Nafas keduanya tersengal setelah Akbi mencabut sesuatu yang telah tertanam dalam tubuh Bee lalu bergulir ke samping.Merengkuh tubuh Bee agar bersandar pipi pada dadanya.Menunduk sedikit untuk memberikan kecupan di kening Bee yang sedang menghirup udara dalam lalu mengembuskannya perlahan mencoba menetralkan debaran jantungnya yang sedang jumpalitan di dalam sana.Gelora hasrat Akbi seakan tidak pernah padam sama seperti Bee yang kini sudah merasakan ada kebutuhan lain di dalam dirinya.Setelah mereka memadu kasih di dalam jacuzy dan kali ini dengan Bee yang berada di atasnya, mereka berdua pindah ke kamar dan kembali memacu satu sama lain dengan posisi berbeda.Kurang lebih setengah jam lamanya Akbi dan Bee hanya diam sibuk dengan pikiran masing-masing namun telapak tangan Akbi masih bergerak mengusap lembut lengan atas Bee memberi kesan bila meskipun ia sedang hanyut dalam segala pikirannya tapi ia masih berada di sana untuk Bee.“Kayanya lo salah perhitungan deh Bee,” celetuk Akbi
“Senyum-senyum terus, kamu enggak demam ‘kan sayang?” Bee mengulurkan tangan berniat mengecek suhu tubuh Akbi di bagian kening dengan punggung tangannya.“Apaan sih, enggak liat gue seger gini ...,” sanggah Akbi penuh keyakinan. Senyumnya merekah sepanjang pagi, belum pernah ia begitu bersemangat seperti ini saat akan berangkat ke kantor.Bagaimana tidak, judul skripsi Bee lolos tanpa hambatan dan surat permohon untuk magang dari kampus Bee—beberapa hari lalu sudah berada di atas mejanya dan dirinya sendiri yang langsung membubuhkan tanda tangan persetujuan.Dan perhari ini Bee mulai magang di kantornya, itu berarti Bee akan berkeliaran di dalam gedung kantornya selama satu bulan penuh.Otak Akbi sudah memetakan apa yang akan ia lakukan bersama Bee di atas meja kerjanya.“Trus kenapa kamu senyum-senyum gitu?” cecar Bee mencari jawaban atas sikap aneh suaminya.Akbi hanya melirik tanpa memberikan jawaban, lalu mengembalikan fokusnya pada kemudi.“Serem tau Bi, kalau kamu senyum-senyu
Bee mencengkram sandaran kursi kuat ketika Akbi menghentaknya dari belakang, lelaki itu tidak bisa ditolak bila sudah ada maunya.Dan harus Bee ikuti saat itu juga bila tidak ingin Akbi murka dan membuat harinya seperti di neraka.Hasrat Akbi tidak terbendung ketika melihat Bee dalam balutan stelan kerja.Istrinya nampak lebih dewasa dengan blouse tangan panjang dan rok span pendek membuat lekukan ditubuhnya tampak nyata.Wajah yang sedikit dipoles make up natural juga semakin menambah kecantikan sang istri.Akbi jadi ingin setiap waktu bercinta dengan Bee di setiap sudut ruangan di kantornya.Keringat membanjiri tubuh mereka setelah beberapa lama memacu diri mencari kenikmatan.Akbi hanya menurunkan celananya sementara dasi masih tergantung dengan rapi di leher dan kancing kemeja tidak ada yang terbuka.Lain halnya dengan Bee yang blousenya sudah tidak berbentuk dan roknya terlepas entah berada di mana.Akbi begitu buas setiap mengajaknya bercinta di kantor, tampaknya lelaki itu berfa
“Lo jangan nakal gue tinggal!” Akbi berseru seraya mendekap tubuh istrinya posesif yang menyisakan jarak sedikit agar mereka bisa saling menatap.Akbi begitu berat meninggalkan Bee di Indonesia tanpa dirinya, sama seperti Bee yang harus berpura-pura tegar karena ini mungkin jalan agar mereka terbiasa untuk tidak bergantung satu sama lain mengingat tenggat waktu perjanjian pernikahan mereka sebentar lagi akan berakhir.“Mana mungkin aku nakal, yang ada kamu yang nakal.” Bee menyaut sambil mendongak“Udah bilang sama Anggit kamu ke Sydney?” lanjut Bee setengah mengingatkan karena sepengetahuannya lelaki itu selalu mengabaikan semua pesan dan telepon dari Anggit.Akbi menggelengkan kepala. “Biarin aja, males gue!” “Kalau kamu males kenapa masih dipertahankan?” batin Bee bersuara.“Ya udah, nanti aku yang kasih tau dia.” Dan itu yang malah Bee ucapkan.“Jangan! Jangan berhubungan apapun sama dia, kalau lo ketemu dia lari yang kencang ya!” titah Akbi penuh keyakinan.“Seperti saat aku ud
Nyatanya hidup tanpa orang yang kita cintai itu seperti sayur tanpa garam, hambar.Kebiasaan bersenda gurau ketika sarapan pagi, pergi kerja bersama, makan siang bersama atau malam yang panas dan panjang sudah tidak ada lagi berganti dengan hari-hari sepi tanpa warna.Bee seperti zombi saat ini haus akan keberadaan Akbi di saat seharusnya ia belajar untuk terbiasa tanpa lelaki itu.Di awal kepergiannya ke Sydney, Akbi dan Bee sering bertukar kabar melalui pesan singkat atau videocall meski perbedaan waktu di Sydney lebih cepat empat jam dari pada Jakarta.Namun semakin hari komunikasi mereka semakin jarang disebabkan oleh kesibukan masing-masing.Akbi sudah memberikan penjelasan bila dirinya akan bekerja lebih keras untuk mengembalikan kondisi perusahaan yang mengakibatkan waktunya tersita lebih banyak.Itu dilakukannya agar perusahaan sang Kakek bisa cepat kembali stabil dan ia bisa segera pulang dan kembali dalam pelukan Bee.Sebagai istri yang baik, Bee sangat mendukung hal itu, pe
Dua orang pria berlarian di lorong rumah sakit, tidak peduli sudah berapa orang yang mereka senggol hanya untuk dapat tiba dengan cepat di ruang rawat seorang perempuan yang sangat berarti bagi sahabatnya.Tidak sabaran Zidan membuka pintu kamar ruang rawat yang telah Verro infokan kepadanya.Dan setelah benda tersebut terbuka, mata mareka langsung menangkap sosok Bee yang terbaring dengan perban di kepala dan kaki sebelah kanan di gips.“Kamu enggak apa-apa, Bee?” Zidan yang pertama kali bertanya.Lelaki itu bergerak cepat ke arah ranjang, kerutan pada kening menandakan bila betapa khawatir dirinya saat ini.“Enggak apa-apa, cuma gegar otak ringan sama tungkai aku retak sedikit dan tangan terkilir ... selebihnya aku sehat,” balas Bee dengan santai.“Apanya yang sehat Bee, ini kaki di gips ... kepala di perban, kalau Akbi tau ... udah terbang dia kesini, Bee!” Raka berseru seraya duduk di sisi ranjang sambil memindai semua luka Bee.“Terbang apanya, lo pikir Akbi Gatot Kaca?” tukas Zi
“Zidan, kamu pulang aja ... aku enggak apa-apa di sini sendiri,” kata Bee ketika Zidan baru saja keluar dari kamar mandi.Zidan berdecak pura-pura kesal, istri dari sahabatnya itu begitu keras kepala sedari tadi memintanya pulang.“Enggak apa-apa gimana Bee, kamu kalau mau ke kamar mandi mau minta tolong siapa?” “Panggil suster.” “Iya sih, tapi Pak Beni minta aku nungguin kamu gantian sama Aldo ... lagian kamu istrinya Akbi dan Akbi sahabat aku jadi enggak mungkin aku ngebiarin kamu sendirian di sini.” Setelah berkata demikian Zidan duduk di kursi tepat di samping ranjang hidrolick di mana Bee terbaring tidak leluasa bergerak.“Kalau gitu, tidur di sofa aja, ya ... jangan di situ, nanti sakit-sakit badannya ...,” ucap Bee lagi.Zidan tersenyum menatap Bee lekat, benar dugaannya tentang kenapa Akbi berubah mencintai Bee karena perempuan itu memang sangat perhatian, sesuatu yang tidak Akbi dapatkan dari kedua orang tuanya apalagi Anggit.“Kenapa senyum?” Bee bertanya dengan kening be
Beberapa hari kemudian Bee sudah diperbolehkan pulang tapi kakinya masih harus di bebat untuk mengurangi cidera kembali.Beni memintanya untuk pulang ke rumah agar Bee ada yang mengurus tapi perempuan itu bersikeras menolak.Pasalnya Diana pasti tidak menyukai kehadirannya, selain itu sang Ibu mertua juga akan terus mendesaknya untuk bercerai dengan Akbi.Dengan perdebatan panjang, akhirnya Beni mengijinkan Bee pulang ke apartemen Akbi setelah mengingat kejadian buruk beberapa bulan lalu mengenai Diana yang pernah hampir mencelakai Bee.Zidan dan Raka juga Verro menawarkan bantuan untuk menemani Bee tapi terang-terangan Bee menolak.Yang benar saja, satu apartemen bersama pria lain akan menimbulkan tanda tanya besar meski mereka tidak melakukan apapun.Tapi ternyata, kembali hidup sendiri setelah selama satu tahun bersama seseorang bukanlah hal yang mudah.Apalagi saat dirinya sedang sakit seperti ini yang sangat membutuh Akbi berada di sisinya.Biarpun hubungannya dengan Akbi kini le