Agam oh Agam, mengangguk atau menggeleng kamu? Aditya tunggu jawaban macam penonton bola tunggu tendangan pinalti. Sudah ikuti akun Ratihka saja atau belum? Kalau belum, klik ikuti dulu biar gampang dapat notifikasi. Buat kalian yang lebih suka cerita tamat, ada ceritaku BUKAN SEKELUMIT SESAL. Kalian akan tahu bedanya Papa Aditya sama Ayah Riswan.
Melihat seorang Aditya Heriano Santoso menangis tersedu-sedu adalah hal yang langkah. Begitu juga halnya dengan Devi. Aku bingung, apakah mereka sudah sadar atau hanya sekedar bersandiwara?Anggukan pelan dari Agam seakan membasuh dahaga penantiannya selama ini. Aditya menunduk dan mengecup puncak kepalanya. Tak menunda-nunda lagi, Aditya langsung membawa Agam ke pangkuannya.Pelukannya terlihat begitu erat. Agam masih terlihat bingung menatap kami bergantian. Usapan lembut jari Devi di pipi Agam membuatku menatap wanita itu. Tak kusangka ia mengecup pipi Agam seperti dulu saat di Surabaya.Aditya dan Devi mulai bertanya pada Agam tentang kegiatan sekolahnya. Ceritanya seakan tidak ada habisnya. Ekspresi wajahnya juga mengundang tawa kami, kecuali Nyonya Eda. Aku hampir lupa menghitungnya.Sejak tadi kulihat wanita itu hanya fokus pada mantan suaminya. Sayangnya, sejak datang, Tuan Hendrawan bersikap acuh tak acuh padanya. Sepertinya memang sudah tidak peduli lagi.Bunyi perut Agam mem
Selepas ucapan Agam tadi, suasana jadi tegang. Kepalan tangan mantan ibu mertuaku itu sepertinya mengincar kepala putraku. Awas saja, aku tidak akan diam. Aditya akhirnya berinisiatif menggendong Agam ke teras."Begitu caramu mendidik putramu?" lontar wanita itu masih dengan pelototannya.Aku membalas tatapannya. "Haruskah saya mengembalikan pertanyaan yang sama pada Anda, Nyonya? Anda tentu belum pikun, bukan? Saya yakin Anda masih ingat dengan jelas seperti apa Anda mencuci otak putra Anda," desisku. Aku tidak ingin putraku sampai mendengar sindiranku.Sempat kulihat Devi berjengit. Mungkin terkejut melihatku melawan. Sementara mantan ayah mertuaku hanya diam dan menatap sendu permukaan meja. Mungkin ia merasa bersalah karena telah gagal mendidik istri dan anaknya dulu. "Satu hal lagi, jika Anda berniat menebar gosip, sekalian saja bikin iklan di koran. Jangan pakai metode rumpi yang jelas-jelas merujuk kalau Anda pelakunya." Dia bergeming sampai urat lehernya terlihat. Sekuat tenag
Aku terkejut mendengar ucapan mantan ayah mertuaku sebelum mereka pulang. Dia tegaskan pada putranya sendiri untuk tidak memgusikku lagi. Jangan membuat luka baru untukku maupun untuk Devi.Ternyata dia tahu niat Aditya untuk meminta rujuk padaku. Sekarat pun aku tidak sudi. Tuan Hendrawan menegaskan jika aku sudah bahagia. Harusnya Aditya juga bisa fokus membahagiakan Devi.Betapa bijaknya pria ini. Meski dia tahu jika dulu Devi adalah pelakor dalam hubunganku, namun mungkin ia bisa menilai perubahan Devi. Mulai dari caranya bicara maupun berpakaian. Tidak ada lagi Devi yang berpakian seksi, mungkin karena dia juga sudah jadi ibu.Flashback on"Jangan kira ayah tidak tahu niat kamu untuk minta Risa rujuk denganmu. Sudah cukup kamu dulu menyakiti istrimu, jangan ulang kesalahan yang sama pada Devi. Riswan sudah mengutarakan niatnya melamar Risa." Aditya membelalak dan Devi tertunduk. "Aku juga tidak setuju kalau kalian rujuk," sambung Nyonya Eda.Aditya menatap sengit ibunya. Saat kem
Apa mau dikata, nyatanya belasan menit kemudian hujan tercurah dengan begitu derasnya. Seakan mengungkapkan besarnya kerinduan pada tanah Kota Daeng. Berhari-hari terperangkap di atas sana menjadi awan dan menunggu petir melepaskan ikatannya.Butiran deras itu bagai biji-biji berlian yang tumpah ruah. Derasnya menyisakan pekat bagai tirai kabut. Semakin lama melukis genangan di jalanan.Mendadak jaringan seluler ponselku berkurang. Aku tidak bisa terhubung dengan aplikasi yang kuinginkan. Kuhubungi Ibu Jannah jika aku akan datang terlambat karena hujan deras.Tepat ketika kilat menyambar, aku terlonjak. Seberkas cahaya itu menyapa langit kelabu. Aku kembali berlari ke lorong kelas. Jangan sampai tersambar petir jika aku terus berdiri di teras."Ibu lihat tidak, tadi si Siluman Rubah itu dandan. Saya yakin mau gaet cowok," kata salah seorang wanita.Terdengar suara khas kursi plastik yang ditarik. "Iya, saya juga lihat. Antar anak ke sekolah saja, dia dandan seperti itu." Aku mengernyi
Kupersilakan mereka masuk, tetapi wanita yang terkejut tadi menolak dan memilih duduk di teras. Dia kemudian meminta wanita yang datang bersamanya ikut masuk bersamaku untuk mengambil puding-puding itu. Sebenarnya siapa wanita itu? Dari gelagatnya dia mengenalku. Akan tetapi, aku merasa tidak mengenalnya.Belasan menit kemudian, puding-puding itu sudah di pindahkan ke bagasi mobil. Wanita itu mengulurkan uang pada pembantunya untuk diberikan padaku. Sebegitu tidak sukanya dia melihatku."Terima kasih, Nyonya," ucapku ketika menerima beberapa lembar uang seratus ribu rupiah."Hm."Ponselnya berdering dan ia kembali sibuk dengan ponselnya. Sementara pembantunya mengucapkan terima kasih padaku karena telah memberikan bonus dua cup puding berukuran sedang."Apa kau bisa tahu diri sedikit?" Tiba-tiba saja wanita itu menoleh dan berkata seperti itu.Aku heran dengannya. "Maaf, maksud Nyonya apa?""Mulai sekarang, jauhi Riswan! Dia itu sudah dijodohkan dengan putri saya. Masa iya Farah mau p
"Permisi …."Seorang pria dan wanita berdiri di depan pintu toko. Aku bisa bernapas lega ketika Riswan menarik diri. Dia beranjak membukakan pintu toko dan mempersilakan mereka masuk."Mari silakan," ajak Riswan begitu ramah seolah dia pemilik toko."Sebaiknya … kita bicara di ruang tamu saja ya, Pak, Bu," pintaku. Riswan sepertinya tersadar jika mereka tamuku."Boleh," sahut pria paruh baya itu mengajak istrinya serta, lalu mengikuti langkahku ke dalam rumah."Carisa, saya pimit dulu. Saya harus kembali ke kantor," kata Riswan."Agam … Om Riswan mau pulang," panggilku.Putraku sudah melesat menghampirinya. Setelah mencium pipi kanan dan kiri Riswan, lalu beralih mencium punggung tangannya, Agam akhirnya merelakan dia pergi. Tangannya bahkan masih dadah-dadah meski mobil hitam itu sudah menghilang dari pandangan matanya."Sebentar ya, Pak, Bu. Saya ambilkan minum dulu," pamitku pada tamuku. Kupinta juga Agam memanggilkan Tita.Tadinya aku ingin DP rumah subsidi. Akan tetapi, aku meliha
Benar dugaanku dia yang datang. Tita mempersilakannya masuk. Masih bisa kudengar suara Tita yang memberitahunya kalau aku di dapur.Tak berselang lama, Ibu Jannah datang mengambil bumbu yang sudah kusiapkan. Dia belum mahir membuatnya. Tita datang membawakan sebuah paper bag. Tentengan itu berisi oleh-oleh makanan khas Surabaya. Oleh-oleh yang sama seperti yang dibawanya tiga bulan lalu saat dia datang bersama ibu dan istrinya.Kubangunkan Agam yang tadinya tidur siang. Tidur sejam setidaknya cukup untuknya. Saat kuberitahu kalau papanya datang, Agam terkejut. Wajah mengantuknya pun sirna. "Papa …." Dia berlari ke pelukan Aditya. Kulihat di meja sudah ada kue dan minuman yang tersaji. Tita pamit masuk ke toko untuk melanjutkan pekerjaannya mengemas pesanan pembeli."Kenapa datang tidak bilang-bilang?" Aditya menoleh menatapku.Dia tersenyum lalu mengecup pipi Agam. "Sengaja buat kejutan untuk Agam. Agam suka tidak, sama oleh-olehnya?" Agam mengangguk mantap. Suara girangnya menyirat
Aku hanya bisa memandang taksi yang baru saja dihentikan oleh Aditya. Mantan suamiku itu sempat pamit pada Agam dengan mengatakan kalau dia harus pulang lebih dulu. Besok akan kembali menemuinya di rumah."Carisa …." Aku menoleh ke belakang dengan tatapan penuh harap."Kamu kenapa menangis?" Riswan dengan raut wajah cemasnya menghampiriku."Bagaimana bisa Kak Riswan tahu kami di sini?" Dia tersenyum menunjukkan riwayat chat dengan Tita."Kamu belum menjawab pertanyaan saya. Jelas bukan debu jalanan yang membuat kamu menangis," tebaknya dan dari ucapannya itu aku tahu dia masih menunggu penjelasanku.Kuceritakan apa adanya sambil menunjuk ke arah pintu ruko di seberang jalan. Aditya saat ini menemui si pemilik ruko kosong itu. Dia berniat untuk membuka toko sembako di sana. "Memangnya dia berniat pindah dan menetap di sini? Kenapa tidak cari rumah terlebih dulu? Kasihan istri dan bayi kembarnya kalau tinggal di sana. Ruko sebelahnya itu warung 24 jam, pasti akan berisik," ujarnya denga