"Ck," ucap Mexsi berdecak heran tubuhnya bergidig merinding, mencium aroma tubuhnya sendiri. "Oweee! Bau Toa!"
Ia langsung bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Tiga kali Mexsi bulak-balik ke kamar mandi, tiga kali mandi, dan tiga kali memakai aroma sabun yang berbeda-beda. Tetap saja, ia merasa masih mencium bau Toa, akhirnya memutuskan mencari tahu di mbah G****e. 'Cara menghilangkan aroma makhluk astral di tubuh', Searching. Meski terbilang lelaki pintar, jika mengenai tentang musuh bebuyutannya. Hilang sudah kata pintar itu dari gelarnya. Segala cara ia lakukan agar terhindar dari Toa, keluar dari balik pintu kamar, ibunya sedang menonton TV di ruang tengah.
Mexsi memakai topi dan masker berwarna hitam. Tujuannya untuk menghindari para gadis yang terobsesi padanya, hanya dengan melihat wajahnya saja sudah jatuh hati.
Masih ingat kan kejadian di sekolah siang lalu? Berjaga-jaga saja, jangan sampai kejadian siang tadi terulang kembali.
"Bun, Mexsi izin keluar sebentar," kata Mexsi meminta izin keluar.
Ibunya malah sibuk tertawa melihat kartun Spongebob.
"Bundaaa." mencoba mengulangi perkataannya naik satu oktav.
"Mau ke mana?" tanya Ibunya tanpa menatap wajah putranya.
"Ingin membeli sedikit barang, soalnya keperluan alat mandiku habis," kata Mexsi tetap berdiri memandangi wajah Ibunya.
"Iya, tapi ingat jangan lama-lama. Nanti langsung kunci pintunya kata sekretaris ayahmu sedang ada pekerjaan di luar negeri," jawab Ibunya santai.
"Kenapa tidak memberi tahu kita secara langsung, Bun?" tanya Mexsi ingin mengetahui tentang ayahnya. Yang secara tiba-tiba harus ke luar negeri.
"Kata sekretaris ayahmu, ada sedikit masalah tentang proyek pembangunan hotel yang berada di Jepang."
"Begitu ya Bun," ucap Mexsi sedikit kesal tentang hal itu.
Ayahnya selalu saja sibuk di luar sana. Jarang ada waktu bersama, dia dan dan juga ibunya.
Ibunya menengok ke arah putranya. "Katanya mau pergi keluar?"
Mexsi mengangkat wajahnya, menatap wajah Ibunya.
"Pokoknya jangan lupa kunci pintu."
"Siap Bun." Mexsi melangkah pergi keluar dari rumah.
Ibunya melanjutkan tawanya saat melihat patrick dan spongebob tidak memakai pakaian. Ketahuan saat menyamar menjadi hantu, menakuti semua orang di dalam lestoran Krusty krabe.
Memilih berjalan kaki. Padahal ia memiliki motor ninja berwarna biru gelap, yang sangat keren. Terlebih jika ia yang mengendarainya, maka seluruh gadis akan dibuat terpana olehnya.
Mungkin takut kejadian yang lalu terulang. Para gadis nekat mengejar motornya, sampai hampir kecelakaan di tempat. Bukannya troma, hanya saja malas jika harus mengendarai di malam hari. Terlebih toko bunga cukup dekat dari rumahnya.
Mendatangi toko bunga membeli kembang tujuh rupa, untuk berendam nanti bila sampai rumah. Menghilangkan bau Toa dengan cara ini, menurutnya adalah cara yang paling terbaik. Berjalan sembari menunduk sambil memeriksa bunganya.
BRUGH!
Menabrak seseorang yang sedang berjalan tampak buru-buru, gadis itu terjatuh. Bunganya terhempas ke udara berhamburan, tertiup angin pelan menimpa kepala mereka pada samping jalan taman. Ia berdiri menatapnya sedangkan gadis yang ditabraknya terjatuh, rambutnya menutupi meringis kesakitan. Mexsi memegang tangan kanannya, membantunya berdiri. Terkejut, ternyata dia Kayla. Seketika melepaskan tangannya sehingga gadis itu terjatuh kembali, menatap segan ke arah lelaki dingin itu.
"Maksudnya apa?! Kalau gak ikhlas bantuin, ya gak usah bantuin," kata Kayla mencoba berdiri. "Gue bisa ko bangun sendiri, mana hari pertama gue lo ancurin bikin malu tahu.
"Sekarang bikin gue jatuh, jadi kotor baju gue." mengibas-ngibas pakaiannya, menyadari lelaki itu diam seribu bahasa tidak merespon.
Ia segera membekap mulutnya sendiri. Ngomong apa sih gue, ini mulut gak bisa direm... bego, bego.
"Jadi lo nyalahin gue!" teriak Mexsi menyipitkan matanya dengan kernyitan muncul di kening. "Lo gak sadar perbuatan lo selama ini, udah lebih memalukan daripada yang lo omongin tadi,"-ia berdecak heran, melangkah mendekati Kayla-"lo pikir gue bego, kirain gue lo pura-pura pingsan ternyata... "
"Jadi benar apa kata Tina, lo yang udah tolongin gue?" pertanyaan dari bibir Kayla menghentikan perkataannya. "Kebetulan banget, gue lagi nyari siapa yang udah tolongin gue- "
"Mau lo kerjain kalau udah ketemu itu orang." memalingkan wajahnya.
Kayla merasa kesal, semua yang terjadi padanya hari ini benar-benar aneh. Niatnya kan baik, ingin berterima kasih atas bantuannya. Yang membawanya ke ruang uks.
"Dari perilaku dan perkataan lo. Membuktikkan, lo kenal banget siapa gue. Tapi gue gak seperti apa yang lo pikirin, gue juga gak ngerti tentang sikap lo tiba-tiba seperti ini. Seakan-akan lo benci banget sama gue!" sentak Kayla. Membuat lelaki berambut hitam itu menatapnya.
"Lo pikir, dengan lo ngomong kaya gitu. Gue percaya? Jangan pernah bermimpi buat bodohin gue." Mexsi menatap Kayla lama sambil menaikan sebelah alisnya.
"Padahal gue seneng, karena gue tahu siapa yang udah tolongin gue,"-ia mendengus malas, menahan emosinya-"gue gak tahu apa salah gue sama lo, tapi lo udah tolongin gue ya... terima kasih."
Mendengar ungkapannya itu Mexsi mematung seperti patung pancuran, Kayla mencoba melambai-lambaikan telapak tangannya ke arah wajah cengo lelaki yang nyaris tidak bergerak. Bahkan mungkin tak bernapas pikirnya, melangkah pergi meninggalkannya.
Mexsi hanya bisa melihat rambut panjang menutupi punggung Kayla yang tegak, berusaha mencerna perkataannya mengucapkan tampak begitu tulus.
...Flashback On...
Saat Mexsi pindah ke Singapura hari pertamanya masuk sekolah, jadwal praktik berenang. Saat itu giliran ia masuk ke dalam kolam berenang. Tapi Mexsi terlihat ketakutan wajahnya berubah menjadi pucat pasi, gurunya mengetahui anak itu tidak dapat berenang. Alih-alih saat ia berbalik anak gadis berlarian kejar-kejaran dengan teman-teman sebaya, tak sengaja menabraknya.Terjatuh ke dalam kolam berenang, membuat anak yang menabraknya itu tertawa terpingkal-pingkal. Namun Mexsi meminta tolong hampir tenggelam. Tawanya terhenti-menjeburkan diri menyelamatkannya, menyeretnya ke atas permukaan dibantu guru olahraga.
Ia di bawa ke uks, Toa mengikutinya. Tak lama kemudian ibu Mexsi datang, pak guru menyuruhnya keluar. Anak gadis itu menunggu di depan pintu.
Mexsi keluar dari sana. Dia menatapnya dengan seculas senyuman ramah namun anak lelaki itu melengos tidak peduli, Toa melepas sepatunya melempar ke arah Mexsi.
Mendarat tepat di atas kepalanya, ia mengelus-elus kepalanya. "AWAS LO!"
Gadis kecil itu tertawa terpingkal-pingkal.
"RASAIN LO! " suaranya mengglegar kesegala penjuru memecahkan keheningan dengan sekali teriakan.
Mexsi secepatnya mengejar anak itu, dari situlah Mexsi membencinya dan memanggilnya sebagai 'Toa Berjalan.'
...Flashback Off...Mexsi duduk di atas tempat tidur memandangi meja belajarnya. Bukan, bukan meja belajar yang ia pandang. Tapi foto anak gadis yang sedang tersenyum manis menunggingkan gigi putihnya, ia tempelkan di ujung toa. Siapa lagi kalau bukan musuh bebuyutannya?Yang paling Mexsi sukai dari foto itu sebuah kumis hitam tebal menempel sempurna di bawah lubang hidungnya. Memakai kacamata bulat, dan tahi lalat besar di bawah mata sebagai pelengkap.Terkadang Mexsi memuji dirinya sendiri, hanya dengan satu spidol hitam ia menciptakan sebuah karya. Hasil dari tangannya sendiri yang luar biasa, dari mana ia mendapatkan foto itu?Entahlah...Jika Mexsi marah atau kesal. Foto itulah yang akan menjadi korbannya, mengingat kejadian masa lalunya saat pertama kali mengenal Toa membuatnya kembali mematung."Gue gak percaya, dia bilang apa barusan," kata Mexsi ngedumel sendiri. Menggeleng-gele
Sampai di rumah sakit Kayla dan ibunya memasuki ruang pemeriksaan, putrinya di bius tanpa sepengetahuan Kayla. Memeriksa dan melakukan pengobatan dalam beberapa jam saat semuanya sudah selesai. Ibunya bicara berdua dengan dokter yang baru saja melakukan pengobatan pada putrinya, keluar dari ruangan dokter dengan wajah sedih. Putrinya sadar memanggil ibunya. "Mama," ucap Kayla suaranya terdengar lemas dan serak. "Sayang kamu udah bangun." tanya ibunya dari kejauhan berlari kecil ke arahnya. Memegang tangan kanan Kayla. "Kapan kita pulang, aku gak betah lama-lama di rumah sakit Mah." ia ingin turun dari ranjang. "Sekarang sudah boleh pulang, ayo sini Mama bantu." ibunya memegang tangan Kayla perlahan mereka pergi keluar dari depan pintu rumah sakit.
Semua siswa IPA mau pun IPS berkumpul di tengah lapangan, terdengar suara gemuruh bisikan dari berbagai sudut. Bertanya-tanya ke teman-temannya, mengapa mereka di kumpulkan? Tidak lama kemudian pak Selamet mengumumkan menggunakan toa. "Siswa XI IPA yang bernama Tino suka isengin temannya. Kali ini benar-benar keterlaluan, coba lihat ke atas atap lantai tiga di belakang kalian." pak Selamet menunjuk dengan telunjuk jari. Semua siswa dengan kompak menengok mengikuti telunjuk jari tangan pak Selamet. "Dia akan di hukum mengambil sepatu teman-temannya yang sengaja di lempar ke atas genteng, ini adalah contoh anak bader jangan kalian tiru. Tugas kalian, awasi dia sebagai pembelajaran bagi siswa yang suka mengerjai temannya." pak Selamet pergi ke ruang guru. Tidak lama kemudian.
Teeet, teeet, teeet. Suara bel istirahat baru saja terdengar Tina bergegas membereskan buku dan pulpennya, seperti biasa mengajak teman sebangkunya ke kantin. Tapi Kayla menolak ajakannya kali ini. Kapok mendengar suara Kawal, Kiwil, Kawul. Tina memakluminya ia mengajak Ino, dan tidak akan pernah lupa pada Padil sang pangeran pujaannya. Kayla memilih mengelilingi sekolah sendirian, saat menuju kelas ujung paling pojok. Tak sengaja melihat pemandangan yang jarang terjadi, ketiga lelaki yang suka nanyi-nyanyi tidak jelas berada di depan matanya sekarang, mereka mengganggu salah satu siswa. Menarik kerah siswa itu didorong hingga tersungkur di atas tanah, Kawal mengepalkan tangan kanannya menonjok wajah lelaki yang terlihat pasrah. Kayla terkejut tanpa sadar kakinya berlari ke depan lelaki yang sedang di kroyok habis-habisan sama mereka, melentangkan kedua tangannya sembari menutup mata.
Mexsi menyadari dari tadi mereka tatapan cukup lama. "Biasa aja kali liatnya, entar suka lagi... bisa jadi ribet masalahnya.""Idih!" Kayla bergidik merinding membelakanginya. "Sorry-Sorry aja deh, jangan ke GR-an." melipat kedua tangannya.Lelaki itu menatapnya."Gue gak mungkin suka sama lo, orang yang gak bisa menilai seseorang baik atau buruk." melanjutkan perkataannya."Apa!" meringis kesakitan saat mencoba berteriak. "Harusnya kata-kata itu buat lo, bukan buat gue."Merasa kesal Kayla pergi dari hadapannya."Sialan! Dia pergi gitu aja. Tapi... sifatnya udah mulai berubah, Toa kayanya bener-bener kepentok becak terus hilang ingatan." tertawa sendiri, lalu memegang bagian kiri bibirnya menahan sakit.***Satu masalah lagi dalam beberapa hari Kayla masuk sekolah, Tino memasang ember kecil di atas pintu kelas
"Tunggu!" ucap Mexsi mengejar tak sengaja memegang lengannya. Mendadak jantung Kayla berdegup dahsyat, langkahnya terhenti. Ia menatap Mexsi dengan berani, berharap dia tak mendengar detak jantungnya yang hampir copot. "Gue... g-gue," jawabnya terdengar sulit mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, menarik napas berat menghembuskan dengan keras. Kayla menatapnya. "Gue gak tahu caranya bersihin toilet." melepaskan tangan Kayla. "Apa?! Hahaa... " ia tertawa geli, memegang perutnya lalu tak sengaja menepuk-nepuk bahu Mexsi sampai terdorong lemah. "Pantesan dari tadi diam aja, cemberut aja, ternyata lo." Mexsi mengangkat wajahnya dengan sedikit suram. "Lo gak tahu caranya bersih-bersih... hahaha." tertawanya kembali terdengar. Membuat Mexsi melempar kain pel dan sikat, ia akan segera pergi saat melangkah kesamping gadis itu.
Sarah mendatangi kantin ibu Ino pada saat jam pulang sekolah, pada hal sudah mau tutup tapi Sarah dengan sangat tidak sopan menaikan kedua kakinya ke atas meja. Kawal, Kiwil dan Kawul menemaninya.Ino dan ibunya yang sedang bebenah, saling pandang.Ibunya mengerjapkan mata, Ino mengangguk tidak jadi tutup, mereka menuruti kemauan Sarah dengan sopan. Memesan bakso, tak lama kemudian putri kepala sekolah itu berteriak. Ino dan ibunya panik, secepatnya memastikan keadaan putri kepala sekolah."Aaaa!" teriaknya."Ada apa Non?" tanya ibu Ino."Lo gak punya mata!" bentaknya pada ibu Ino. "Coba liat, di dalam bakso gue ada kecoanya." Sarah menunjuk ke arah mangkuk yang ada di depannya.Kawul memotretnya dan memposting di instagram."Pokoknya gue gak mau tahu, kalian harus keluar dari kantin ini, gue gak mau tahu. Besok harus gak ada muka k
Kayla berdiri memegang bahu atap lantai tiga, menangis tidak memedulikan luka di tangannya. Darah terus mengalir dari telapak tangannya. Mexsi melihatnya di sana. Ia mendekat, kakinya kaku, apa yang sebenarnya ia lakukan? Apa pedulinya pada gadis itu, akhir-akhir ini ia begitu peduli terhadapnya. Peraturan di dalam dokumen kebencian yang telah Mexsi buat, kini satu demi satu dilanggarnya sendiri, mulutnya berkata untuk apa memedulikan Toa, bukannya bagus! Jika dia menderita? Namun, hatinya berkata sebaliknya. Saat teringat permintaan Toa yang meminta agar memaafkan dirinya, dan menjadi teman bukan musuh. Perlahan langkah kakinya yang panjang, mendekat memegang tangan gadis itu secara tiba-tiba. Seketika membuat Kayla menengok ke sebelah kanan, matanya membulat, mulutnya terbuka lebar, jantungnya seketika berhenti dalam sedetik m
Kepala Keyla sulit sekali bergerak, ia tak mampu menengok ke belakang. Ia berjanji tidak akan menangis lagi, tetapi sulit baginya berhenti. Lelaki itu melingkarkan tangannya pada tubuh Keyla, lalu mendekapnya tanpa ragu dari belakang."Kau jahat sekali, kenapa berpura-pura tidak mengenaliku?" tanya Mexsi menopang dagunya di atas pundak Keyla. "Kau tahu aku begitu menderita, setiap hari harus meminum obat dan melupakan semua hal tentangmu." "Ba .. gaimana mungkin, kau mengingatku kembali. Harusnya kau tetap melupakanku, Mexsi!" Jerit Keyla dengan wajah sedih."Itu kah maumu?" tanya Mexsi mundur selangkah. Keyla tetap tidak berani berbalik, apalagi menatap wajahnya. "Baik kalau begitu, aku pergi .... "Keyla tiba-tiba saja memegang lengannya sambil menunduk, tangannya bergerak sendiri tanpa meminta izin pada pemiliknya. "Aku ... Aku takut menembakmu, aku sangat takut kehilanganmu.""Tatap mataku, Keyla," kata Mexsi. Gadis itu hanya dapat menggeleng. "Kubilang tatap mataku, Keyla!" Teri
Tina dan Ino terdiam sesaat, mereka berharap kalau Keyla tidak memikirkan perkataan Tino. Mereka meyakini jika sampai percaya maka apa yang akan terjadi pada sahabatnya, tiba-tiba saja Keyla berdiri, menatap segan ke arah Tino. "Keyla mau ke mana?" tanya Ino pelan."Keyla, di sini aja ya. Gak usah dengerin apa yang barusan Tino bilang, kita kan tahu kalau dia suka bercanda. Dan selalu membangkitkan emosi kita, iya kan Ino?" kata Tina melirik pelan ke arah Ino."Oh iya haha." Ino sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Tino.Selama ini Mexsi yang menemani Kayla dalam keadaan sesulit apapun, bahkan sampai detik-detik terakhirnya saja. Mexsi mampu membuat bahagia di masa sulitnya, apakah Keyla menyadari hal itu. Tentu saja, Keyla sangat memahami hubungan mereka berdua. Satu hal lagi yang belum Keyla tahu. "Gue sama Mexsi udah saling benci pada saat usia kanak-kanak."Tina langsung bertanya. "Apa penyebab kalian saling membenci?"Ino dan Tino hanya menatap ke dalam mata Keyla sambil m
Hanyut dalam dekapan ibu Ino membuat Keyla semakin tak sanggup menahan air matanya. Cukup lama ia menahannya, terbendung sudah hampir meluap keluar. Air matanya mengalir deras turun melewati pipinya yang kini memerah, ia tidak tahu kalau selama ini ia butuh dipeluk oleh seseorang dalam keadaannya yang sedang mencari informasi terkait kematian kakaknya.Ibu Ino berniat menceritakan sedikit tentang semasa hidup Kayla, waktu itu di mana geng Sarah menghancurkan usahanya. Sebagai ibu pemilik kantin di sekolah Ino dulu, Ibu Ino melepaskan pelukannya. Menatap Keyla yang saat ini sedang mengusap air matanya. "Kakakmu Kayla adalah gadis yang sangat baik, dia sangat berjasa bagi kami." Tiba-tiba saja ibu Ino membahas tentang kakaknya."Benarkah?" Kedua bola mata Keyla berbinar-binar saat mengatakannya."Tentu saja, Kayla maju digaris paling depan. Saat kantin kami sedang diobrak-abrik oleh Sarah dan teman-temannya, Kayla sempat terluka dia tidak menyerah sedikit pun. Demi membantu kami, dia sa
Ibunya mendongak ke atas menatap wajah putranya. "Aku tahu betul, jika tangan Bunda bergetar seperti ini. Artinya Bunda berbohong, apakah sangat sulit bagi Bunda memberitahuku yang sebenarnya?" tanya Mexsi masih tetap memegang tangan ibunya."Bunda sudah memesan tiketnya, lebih baik kita bergegas. Nanti ketinggalan pesawat.""Cukup Bunda!" Mexsi sedikit meninggikan suaranya, tapi masih dalam batas wajar. Ia melangkah pergi ke depan pintu."Mau kemana?" tanya ayahnya yang baru saja sampai di depan pintu."Ayah, cegah dia Yah. Mexsi kita mau pergi, dia tidak ingin ikut bersama kita kembali ke Singapura. Ayo Ayah cegah dia," kata istrinya merasa ketakutan yang amat sangat dalam.Suaminya menggeleng. "Biarkan saja.""Apa maksud Ayah?""Biarkan saja Mexsi tinggal dan melanjutkan studynya di sini."Mexsi berhenti melangkah, membulatkan matanya, menengok ke arah ayahnya sedang bicara. Ternyata ayahnya malah memilih membela dirinya ketimbang ibunya sendiri. Selama ini, ayahnya selalu tunduk d
Puk. Sekotak kecil menimpa kepalanya, sampai Mexsi mengelus kepalanya beberapa kali tanpa bersuara. Kotak kecil itu patah, sehingga terlihat isinya sedikit. Ia memegang kotak itu lalu memperhatikannya dengan seksama, nampak tidak asing baginya. Ia mengambil buku diary ingin membuka selembar kertas. "Mexsi!" Jerit ibunya dari luar kamar. Mexsi sampai menjatuhkan buku diary milik kakaknya, ia jongkok mengambil buku diary itu. Ibunya langsung merebut buku itu darinya, ia mengangkat kedua alisnya."Bunda kembalikan, buku diary itu milikku." Pinta Mexsi merengek dengan sedikit bergurau."Nggak, mulai detik ini, buku diary ini. Milik Bunda," jawab ibunya tersenyum masam."Kenapa begitu?" Mexsi menaikan sebelah alisnya karena tak terima buku itu tiba-tiba diambil ibunya."Gak usah banyak tanya, kalau kamu mau buku diary ini. Maka kembalilah ke Singapura, Bunda pasti memberikannya padamu." Ibunya melangkah pergi dari sana setelah mengatakannya.Mexsi hanya terdiam sambil memikirkan segala ke
"Biar gue tarik kata-kata gue waktu itu, beres kan?" jawab Keyla lalu bertanya padanya."Bisa gak, jangan egois. Ambil keputusan secara sepihak begitu, kita.""Kenapa, kenapa, nyawa kalian bisa dalam bahaya jika terus bareng gue. Kalian tahu sendiri kan, ayah gue udah jadi korban. Dan gue gak mau kehilangan lagi, gue mohon sama kalian jangan pedulikan untuk kali ini saja, jangan menoleh. Cukup berpaling aja," ungkap Keyla yang bersungguh-sungguh takut kehilangan lagi.Tina dan Ino terdiam sesaat, lalu Tina maju selangkah menujunya. "Terus lo pikir kita juga mau gitu kehilangan sahabat kita lagi?""Kenapa kalian sampai segitunya, harusnya kalian gak usah melakukan hal ini.""Karena kita ini sahabat," jawab Ino dengan tersenyum sambil menutup matanya."Huaaaa!" Keyla menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Tina dan Ino kembali saling pandang, mereka memeluk Keyla bersamaan. Mereka menumpahkan kesedihan, kerinduan, serta persahabatan menangis bersama di sana. Beberapa saat Ino menghapus a
Para pelayan itu kembali setelah beberapa saat, Mexsi mulai bingung dengan dirinya sendiri. Terkejut dengan apa yang baru saja ia pesan, ternyata makanan itu sama dengan apa yang dipesan gadis itu. Tapi makanan itu sangat familiar untuknya, rasanya ia sudah pernah memberikan makanan itu pada seseorang tetapi siapa?Keyla bukan tanpa sebab memilih berada di lestoran itu, ia merindukan sahabatnya yaitu Ino berada di sana. Tanpa gadis itu sadari Ino telah berada dihadapannya, duduk di sana sembari terus memperhatikannya.Mexsi sedang mengunyah makanannya, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan santai, setelah mengetahui siapa orang itu ia tetap melanjutkan makan. "Gue cari lo kemana-mana ternyata lo ada di sini, lagi enak makan lagi. Bla, bla." Dito ngedumel dengan seribu bahasanya.Dirasa cukup lelah membacot sendirian, akhirnya ia memilih duduk memesan minum. Kembali menatap wajah Mexsi. "Udah makannya kan?" tanya Dito sambil menyeruput segelas kopi hangat."Iya,"
"Iya Keyla, maksudku kanker itu kantong kering," jawab Dito sedikit membekap mulutnya sendiri. Terdengar cekikikan kecil di sana. Keyla mengerutkan keningnya. "Aku mau beli bunga buat dimakam, masalahnya aku gak bawa uang. Gimana ya?" lanjutnya kembali melirik Keyla dengan penuh harap.Tanpa berpikir panjang Keyla langsung mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya. Ia mengeluarkan beberapa sejumlah uang dari sana, memberikannya pada lelaki itu tentu saja sudah mengerti Dito tak mau mengambilnya. "Apa lagi, masalahnya?" tanya Keyla sedikit geram.Dito malah melangkah dengan cepat memegang tangan Keyla. Entah kenapa Mexsi merasa kesal setengah mati, ketika melihat Dito memegang tangan gadis itu. "Bisa tolong pilihkan, aku gak paham caranya memilih bunga yang bagus. Aku mohon banget sama kamu. Bantu aku untuk kali ini aja ya, ya." Dito mengatakannya dengan penuh harap. Dengan amat sangat terpaksa Keyla mengangguk. "Emang kamu mau ziarah ke makam siapa?""Kak Morgan, terus aku sam
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia