti makanan yang aku pesan.” Kean memberitahu. Dia segera berdiri. “Cepatlah pakai pakaianmu, dan ayo kita makan.” Kean segera berlalu keluar untuk mengambil makanan yang dipesannya. Kenaya hanya bisa terpaku melihat Kean yang pergi. Dia merasa waktunya belum tepat untuk mengatakan ini semua. Kenaya merasa dia akan mencari waktu untuk mengatakannya. Sesuai dengan perintah Kean, Kenaya segera memakai baju yang diberikan oleh Kean. Beruntung baju yang diberikan cukup besar. Jadi dia bisa memakainya dengan nyaman. Di luar, Kean menerima makanan yang dipesan. Kemudian membawa makanan tersebut ke meja makan. Dengan semangat Kean memindahkan makanan ke piring sa
Jerick sampai di rumah orang tuanya. Karena pemilik taksi tidak mau mengatakan padanya ke mana penumpang dibawa oleh sopir, akhirnya dia memilih untuk meminta bantuan papanya. “Ada apa kamu ke sini?” Hendrik menatap anaknya. “Kenaya kabur, Pa. Jadi aku mau meminta papa untuk menyuruh pemilik taksi membuka data penumpang.” Jerick menjelaskan. “Kabur?” Winda langsung menyambar ucapan sang anak. “Kabur ke mana maksud kamu?” Dia segera menghampiri sang anak untuk menanyakan hal itu.“Aku tidak tahu, Ma. Semalam, aku menginap di hotel setelah pesta, dan saat pagi dia pergi.” Jerick mencoba menjelaskan hal itu. “Apa kamu memukulnya lagi?” Hendrik sudah tahu kebiasaan anaknya. Beberapa kali dia melihat menantunya dengan wajah lebam, dan saat ditanya ternyata anaknya yang memukul. Jerick tidak bisa berkata apa-apa ketika papanya langsung menembak dengan pertanyaan itu. Saat mendapati anaknya diam saja, Hendrik menjelaskan jika pasti anaknya itu memukul istrinya. “Papa heran denganmu. Kam
Kean ke mal yang tak jauh dari tower apartemennya. Tepatnya di samping apartemennya. Apartemen milik Maxton itu memang dibangun dengan fasilitas lengkap. Ada mal, kolam renang, tempat fitnes, dan banyak lagi. Keluarga Adion memang memiliki beberapa unit apartemen. Namun, tidak ada yang ditempati, mereka semua memilik tinggal di rumah. Di mal, Kean harus mencari baju untuk Kenaya. Karena itu dia mencari toko yang menjual pakaian ibu hamil. Dia merasa akan mudah menemukan baju yang pas di sana untuk Kenaya. Beruntung di mal tersebut terdapat toko yang menjual pakaian ibu hamil. Jadi dia bisa memilih baju untuk Kenaya. “Selamat datang.” Seorang pramuniaga menyambut Kean. Kean mengulas senyumnya.“Ada yang bisa saya bantu, Pak? Mau cari pakaian atau mencari kebutuhan untuk ibu hamil?” “Saya ingin mencari pakaian untuk ibu hamil.” Kean menjelaskan apa yang membuatnya datang ke toko ini. “Silakan.” Pramuniaga mengantarkan Kean ke bagian gaun ibu hamil. Kean mengikuti pramuniaga yang a
Kean terus menggenggam erat tangan Kenaya. Begitu berdebar-debar ketika menunggu hasil apa yang dilihat oleh dokter. “Selamat, Bu Kenaya hamil.” Dokter melihat jika ada janin di rahim Kenaya. Kenaya merasa lega karena akhirnya dia benar-benar hamil. Kean yang bahagia langsung mendaratkan kecupan di punggung tangan sang istri. “Kita akan punya anak.” Kean benar-benar merasa bahagia karena akhirnya dapat memiliki anak kembali. “Iya.” Air mata Kenaya kembali menetes. Setelah dia kehilangan anak. Akhirnya dia kembali diberikan kepercayaan memiliki anak secepat ini. Rasanya benar-benar Kenaya merasa dilimpahi berkah yang begitu banyaknya. “Aku akan punya cucu lagi, Mommy.” Mommy Freya langsung memeluk Grandma Shea benar-benar merasa bahagia akhirnya dapat memiliki cucu lagi. “Iya, aku juga akan punya cicit.” Grandma Shea begitu bahagia sekali. Semua yang berada di ruang dokter begitu bahagia sekali. Karena cicit Adion akan hadir lagi setelah anak dari Lean. Dokter men
“Kita mampir ke apotek.” Kenaya menatap Kean yang sedang sibuk menyetir. “Kamu mau beli apa? Kamu sakit?” tanya Kean sedikit panik ketika mendengar Kenaya meminta ke apotek. “Tidak. Aku hanya mau beli alat tes kehamilan.” Kenaya menjelaskan apa yang membuatnya ingin ke apotek. “Kamu hamil?” tanya Kean menatap Kenaya. “Belum. Aku baru mau mengecek saja.” Kenaya mencoba menjelaskan. “Memang sudah terlambat datang bulan?” Kean begitu penasaran. “Iya, sudah telat dua minggu, Tadi saat mommy tanya dan aku baru ingat.”“Baiklah, kita beli atas tes kehamilan.” Kean begitu bersemangat sekali ketika mendapatkan kabar istrinya terlambat datang bulan. Dia berharap ada Kean junior di dalam rahim sang istri. Mereka sampai di apotek. Kenaya langsung membeli alat tes kehamilan di temani Kean. Ini bukan pertama kali Kenaya membeli alat tes kehamilan. Karena dulu dia pernah membelinya sebelum pernikahan dengan Jerick. Saat sudah mendapatkan alat tes kehamilan. Mereka segera pulang. Rencananya,
Apa yang dikatakan Kean memang benar. Apa yang dilakukan adalah untuk menyalurkan hobi. Apa yang dilakukannya hanya untuk membuatnya bahagia. Jika pun ada banyak orang yang beli, itu adalah nilai tambah saja. “Baiklah.” Kenaya pun mengangguk. Dia jauh lebih tenang ketika sang suami mengatakan hal itu padanya. “Ayo, kita berangkat.” Kean meraih tangan sang istri. Mengajaknya untuk segera ke toko bunga. Kenaya dengan penuh semangat menerima ajakan Kean. Mereka segera berangkat bersama untuk ke toko bunga. Saat sampai di toko bunga, Kean dan Kenaya begitu terkejut. Ternyata ada banyak orang yang sedang menunggu di depan toko. Mereka semua ingin membeli bunga hidup yang tampak cantik sekali. Apalagi memang ada program diskon yang diberikan Kenaya. “Apa mereka benar-benar datang untuk membeli bunga?” Kenaya tidak menyangka jika pembukaan tokonya akan dihadiri banyak orang. “Banyak orang suka berkebun. Jadi wajar jika mereka antusias untuk membeli bunga.” Kean mengulas senyum. Dia sen
Bulan madu yang sudah berakhir mengantarkan Kenaya dan Kean kembali. Tentu saja tempat yang mereka tuju adalah rumah baru mereka. Mereka langsung menempati rumah mereka sesuai dengan keinginan mereka berdua. Hari ini Kean sudah mulai bekerja. Karena itu Kenaya bangun lebih awal untuk mempersiapkan semuanya. Kemarin, Kenaya sudah berbelanja. Jadi pagi ini dia bisa memasak untuk suaminya.Kenaya sibuk di dapur membuat masakan. Pagi ini dia ingin membuat scramble egg. Makanan simple yang pas untuk sarapan. Kenaya memasak sambil mendengarkan musik. Membuatnya semakin bersemangat. Kean yang bangun melihat Kenaya yang asyik memasak dan menggoyangkan tubuhnya. Hal itu membuat senyum manis menghiasi wajahnya. Ternyata tidak ada asisten rumah tangga membuat lebih nyaman. Buktinya sang istri begitu leluasa keluar hanya dengan menggunakan baju tidur pendek dengan tali spageti. Kenaya yang selesai segera berbalik untuk meletakkan scramble egg yang dibuatnya. Namun, alangkah terkejutnya ketika
Seminggu Kean dan Kenaya berada di London. Mereka menikmati banyak tempat di London. Menikmati kuliner di negeri ratu Elisabet tersebut. Keduanya begitu bahagia sekali. Karena akhirnya mimpi mereka untuk ke London sudah terwujud. Hari ini rencananya mereka akan kembali. Naik pesawat pada siang hari. “Kenapa tujuan kita tidak ke Indonesia?” Kenaya menatap suaminya ketika melihat tiket pesawat yang dipegangnya. Tujuan pesawat justru adalah Male. Kota yang berada di Maladewa. Kota dengan laut dan pantai yang begitu indah. “Bulan madu kita belum berakhir.” Kean tersenyum. Kean sengaja mengubah rute. Dia masih ingin menikmati waktu dengan Kenaya. Sengaja memilih pantai karena sejatinya Kean menyukai pantai. Apalagi ketika melihat pantai saat alam hari. Namun, karena janjinya pada Kenaya, dia membawa Kenaya ke London lebih dulu. Kenaya mengulas senyum. Jika ditanya apakah dia suka jika bulan madunya diperpanjang, tentu saja jawabannya iya. Jadi dia tidak menolak ketika sang suami mengaj
“Bukan apa-apa.” Kenaya menggeleng. “Aku tadi melihat jaring ikan di dalam kopermu.” Kean hanya melihat sekilas. Jadi dia mengatakan apa yang dilihatnya saja. Jaring ikan? Kenaya tak habis pikir ucapan Kean. Namun, jika dipikir-pikir memang baju tadi seperti jaring ikan. “Coba lihat.” Kean menghampiri sang istri. Memaksa sang istri membuka koper. “Tidak mau.” Kenaya masih berusaha untuk menutup kopernya. Kean yang melihat hal itu langsung menggelitik tubuh sang istri. Alhasil Kenaya melepaskan pegangannya pada koper. Melihat celah itu, Kean segera membuka koper. Dia langsung mengambil baju yang disembunyikan oleh Kenaya. Kemudian merentangkannya agar dapat melihat baju apa itu. Kean membulatkan matanya ketika melihat jika baju yang disembunyikan Kenaya adalah baju tidur seksi. “Itu dari mommy. Aku baru membukanya tadi.” Kenaya menjelaskan dari mana baju itu berasal. Kean tidak menyangka jika sang mommy memberikan Kenaya baju seperti ini pada istrinya. Sang mommy benar-benar pa
Sesuai janji Kean, sore ini Kean membawa Kenaya ke London Eye. Mereka menuju ke London Eye untuk menikmati melihat kota London. Kean sengaja memesan tempat khusus. Jadi hanya mereka berdua isinya. Jangan ditanya berapa uang yang harus dikeluarkan Kean untuk memesan tempat privat. Pastinya cukup besar. Namun, jika dibanding dengan yang terisi dengan beberapa orang. Kean dan Kenaya masuk ke dalam kapsul. Saat baru masuk, Kenaya dikejutkan dengan meja makan yang terdapat di dalamnya. Tadi dia melihat kapsul lain, tetapi tidak ada meja makan seperti yang dipesan Kean. “Kamu memesannya khusus?” tanya Kenaya memastikan. “Tentu saja. Ini adalah bulan madu kita. Jadi aku ingin yang spesial.” Kean mengulas senyum di wajahnya. Kenaya merasa beruntung sekali karena Kean menyiapkan bulan madu mereka dengan sempurna. Tentu saja ini akan diingatnya sampai kapan pun. “Ayo, masuk.” Kean mengulurkan tangan, mengajak Kenaya untuk masuk ke dalam kapsul tersebut. Kenaya segera masuk.
Waktu sudah menunjukan jam dua belas, tetapi dua insan manusia itu masih asyik saling memeluk di bawah selimut. Kegiatan semalam yang menguras tenaga membuat keduanya begitu lelah sekali. Hingga sesiang ini mereka masih belum mau bangun. Kenaya yang membuka mata lebih dulu melihat Kean yang masih tertidur pulas. Melihat Kean membuat Kenaya membelai lembut wajah Kean. Kenaya merasa bersyukur sekali karena ada Kean di hidupnya. Apalagi kini mereka sudah menjadi pasangan suami dan istri. Tangan halus Kenaya yang membelai lembut wajah Kean membuat Kean yang tidur terbangun. Hal pertama yang dilihat saat membuka mata adalah wajah cantik Kenaya. Senyum manis dari Kenaya menyambutnya, hingga menularkan senyum di wajahnya. “Apa aku sedang bermimpi?” tanya Kean. “Kamu tidak sedang bermimpi. Memangnya kenapa?” Kenaya begitu penasaran sekali.“Karena aku melihat bidadari di depanku. Jadi aku pikir aku bermimpi.” Kenaya langsung tersenyum mendengar ucapan Kean. “Coba aku cek dulu.” Kean men
Kenaya membenarkan apa yang dikatakan oleh Kean. Kamar mandi begitu tampak romantis. Apalagi tampak begitu indah dengan pemandangan kota yang terlihat dari atas. “Kaca itu transparan?” tanya Kenaya ketika menyadari pemandangan kota terlihat dari dalam. “Kaca itu memang memperlihatkan pemandangan dari luar, tetapi ketika melihat dari luar, pemandangan dari sini tidak terlihat.” Kean mencoba menjelaskan pada Kenaya. Kenaya mengangguk mengerti. “Tapi, aku tetap tidak nyaman.” Kenaya merasa tidak leluasa. “Aku akan menutupnya.” Kean tidak mau sampai Kenaya tidak nyaman. Karena itu, dia segera mengambil remote dan menutup jendela tersebut. Kenaya lebih lega ketika melihat kaca kini tertutup. Paling tidak dia akan lebih nyaman. Kean segera beralih kembali pada sang istri. Memutar tubuh sang istri untuk dapat meraih ritsleting gaun yang dipakai. Perlahan Kean menurunkan ritsleting gaun tersebut. Kenaya memejamkan matanya ketika tangan Kean terasa menurunkan ritsleting gaunnya. Jantung