Share

31

Penulis: Dentik
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-07 23:39:19

Aku mematung, otakku masih berusaha mencerna kata-kata pria di depanku.

Dia tidak mungkin baru saja mengatakan itu, kan? Tidak, pasti aku salah dengar. Tapi ekspresinya begitu serius, matanya tetap menatapku lekat tanpa keraguan sedikit pun.

"Pak Tristan..." suaraku nyaris berbisik, masih tak percaya.

"Ya?" jawabnya santai.

Aku menelan ludah, aku tidak mengerti dengan jalan pikir CEO-ku itu. "Bapak sadar kalau ini bukan sesuatu yang seharusnya dibahas antara atasan dan sekretarisnya, kan?"

Tristan menyeringai kecil. "Tapi kita sedang di luar kantor sekarang, Maya. Dan yang sedang makan siang denganku ini bukan sekadar sekretarisku, tapi seorang wanita yang membuatku penasaran."

Jantungku berdebar lebih cepat. Aku tak tahu harus merasa tersanjung, tersinggung, atau justru waspada. Tristan selalu bersikap misterius, tapi siang ini dia lebih dari sekadar sulit ditebak.

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kewarasan. "Pak, saya tidak tahu apa maksud Bapak, tapi—"

"A
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   32

    Aku mengemudikan mobil pulang ke rumah. Sesampainya di gerbang komplek, Pak Budi memintaku untuk menurunkan kaca mobil. Kuturi permintaan pria itu, kalau bukan hal penting ia tak akan meminta apapun pada penghuni kompleks."Maaf meghambat perjalanan Bu Maya. Saya ingin melapor, 30 menita lalu David dengan plat xxx-xx ingin mengunjungi rumah Bu Maya. Tapi kami tidak mengizinkannya sesuai permintaan Ibu." Pak Budi selaku satpam di komplek ini mengatakannya dengan sangat sopan dan tegas. aku pun mengulas senyum di bibir. "Terima kasih," ucapku padanya. Aku kembali menaikkan kaca mobil dan mengemudikan perlahan melewati gerbang setelah mengangguk kepada Pak Satpam. Hujan rintik-rintik membasahi kaca depan, menciptakan bayangan cahaya lampu jalan yang berpendar samar. Aku menghela napas panjang, merasa lega sekaligus sedikit gelisah.David datang mencariku lagi.Tanganku menggenggam setir lebih erat. Sudah beberapa tahun sejak aku memutuskan untuk benar-benar membatasi hubungan dengannya,

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   33

    "Saya mohon, Pak. Saya sampai berlutut seperti ini!"Aku menengok sebentar ke arah bawah tempat Kenzo dan Rosa berada. Dan benar saja, rota tengah berlutut di depan sahabatku dengan air mata berderai. Salah satu tangan wanita itu memegang kaki kenzo sangat erat."Apa yang ingin kamu bicarakan? Hanya dua menit," jawab sahabatku dengan wajah memaling. Sepertinya ia tak sanggup melihat wanita yang pernah ia hamili bersimpuh di hadapannya. Meskipun bayinya lenyap karena perbuatan Rosa sendiri, tapi aku bisa mengerti Kenzo masih memiliki rasa iba padanya."Saya ingin kembali seperti dulu, Pak. Maafkan saya karena tiba-tiba menikah dengan pria lain." Kenzo menghela napas panjang, jemarinya mengepal di sisi tubuhnya. Aku bisa melihat rahangnya mengeras, pertanda bahwa ia tengah berusaha menahan diri. “Rosa, kamu sendiri yang memilih pergi. Kamu sendiri yang menghancurkan semuanya,” ucapnya datar, tapi suaranya terasa seperti luka yang dalam. Rosa semakin erat memegang kaki Kenzo, air m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-09
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   34

    Kuketuk pintu ruangan CEO-ku dengan lembut. Pria yang sebelumnya sedikit memunggungiku itu menatapku sekilas dan memutuskan teleponnya."Nanti kuhubungi lagi, ada banyak urusan yang harus kuselesaikan hari ini juga," akhir pria itu.Kuulas sedikit senyum padanya. "Maaf, Pak. Ada dokumen tambahan dari Pak Jacson." Kulangkahkan kakiku mendekati meja kerja Tristan. Aku menaruh dokumen dari Pak Jacson di atas meja Tristan dengan hati-hati. Pria itu mengambilnya sekilas, lalu kembali menatap layar laptopnya dengan ekspresi tajam. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, menandakan bahwa pikirannya sedang bekerja keras.Dia kembali bekerja dengan gesit, sedangkan aku tetap duduk di depannya sembari menyiapkan notes untuk point-point penting.Ucapannya kembali terngiang di kepalaku.'Kartu David sudah ada di genggamanku. Dia pasti akan sangat berguna untukku.'Itu sangat mengusik diriku, ini pasti soal aku bukan? Namun, segera kugelengkan kepala guna fokus pada pekerjaan kami."Maya."Ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   35

    Aku membaca pesan tersebut dengan degup jantung yang sulit dikontrol. Kutatap dokumen kerjasama antara Garnett Holdings dan Panthelis Corps dengan nanar. Perlahan aku bisa merasakan suhu tubuhku meningkat. Tanganku tremor tak sanggup membawa ponsel dalam genggamanku. Apakah pekerjaan ini sungguh mendatangkan celaka dalam hidupku? Aku tidak bisa terus-terusan berprasangka tanpa adanya bukti. Jadi kubaca dokumen tersebut dengan lebih teliti.Halaman demi halaman kutelusuri dengan cermat. Semakin lama, semakin banyak kejanggalan yang kutemukan.Kontrak kerja sama ini terlihat sah di permukaan, dengan tanda tangan dari kedua belah pihak serta materai resmi. Namun, ketika aku menelusuri bagian keuangan, ada sesuatu yang tidak beres.Garnett Holdings mengajukan sejumlah besar dana untuk proyek ekspansi, tetapi laporan keuangan dari pihak Panthelis Corps tidak menampilkan rincian penggunaan dana yang jelas. Ada bagian yang sengaja dikaburkan, beberapa angka yang tidak sesuai dengan laporan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   35

    Tristan menatapku dalam. “Kau tidak pernah bertanya kenapa Kenzo begitu tertarik dengan kasus ini, Maya?”Dadaku terasa sesak. Kenzo sahabatku? Apa hubungannya dengan semua ini? “Apa maksud Anda?” suaraku terdengar lebih tajam dari yang kumaksudkan. Sikap waspadaku mendadak aktif karena situasi yang mengejutkan. Aku tidak menyangka akan terlibat kasus sebesar dan serumit ini.Tristan menghela napas. “Kenzo bukan sekadar sahabat baikmu, Maya. Dia punya koneksi dengan Garnett Holdings. Dan dia mungkin terlibat lebih dalam dari yang kamu kira.”Aku menggeleng, mencoba menyangkal. Tidak mungkin. Kenzo selalu ada untukku. Dia selalu membantuku. Dia tidak mungkin… Tapi kalau Leonard Garnett meninggal 5 bulan lalu, itu adalah masa-masa di mana Kenzo masih suka absen tak beralasan. Kalau memang begitu, bagaimana Tristan bisa mendapatkan foto-foto ini?“Aku ingin kamu berhati-hati,” Tristan melanjutkan. “Kalau kamu percaya padaku, aku akan melindungimu. Tapi kalau kau masih ingin percaya pad

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-10
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   36

    Tristan tersenyum kecil. "Bukan umpan, tapi kartu as." Badanku merinding mendengar kata-katanya. "Jadi, apa rencana Anda?" tanyaku lugas. Tristan mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja. "Kita akan cari tahu siapa dalangnya. Tapi kita harus bermain hati-hati. Jangan sampai mereka tahu kita sedang menyelidiki mereka." Aku mengangguk pelan. "Jadi, apa langkah pertama kita?" Tristan menyeringai tipis. "Kita akan menguji seseorang." Aku menajamkan pandangan. "Siapa?" Dia menatapku lekat-lekat sebelum menjawab. "Kenzo." Hatiku mencelos. "Apa maksud Anda? Kenzo—" "Dia mencurigakan," Tristan memotong. "Aku ingin kamu mengujinya. Lihat bagaimana reaksinya saat kamu memberitahunya sesuatu yang tidak benar." Aku menggigit bibir. Kenzo adalah orang yang selama ini kupercayai. Tapi bagaimana kalau Tristan benar? Bagaimana kalau Kenzo adalah bagian dari ini? Aku mengangguk pelan. "Baik. Saya akan mencobanya." Tristan menatapku sejenak sebelum akhirnya berkata, "Bagus. J

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   37

    “Kajian internal tentang beberapa proyek yang didanai Garnett Holdings selama lima tahun terakhir,” jawabnya sambil bersandar ke meja, lengannya terlipat di dada. “Aku sudah lama curiga kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka. Tapi aku butuh seseorang untuk memastikan sebelum aku mengambil tindakan.”Aku menatap amplop itu ragu-ragu. “Kenapa saya?”Dia tersenyum miring, tapi tatapannya tetap serius. “Karena kamu orang yang teliti, cerdas, dan yang paling penting kamu bukan bagian dari mereka.”Jantungku berdegup kencang. Sekarang aku seperti di batas medan perang, ucapan atasanku terlalu berat untuk kuterima.Aku menarik napas panjang, lalu mengangguk. “Baik, saya akan menelitinya.”Malam itu, aku menatap amplop cokelat yang terbuka di depanku. Dokumen-dokumen di dalamnya berisi laporan keuangan, catatan transaksi, dan beberapa surat perjanjian yang sudah ditandatangani.Semakin aku membacanya, semakin aku menyadari bahwa ini lebih besar dari yang kuduga.Ada proyek-proyek fi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   38

    “Maya, aku butuh bicara.”Aku pura-pura sibuk merapikan dokumen di mejaku. “Tentu, ada apa?”Kenzo melirik sekeliling sebelum menurunkan suaranya. “Ada sesuatu yang aneh di laporan keuangan ini.”Aku mengangkat alisku. “Oh? Apa maksudmu?”Dia menyodorkan tablet miliknya, menunjukkan angka yang telah kami masukkan sebagai jebakan. “Ini tidak cocok dengan data sebelumnya. Sepertinya ada kesalahan.”Aku berusaha tetap tenang. “Mungkin bagian keuangan yang melakukan revisi. Aku hanya meneruskan data yang diberikan.”Kenzo menatapku dengan mata yang sulit kubaca. “Siapa yang menyuruhmu memasukkan angka ini?”Jantungku berdetak lebih cepat. “Itu dari bagian keuangan.”Dia menatapku beberapa detik lebih lama sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk. “Baiklah. Aku akan cek lagi.”Saat dia berbalik pergi, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.Apakah dia percaya? Atau justru dia mulai mencurigai sesuatu? Aku menggenggam pulpen di tanganku erat-erat. ~Malam itu, Bimo sedang tidur, beg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11

Bab terbaru

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   62

    "Kamu fokus pada perawatanmu. Aku akan menyelesaikan masalah ini. Jangan kemana-mana." Tristan segera keluar."Perketat penjagaan di sini! Aku tidak mau masalah semakin besar." Dia berkata pada salah satu orang bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam. Penampilannya yang sangat macho membuat bulu kudukku berdiri."Yes, Sir!"Pria itu masuk, dan diikuti beberapa orang yang lain. Kemudian seorang perempuan masuk dan berkata, "Saya yang akan merawat Nona, selama rehabilitasi.""B-baik. Mohon bantuannya."Saat ini hanya ini lah yang bisa kulakukan. Kuharap dengan menerima semua keputusan CEO-ku dan berdiam diri di rumah sakit sampai detoksifikasi selesai, bisa meringankan beban Tristan.Hari-hari berlalu dengan perlahan di rumah sakit. Tubuhku masih terasa lemah, tetapi setidaknya aku sudah bisa duduk tanpa merasa pusing. Perawat yang ditugaskan untuk menjagaku, seorang wanita bernama Agnes, cukup perhatian dan cekatan dalam merawatku.

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   61

    Kami semakin menjauh dari hiruk pikuk keramaian. aku ingin sekali berteriak, tetapi Gabriel langsung membekap mulutku."Diam! Aku hanya akan bicara baik-baik denganmu. Jangan bikin masalah," hardiknya dengan ekspresi bengis.Aku ingin sekali menangis, karena mendapatkan perlakuan kasar dari orang yang pertama kali aku temui. Gabriel yang mengaku sebagai perwakiran Aurum Global Inc menatapku dengan gahar.Aku berusaha meronta, tetapi cengkeramannya terlalu kuat. Napasku memburu, dadaku sesak oleh ketakutan. Gabriel menarikku ke lorong sempit di belakang gedung pesta, jauh dari pandangan orang lain."Jangan buat ini lebih sulit," desisnya. Matanya menyiratkan bahaya.Aku menggigit bibirku, menelan ketakutan yang melilit. "Apa maumu?" tanyaku dengan suara bergetar. Gabriel mengendurkan cengkeramannya sedikit, tetapi tetap waspada. "Aku perlu bicara. Tanpa gangguan, tanpa drama." Aku menatapnya tajam.

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   61

    "Maksudmu?" Aku meliriknya sinis."Enakkan, modal goda CEO bisa melencong ke Eropa," bisik perempuan itu tajam. Aku mendadak menegang. Rasanya ingin menyiram kopi panas ini ke wajah perempuan yang baru saja bicara. Namun, aku masih punya harga diri dan akal sehat.Aku menoleh perlahan, menatapnya dengan tatapan dingin. "Maaf, aku kurang paham maksudmu," kataku datar.Perempuan itu menyeringai, lalu bersandar di meja pantry. "Oh, ayolah, Maya. Kami semua di sini tahu bagaimana kamu bisa sampai ke New York. Bukan karena kerja keras, kan?" Aku menggertakkan gigi, berusaha menahan emosi. "Jadi menurutmu aku ada di sini karena apa?" Dia terkekeh sinis. "Yah, kamu cukup cantik dan punya pesona sendiri, apalagi kalau sampai bisa dekat dengan CEO. Kami hanya bertanya-tanya, berapa banyak hal lain yang harus kamu lakukan untuk mendapatkan posisi ini?"Darahku mendidih. Aku ingin membalas, tapi sebuah suara lain tiba-tiba terdengar dari belakang. "Kalau kalian punya waktu untuk gosip muraha

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   60

    "Bimo habis tantrum hebat, Mbak. Bu ayu sampai kewalahan."Astaga, hatiku benar-benar terenyuh mendengarnya. Perasaan bersalah mulai menggerogoti hatiku. Apalagi, orang yang tak memiliki hubungan apapun denganku sampai merawat putraku dan kewalahan saat aku di luar negeri."Terus gimana, Bu?""I-itu, Mbak..." Suara wanita itu terbata-bata. Sebenarnya apa yang ingin ia katakan?"Gimana, Bu?" tanyaku lagi. Aku tak sabar jika diulur-ulur seperti ini."T-tadi saya terpaksa pakai obatnya. Terus Bu Ayu marah besar."Aku langsung mendekat mulutku. Astaga! "Aku terpaksa pakainya, Mbak. Tadi Bimo benar-benar sulit dikendalikan. Sekarang gimana, Mbak? Saya takut banget," sesal Bu Yati di seberang telepon.Kugigit bibir bawahku. akhirnya rahasia yang berusaha aku sembunyikan terbongkar. Namun, aku tidak bisa menyalahkan, terkadang keadaan Bimo memang tak bisa di kontrol. Alasan kenapa aku memakai obat pun, karena saat ini, itulah jalan terbaik agar Bimo aman. Sayangnya cara ini belum legal di I

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   59

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami akhirnya tiba di Montmartre, sebuah distrik artistik di Paris yang dipenuhi kafe-kafe kecil, seniman jalanan, dan jalanan berbatu yang penuh sejarah."Montmartre ini punya suasana yang berbeda dengan tempat lain di Paris," kataku sambil memandang sekeliling.Tristan, yang berjalan di sampingku, mengangguk kecil. "Kamu tahu? Dulu, tempat ini adalah rumah bagi banyak pelukis terkenal. Picasso, Van Gogh, mereka pernah tinggal dan berkarya di sini."Aku tersenyum. "Pak Tristan terdengar seperti pemandu wisata profesional."Tristan tertawa kecil. "Kalau di Prancir, Aku memang sering ke sini setiap kali punya waktu luang. Ada Banyak hal menenangkan di tempat ini."Kami berjalan perlahan, menikmati atmosfer yang tenang. Beberapa seniman sedang melukis di sudut-sudut jalan, dan turis-turis berkerumun di depan toko-toko seni kecil."Mau masuk ke galeri itu?" Tristan menunjuk sebuah toko kecil dengan lukisan warna-warni di jendela.Aku mengangguk antu

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   58

    "Menarik," ucapnya lirih. Pria itu segera berbalik dan menlanjutkan langkahnya. Aku menarik napas dalam, karena selama Tristan bicara, tanpa sadar aku menahan napas!Begitu aku melangkah masuk ke dalam château, aroma khas kayu tua dan anggur yang difermentasi memenuhi udara. Interiornya klasik dan elegan, dengan lampu gantung kristal yang menggantung di langit-langit tinggi dan perabotan antik yang tertata rapi. Rasanya seperti memasuki dunia lain, dunia yang jauh dari hiruk-pikuk Paris dan kantor.Tristan berjalan di depanku, sesekali menoleh seakan memastikan aku mengikutinya. Kami dibawa ke ruang duduk yang nyaman, dengan jendela besar yang langsung menghadap kebun anggur yang membentang luas. Pierre menawari kami segelas anggur putih, tapi aku dengan sopan menolak dan memilih air mineral."Tidak minum alkohol?" tanya Tritan sebelum menyesap anggurnya dengan santai.Aku menggeleng. "Aku tidak terbiasa. Lagipula, aku lebih suka jus atau teh."Tristan mengangguk pelan, lalu menyandar

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   57

    Mobil melaju dengan tenang melewati jalanan Paris yang mulai lengang, tapi suasana di dalam mobil justru terasa menegang. Aku duduk di sebelah Tristan di kursi penumpang, sementara Paulo duduk di belakang, memilih diam sejak tadi.Aku melirik Tristan yang masih fokus menyetir, rahangnya mengeras, dan sorot matanya tajam menatap ke depan.Aku tahu dia marah.Sebenarnya, aku ingin berbicara, tapi entah kenapa rasanya seperti ada batu besar yang mengganjal di tenggorokanku.Hening beberapa menit, lalu Tristan akhirnya buka suara."Maya, apa yang kamu pikirkan?" suaranya terdengar dalam dan tajam.Aku menggigit bibir. "Saya hanya… Paulo ingin menunjukkan butik bagus. Saya tidak berpikir itu akan menjadi masalah besar."Tristan menghela napas panjang, jari-jarinya mengetuk setir dengan ritme yang menunjukkan kekesalannya. "Tidak berpikir? Maya, ini Paris, bukan rumahmu. Kota ini punya banyak sisi gelap. Kamu bisa saja dalam bahaya, dan aku tidak tahu apa-apa soal itu. Padahal aku sudah mem

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   56

    Keesokan harinya, presentasi Tristan berjalan dengan sangat baik. Selama presentasi, aku ada di sampingnya, memastikan dokumen dan data yang dibutuhkan tersedia. Aku juga sempat menjelaskan beberapa detail mengenai strategi operasional perusahaan dengan lancar, membuat Jacques Moreau dan timnya terkesan.Setelah pertemuan selesai, Jacques Moreau menjabat tanganku dan berkata dengan senyum kecil, "Mademoiselle Maya, Anda sangat cekatan dan profesional. Monsieur Tristan beruntung memiliki sekretaris seperti Anda."Aku tersenyum sopan, sedikit terkejut dengan pujiannya. "Terima kasih, Monsieur Moreau. Saya hanya melakukan tugas saya sebaik mungkin."Tristan yang berdiri di sampingku melirik sekilas, lalu menimpali dengan nada santai, "Saya juga berpikir begitu."Kupikir ia bercanda, tapi ekspresinya tetap tenang seperti biasa. Saat kami kembali ke hotel, ia tiba-tiba menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua kepadaku. "Ini untukmu," katanya singkat.Aku mengerutkan kening, bingun

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   55

    Tristan melangkah lebih dekat dan menatapku dengan serius. “Boleh?” tanyanya, menunjuk ujung hijabku.Rasanya sangat gugup, tetapi aku mengangguk pelan. Tristan dengan lembut menyentuh kain satin itu, merapikannya sedikit di sisi kanan. Jemarinya hanya menyentuh kain, tapi entah kenapa jantungku berdetak lebih cepat.Bagaimana bisa seorang Bos mendandani sekretarisnya? Biasanya sekretarislah yang merapikan pakaian bosnya agar sempurna! Astaga, apa ini sebuah kesalahan?“Begini lebih bagus,” katanya setelah beberapa saat. “Jangan terlalu dipikirkan. Kau sudah terlihat menawan.”Aku menatap pantulan diriku di cermin. Dengan sedikit perubahan yang Tristan buat, hijabku memang terlihat lebih natural dan pas dengan bentuk wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam lalu tersenyum kecil. “Terima kasih, Pak. Kalau begitu. Kita berangkat sekarang?”Tristan mengangguk, mundur selangkah, dan memberi isyarat agar aku berjalan lebih dulu. “Ayo.”~Pesta ini jauh lebih mewah dari yang kubayangkan. Begi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status