"Tara," Cell mendekat, melanjutkan perkataannya setengah berbisik. "Entah cuma firasatku atau enggak, tapi rasanya Noah nggak gangguin kamu sama sekali ya? Malah kesannya, hari ini sepertinya dia menjauhi kamu.""Iya, bagus kan? Akhirnya aku bisa hidup aman, damai, sentosa lagi?" Keduanya terkekeh pelan, melanjutkan perjalanan memasuki hotel. Setelah membersihkan diri, mereka keluar untuk membeli makanan di warung pinggir jalan. Selagi besoknya Tara harus bersiap-siap untuk menemani Julian pergi ke Korea Selatan, dia ingin menghabiskan sisa waktu yang ada untuk bersenang-senang.Hanya saja, dia tak paham bagaimana takdir mengarahkan langkahnya untuk menuju sebuah warung ayam geprek yang terkenal dan mempertemukannya dengan pemuda yang seharian ini tak mengganggunya barang sedetik. Ya—siapa lagi kalau bukan Noah Alejandro?Pemuda itu turut menyadari kedatangannya. Bersama rekan sesama aktor yang lebih banyak ketimbang pagi tadi, Noah hanya meliriknya sekilas, kemudian menghambur ke da
"Oke! Cut! Break sepuluh menit dulu ya!"Noah mendudukkan dirinya bersama Radu. Manajernya itu bertepuktangan heboh, lantaran akting yang dilakoni Noah sangatlah memuaskan. Tidak banyak kesalahan yang diperbuat pemuda itu, sehingga sang sutradara beserta para kru memuji keprofesionalan seorang Noah Alejandro."Yep! Nggak salah kalau kamu dikenal sebagai aktor yang namanya sedang melejit, Noah. Aku akui, kemampuan kamu dalam berakting bukan cuma omong kosong belaka." Ujar Radu.Pemuda yang baru saja memejamkan mata itu manggut-manggut. Belum genap sore hari, dia sudah kenyang akan sanjungan dari orang-orang yang tak ada habisnya. Kalau bisa, dia hendak merekam semua pujian yang ada untuk dipamerkan ke hadapan Tara. Wanita muda itu pernah mengatakan aktingnya masih seperti bocah kemarin sore, yang tidak ada apa-apanya dibandingkan Julian Wiratmaja."Eh," Noah lekas tersadar. Mengapa pula dia harus memikirkan janda muda yang satu itu? Menggelengkan kepala, Noah berniat untuk mencari air
Jauh di Korea Selatan sana, Tara baru saja berjalan-jalan bersama dua aktor yang membersamainya dalam kegiatan berharga hari ini. Tidak hanya bertiga, tentu saja ditemani oleh manajer dua aktor tersebut yang sibuk memotret satu sama lain.Puas membeli beberapa jajanan, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Tara tengah bertukar pesan dengan dua sahabatnya yang sudah bingung meminta oleh-oleh. Seharian itu pula, senyum wanita muda itu enggan luntur barang sedetik.Julian melangkah di sampingnya, turut tersenyum. "Sepertinya kamu lagi senang sekali ya, Tara? Mau membeli makanan lagi nggak?""Eh? Enggah usah, Jull. Perut saya sudah kenyang sekali ini." Tara menepuk perutnya, yang saat ditilik memang lebih membucit ketimbang sebelumnya. "Wah! Sepertinya aku nggak sadar kalau habis makan sebanyak tiga piring penuh seharian ini."Julian terkekeh pelan, "Itu belum terlalu buncit kok! Mungkin kalau kamu berjalan lagi, lama-lama kempis sendiri.""Wah, memangnya perut saya balon, Jull?""Mun
Noah jadi sensitif seharian ini. Memang pemuda itu tampak hebat saat berakting. Hanya saja tanduknya akan muncul begitu sutradara memberi waktu untuk beristirahat meski lima menit saja. Radu senantiasa mengambil ancang-ancang, barangkali terdapat sesuatu yang dibutuhkan oleh pemuda itu. Masalahnya, dari sekian banyak gerutuan yang menyapa, Radu tidak tau hal semacam apa yang berhasil mengundang kekesalan Noah hingga meluap-luap seperti itu."Butuh camilan nggak, Noah?" tawar Radu, berhati-hati.Noah melirik Radu sekilas. Tersisa satu adegan akhir sebelum syuting hari ini selesai. "Ngapain? Bentar lagi kan pulang."Radu mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Untuk sementara ini, dia akan membiarkan aktor sableng yang satu itu menyelesaikan syuting. Setelah ini, pastinya Noah akan makin mengomel jika dia tak kunjung menentukan rumah makan yang akan disambangi.Sembari melihat Noah bekerja dengan baik bersama lawan mainnya, Radu mendapatkan pesan dari Cell.[ Tara aja seharian ini senyam-seny
Tepat tengah malam, Noah keluar dari kamar tamu. Pemuda itu harus berjinjit agar dapat melewati Radu yang tertidur di kasur lipat yang berada di bawahnya. Begitu keluar, Noah nyaris berteriak dikarenakan dia menangkap siluet seseorang yang duduk di meja makan.Noah mengembuskan napas perlahan, menenangkan diri lantaran menyadari siapa seseorang yang kini menoleh ke arahnya itu. "Nggak bisa tidur, Noah? Duh! Maaf ya, pasti kasurnya kurang nyaman."Itu si pemilik rumah tempatnya menginap untuk malam ini. Noah menggelengkan kepala, "Enggak kok! Kebetulan aku lagi haus.""Oh, yaudah itu ambil aja airnya!" Tara mempersilakan, sementara dirinya kembali terduduk, menatap layar ponselnya yang menjadi penerangan satu-satunya di tengah kegelapan malam. Dalam keheningan yang menguasai, tiba-tiba saja Tara mendengar satu ringisan dari Noah yang baru memasuki dapur."Noah? Kamu kenapa?" Panik, Tara menghampiri pemuda itu. Jangan sampai aktor yang sedang naik daun itu mengalami insiden yang bisa m
Tok Tok Tok "Tara?!"Noah menggeliat ke sana-kemari. Seseorang yang mengetuk pintu agak brutal itu telah mengganggu tidurnya. Pemuda itu membuka mata secara perlahan, lantas menyadari bahwa dirinya sudah kembali berbaring di kasur yang berada di kamar tamu rumah Tara. Perlahan-lahan, pemuda itu bangkit.Di bawahnya, Radu setengah mengorok, masih tertidur pulas. Suara ketukan yang berasal dari depan rumah itu masih menggema dalam rungu. Menuju ke kamar mandi terlebih dahulu, Noah mencuci muka meskipun kaus yang dikenakannya jadi setengah basah.Selagi pikirannya belum utuh, Noah langsung menuju ruang tamu untuk membukakan pintu kepada seseorang yang sudah mengacaukan paginya itu. Entah mengapa, tiga orang lainnya juga belum ada yang bangun.Tok Tok Tok"Ta—"Pintu dibuka oleh Noah. Seseorang yang datang serta mencari Tara itu mengernyit, memindai penampilan Noah dari atas sampai bawah. "Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di rumahnya Tara?""Lha kamu sendiri siapa? Kenapa mengganggu tid
Rendi dan Noah adalah musuh alami yang ditakdirkan untuk bertemu oleh semesta, hanya dengan pertemuan pertama mereka pagi ini. Setelah Rendi menyulut emosi Noah dengan panggilan kekanakan berupa bocil, keduanya nyaris mengacaukan dapur Tara bila tak cepat dipisahkan.Beruntung, lima menit kemudian keduanya sudah terdiam. Duduk berhadap-hadapan di meja makan dengan tatapan tajam yang tak ada lelah-lelahnya meradang. Radu berada di antara keduanya, menjadi penengah. Sedangkan, para wanita muda sibuk mempersiapkan sarapan di dapur."Mata kalian nggak capek, melotot seperti itu terus?" tanya Radu keheranan.Tak ada jawaban.Radu mendengus lelah. Mobil mereka yang berada di depan gapura perumahan pun baru ditilik oleh orang-orang bengkel. Radu sempat mendapatkan kabar dari sang sopir yang semalam memilih untuk tidur di mobil saja. Syuting masih akan dilaksanakan sekitar dua jam lagi. Tentunya bila Noah ingin pulang untuk mengambil pakaian baru setelah sarapan di sini, masih sempat dan tak
Syuting hari itu telah memasuki istirahat makan siang. Radu hanya mampu menggelengkan kepala. Semangat yang menguar dari diri aktor muda bernama Noah Alejandro itu meledak-ledak bagaikan rodeo. Radu sampai kewalahan untuk mengikuti Noah yang melangkah sembari melompat kecil seperti bocah berbahagia setelah mendapatkan sebungkus permen beraneka rasa."Noah! Jangan lari seperti anak kecil dong! Astaga, apakah ini efek dari semalam tidur di rumah Tara, hah?" Radu terengah-engah, lantas menghampiri Noah yang mendudukkan diri di bawah salah satu pohon rindang. Pemuda itu menyandarkan punggungnya pada batang pohon, lantas memejamkan mata sembari tersenyum senang."Hei, Noah!" Radu duduk di sebelahnya. "Gimana kalau nanti malam kita menginap di rumahnya Tara lagi? Mau?""Mau!"Plak!"Aduh! Kok digeplak lagi sih, Bang?!"Radu mencibir. "Ternyata memang itu yang bikin kamu semangat seharian ini, Noah. Tapi enggak ya—kita nggak mungkin menginap lagi di rumahnya Tara dan bikin kekacauan di sana.
Beberapa tahun kemudian;"Pancake buatan Mama, enak?""Enak, Ma!""Sedapnyeee~""Enak dong, Sayang!""Sayang?""Eh?"Noah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akibat salah memanggil, sekarang pria itu mendapatkan tatapan maut dari sang istri lalu tatapan penasaran dari si kembar. Berdeham, Noah menatap kedua anaknya secara bergantian."Lupakan ya? Papa nggak tau Papa bilang apa barusan. Jadi, pancake buatannya Mama enak kan?" Si kembar menggangguk, lantas Noah melemparkan cengirannya pada Tara. "Enak, Ma. Kata Alva dan Vira, enak kok! Iya kan?"Tara menggeleng-gelengkan kepala, tetapi seutas senyum terbit pada wajah cantiknya. Waktu bergulir begitu cepat. Noah dan Tara yang terlihat baru menjadi orang tua, kini telah mendapati si kembar berada pada jenjang Taman Kanak-kanak.Selepas menghabiskan sarapan, si kembar diantar ke TK oleh baby sitter. Dikarenakan Noah dan Tara harus mengurus beberapa hal, maka dari itu hari ini tidak bisa pergi bersama anak-anak mereka. Tara sudah kembali
Tara mengabaikan makan malam yang telah dipersiapkan oleh pembantu barunya. Wanita itu tengah memandang rintik hujan melalui jendela kamar. Seperti tak mempunyai semangat hidup, Tara hanya bergerak saat Alvaro atau Alvira terbangun. Selebihnya, dia akan diam saja. Melamun bagaikan sesosok mayat hidup.Hingga malam harinya, Tara terlelap dengan sendiri selepas menidurkan si kembar. Kala itu pula, Noah memberanikan diri untuk menilik tiga manusia yang sangat disayanginya itu. Melihat Tara tidur dengan mata membengkak, mampu mengiris Noah tanpa tedeng aling-aling. Menyakitkan sekali melihat wanita yang disayanginya menangis karena ulanya sendiri—keteledoran yang bisa berakibat buruk bagi masa depan keluarga kecilnya bila tidak segera diselesaikan secepat mungkin.Setelah seharian berkomunikasi dengan Padre dan seseorang yang menjadi dalang dari kesalahpahaman meresahkan ini, baru detik ini Noah menampakkan dirinya di hadapan sang istri. Kedua anaknya pun tampak menggemaskan. Mereka terti
Dari luar, pasangan Noah dan Tara terlihat harmonis dan baik-baik saja. Tetapi dalam setiap rumah tangga, selalu ada yang namanya huru-hara. Rintangan entah kecil maupun besar, keduanya pasti menyambangi tiap bahtera rumah tangga yang berlayar.Pada tahun pertama rumah tangga pasangan tersebut, mereka mendapatkan rintangan terbaru. Didukung oleh lelahnya fisik setelah seharian menjaga si kembar, kemudian kali itu Noah tidak bisa memberikan sedikit sanggahan."Maaf ya, Sayang? Aku sudah menyuruh Mbak Maryam untuk menemani selama dua puluh empat jam kok! Setelah semua urusan selesai, aku bakalan langsung pulang ke pelukanmu." Tutur Noah dengan berat hati.Dikarenakan perkara bisnis yang tak bisa sembarangan ditinggalkan, Noah harus pergi bersama Federick ke luar kota lagi. Tara tidak bisa bermanja-manja dengan berkata bahwa dia enggan membiarkan Noah pergi. Pada kenyataannya, selama ini Noah tak pernah absen dalam menemaninya. Sekarang, dia tak berhak untuk terlalu mengekang pria muda i
Menjadi orang tua baru dari sepasang anak kembar tidaklah mudah. Baik Noah maupun Tara kekurangan tidur. Bahkan Noah harus mengurus beberapa pekerjaan dari rumah, lantaran dia tidak mau terlalu meninggalkan sang istri. Federick dan Elisabeth sudah menyarankan untuk menyewa baby sitter, tetapi pasangan tersebut menolak dengan alasan ingin memberi perhatian penuh selagi masih kecil. Mereka akan menyewa baby sitter saat si kembar sudah bisa berjalan, membantu Tara dalam kesehariannya."Sayang?" Noah menyembulkan kepala dari daun pintu."Ssstt! Mereka baru tidur, Sayang."Noah mengangguk, lantas berjalan mengendap-ngendap memasuki kamar. Mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi keluarga besar betah mondar-mandir untuk menilik Alvaro dan Alvira. Meletakkan ponsel di atas nakas, Noah mendekati Tara yang berada di sisi lain ranjang. Pria muda itu memeluk Tara, yang kemudian dibalas dengan dengusan lelah pula. "Kamu hebat, Sayang. Kamu mau apa? Mau dipijit? Mau aku belikan sesuatu? Maaf ya
Tara tidak bisa ke mana-mana. Kenyataan itu membuatnya hanya mampu bergerak pada satu teritori saja; kediaman utama Alejandro. Sebetulnya dia ingin pulang ke rumah sendiri, tetapi mertuanya menolak dengan alasan tidak dapat membantu atau mengawasi Tara setiap saat.Bersama dua pengawal yang masih setia melindungi, seharusnya tidak masalah. Namun Elisabeth tak mau Tara kesusahan dalam keadaan hamil besar. Tara sendiri memang masih belum terbiasa atas perhatian berlimpah yang didapat dari keluarga mertuanya. Bahkan kehamilan yang dialami sampai detik ini pun setara mimpi indah baginya."Sayang! Ayo sini makan buah!"Pintu kamar menjeblak kencang, memperlihatkan sang suami yang membawa piring berisikan buah-buahan. Kalau dihitung, terdapat sekiranya lima buah yang sudah diiris. Tanpa sadar Tara menahan napas, takjub akan betapa banyak buah-buahan segar yang selalu tersedia di kediaman utama Alejandro ini.Menempatkan diri di samping Tara, Noah langsung menyuapi irisan buah kiwi yang tamp
Selepas kehamilan Tara yang membutuhkan perhatian lebih besar, Cell sering menghabiskan waktu di studionya tanpa mau keluar untuk sekadar ke kafetaria. Entahlah, dia jadi tidak bersemangat. Satu-satunya teman yang kerap mendampingi di segala situasi sedang membutuhkan istirahat tambahan, sehingga Cell mulai kesepian.Benar, dia tidak punya teman lain di Hacer selain Tara. Maka dari itu, saat ini dia tak peduli bila harus dikata sebagai penggila kerja. Mau mencari udara segar pun, dia akan tetap bertemankan kesendirian. Namun siang itu, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintunya dan menyembulkan sekantung plastik besar makanan."Oh? Tara?""Bukan!""Eh?" Cell mengerjap-ngerjapkan mata. Dahinya berkerut heran, tak menduga akan kedatangan seseorang yang lama tak bersua. "Radu? Ngapain ke sini? Katanya Tara, Noah lagi dinas di luar kota kan? Memangnya kamu nggak ikut Noah?""Enggak dong! Kan aku bukan pembantunya. Dulu aku memang mengikuti dia ke mana-mana karena memang itu tugasku sebaga
Kedatangan Seno yang terlalu berani ke kediaman utama Alejandro malam-malam begini, mengundang gurat keheranan pada wajah Tara. Yang mengherankan, bagaimana bisa Elisabeth dan Rosalie membiarkan cecunguk yang satu itu masuk? Bukan berniat menyalahkan, tetapi dia tau sendiri betapa protektifnya dua wanita itu. Membiarkan Seno masuk pada waktu seperti ini, sepertinya mantan suaminya itu melakukan sesuatu yang berhasil menarik iba dari Elisabeth dan Rosalie.Seno mendongak saat mengetahui kehadirannya. Apalagi, Tara sudah telanjur menggunakan parfum yang luar biasa harum dan kini rasanya menguar memenuhi seisi ruang tamu. Tara jadi malu sendiri. Tau begini, dia akan memakai parfum nanti saat hendak tidur saja.Sebab lihatlah—Seno malah senyam-senyum seperti orang sinting, berpikir jika Tara menyambut kedatangannya dengan tampil cantik dan wangi. Padahal Tara berdandan cantik untuk Noah tadi."Cepat katakan, Seno! Apa yang mau kamu katakan kepada menantu saya ini?" Suara Elisabeth memecah
Demi mengakhiri segala urusan yang—disinyalir masih belum selesai—oleh Seno, Tara memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Seno di salah satu stand foodcourt. Sebenarnya dia luar biasa malas. Berhadap-hadapan dengan Seno, yang ada malah menambah tekanan darah tingginya. Saat itu, salah satu pramusaji datang untuk menawarkan lembar menu. "Bapak dan Ibu, silakan pilih, mau pilih makanan apa?"Seno tersenyum lebar, "Kami kelihatan cocok nggak, Mbak?"Tara mengernyit kebingungan. Maksud dari pertanyaan tersebut apa? Kenapa Seno tidak berkaca dari kejadian sebelumnya sih? Sekarang, Tara menyesal sudah mengizinkan dirinya untuk menuruti ajakan Seno yang tidak jelas itu.Si pramusaji mengangguk lantaran tidak tau yang sebenarnya. "Seharusnya Bapak di sampingnya Ibu ini, soalnya ibunya sedang hamil. Bukannya kalau hamil membutuhkan bantuan dari pasangannya ya, Pak?""Ah, begitu? Oke, kalau be—"Tara bersiap melempar ponsel ke arah Seno. Pria itu urung meneruskan ucapannya, memilih untuk
Bugh!Saking kesalnya, bukan Tara yang didapat, tetapi tendangan susulan dari wanita hamil tersebut. Seno meringkuk kesakitan. Sedari dulu, kemampuan fisik Tara memang tak bisa diremehkan. Namun dalam kondisi hamil seperti ini, tentu saja Tara sudah dirundung kelelahan lebih cepat dari biasanya.Napas wanita muda itu terengah-engah, mundur perlahan dan terjatuh dalam dekapan hangat sang suami. Elisabeth dan Rosalie mendekat, hendak membantu menopang tubuh Tara yang harus beristirahat itu. Malahan, gelombang mual datang membanjiri tenggorokannya. Menepi, Tara memuntahkan sup tahu pedas yang baru dimakannya tadi."Pergilah!" Noah memberi gerakan mengusir yang langsung dijalankan oleh dua pengawal di sisi Seno. "Tara sudah tidak menaruh perasaan sedikit pun terhadapmu, Seno. Pergi! Pergilah selamanya dari hadapan kami! Kalau kamu memang mencintai Tara, ikhlaskan Tara dengan kehidupannya yang sekarang ini. Kalau ketahuan kamu datang untuk mengganggu kami lagi, maka aku tidak akan ragu unt