"Kamu mau nginap di sini? Nanti apa kata orang kalau aku bawa cowok masuk ke rumahku?!" Haura terkejut mendengar Dean mau menginap."Di sini gak akan ada yang peduli, kalau pun kamu bawa cowok menginap sepuluh orang," sahut Dean menjelaskan.Karena memang lingkungan mereka seperti itu, tidak ada yang peduli apa pun di lakukan oleh tetangga. Asal tidak mengganggu waktu tidur mereka, tidak ada yang keberatan. Itu semua lantaran mereka terlalu sibuk bekerja, jadi tidak ada waktu untuk mengurusi apa yang tetangga lakukan."Apa kamu gak nginap di rumah teman kamu aja?" tanya Haura lagi sambil menggaruk tengkuknya."Enggak bisa, hpku rusak." Dean menunjukan ponselnya yang layarnya pecah."Mobil kamu?""Mobilku ada di dalam rumah, kuncinya juga ada di sana. Kalau kamu gak mau aku nginap, gak papa! Aku akan jalan ke depan buat nyari taksi." Dean menunduk, dia sengaja menutupi wajahnya supaya Haura menjadi prihatin kepadanya.Haura mengigit jarinya, dia sekarang bingung mau membiarkan Dean men
Dean menatap datar kepada Haura yang sekarang berbaring di hadapannya, membuat Haura menjadi ketakutan sekarang ini. Wanita itu sampai mundur perlahan, takut kalau Dean akan melakukan hal terlarang kepada dirinya.Dean mendekati Haura, dia merengkuh wanita itu dalam pelukannya. "Jangan lagi mengatai aku anak kecil, kalau kamu melakukan hal itu lagi, aku gak tahu sejauh mana akan menahan diri!"Haura bernapas lega, Dean tidak akan melakukan apa pun kepada dirinya. Lelaki itu hanya memeluknya erat, dan akhirnya tertidur karena sangat kelelahan.'Aku gak akan ngulangin lagi!' ucap Haura di dalam hati.Dia kapok mengatakan hal itu lagi, karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Dean nantinya. Jadi dirinya tidak akan melakukan hal yang sama, lantaran takut semua ini tidak berakhir dalam pelukan saja.Walau pun Haura malah menginginkan lebih, tetapi dirinya tidak mau melakukan kesalahan seperti itu. Bukan sok suci! Melainkan karena dia tidak mau terlibat dengan hal yang mungkin aka
Haura langsung kalang kabut mendengar apa yang Dean tanyakan kepadanya, dirinya langsung mendorong lelaki tampan itu sampai terjatuh ke bawah."Aduh! Cewek kok kuat banget?!" Dean meringis kesakitan, dia mengelus punggungnya yang terasa nyeri."Kamu juga yang mulai duluan, coba mulutmu itu dijaga, jangan asal ngomong aja!" gerutu Haura kesal.Haura segera melangkahkan kakinya untuk turun dari ranjang, dia membuka pintu kamar lebar-lebar."Kamu keluar dari sini, aku mau mandi!" usir Haura tanpa menoleh sedikit pun ke arah Dean."Masih pagi kok ngusir? Gimana kalau kita mandi bareng aja?" goda Dean dengan menaik-turunkan alisnya.Haura melotot dengan wajah memerah, dirinya amat kesal kepada lelaki tampan yang berada di depannya ini."Aku bilang keluar! Kamukan bilang cuma menginap semalam aja, sekarang udah pagi jadi aku harap kamu balik ke rumahmu!" usir Haura dengan marah.Dean terkekeh pelan, dirinya segera mel
Caca memekik histeris, wanita itu kesakitan dia terpeleset saat mengangkat satu kardus di tangan. Saat itu dia melewati ruangan kerja Haura, membuat janda tersebut langsung keluar lantaran mendengar suara dari Caca."Kamu kenapa, Ca? Apa ada yang sakit?" tanya Haura yang khawatir."Kakiku, Bu! Kakiku sakit lagi karena jatuh," keluh Caca dengan wajah murung.Caca terlihat mengurut pelan kakinya yang masih diperban, mata wanita muda itu terlihat memerah, seperti sedang menahan air mata yang mau keluar.Haura yang melihat hal tersebut, lantas segera membantu wanita muda itu berdiri dengan perlahan. Dia pun membawa Caca ke dalam ruangannya untuk memberikan pijatan kecil di kaki pekerjanya itu."Aku kan sudah bilang jangan bekerja, tapi kamu malah ngeyel!" ucap Haura dengan nada khawatir.Haura takut kalau karyawannya kenapa-kenapa di tokonya, bisa-bisa dia akan dicap bos yang jahat membiarkan karyawan sakit bekerja."Aku bos
Mira merasa bingung dengan respon yang Caca berikan kepadanya, padahal rekan kerjanya itu tadi masih marah-marah dan bahkan menunjuk wajahnya. Namun, sekarang malah menjadi tiba-tiba menangis terisak, membuat dia menjadi tidak tahu harus melakukan apa."Ca, aku gak bermaksud buat kamu nangis kayak gini," ucap Mira gelagapan."Bukannya kamu sengaja, ya, buat aku nangis? Soalnya dari tadi kamu nuduh aku terus, padahal kan aku udah bilang kalau bukan aku yang mengatakan hal kayak gitu." Caca mengusap air matanya yang semakin deras mengalir."Aku gak ada niatan kayak gitu, aku cuma mau kamu bilang sama mereka kalau aku gak ada nyuruh-nyuruh kamu!" ucap Mira yang sedikit terdengar emosi."Kamu kenapa nangis, Ca?" Haura bertanya karena kebetulan dia mendengar suara tangisan. "kamu yang buat dia nangis, Mir?" tanya Haura beralih kepada Mira.Sebelum Mira ingin menjawab, Caca segera memotong wanita itu. "Mira nuduh aku, Bu," ucap Caca dengan masi
Haura memijat kepalanya yang terasa nyeri, baru saja dia menyelesaikan satu masalah, tetapi sekarang masalah yang lain malah datang lagi. Membuat kepalanya menjadi berdenyut nyeri."Emang siapa sih yang ganggu suami kamu itu?" tanya Haura sambil memegangi kepalanya."Ya siapa lagi kalau bukan kamu! Kamu kesal banget ya karena aku ngambil suami kamu? Tapi seharusnya kamu ikhlasin ke aku dong, soalnya suami kamu lebih bahagia sama aku karena aku bisa ngasih dia anak!" ungkit Lilis dengan wajah memerah.Mendengar Lilis yang mengungkit perihal anak, membuat perasaan Haura menjadi teriris perih. Namun, dia memilih menarik napas dalam, untuk menetralkan perasaan sakit hati di dalam dada."Aku gak ada ganggu suami kamu, ya! Tapi suami kamu aja yang kegatelan, ngajakin aku balikan untuk jadi istri keduanya!" geram Haura yang sudah merasa sangat kesal."Mana mungkin Niko mau jadikan kamu istri kedua? Soalnya kan lebih muda aku, cantik juga cantika
Mendengar hal itu, membuat jantung Dean menjadi berdetak dengan kencang, pipinya seakan memanas dan tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyuman kecil."Kalau kamu gak mau, enggak papa! Aku bakalan cari cowok lain." Haura membalikan tubuhnya ingin menjauh dari Dean.Padahal Haura sudah memberanikan diri untuk mengatakan hal yang dia pikirkan sejak tadi, tetapi Dean malah tidak menanggapi perkataannya, lelaki itu hanya diam saja."Tunggu!" Dean mencekal tangan Haura. "aku cuma berpikir aja, kok kamu tiba-tiba bicara kalau mau jadi pacar aku?" Dean menaik-turunkan alisnya, dia merasa heran.Walau sebenarnya dia merasa senang, tetapi lelaki itu tetap ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh janda yang terkadang seperti menjaga jarak dengannya."Bukan pacaran beneran, tapi cuma bohongan aja. Kamu mau atau enggak?" Haura berkata sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Dirinya agak bingung mengatakan hal ini, hanya saja Haura tid
Lilis terkejut dengan mata yang melotot, wanita itu tidak menyangka kalau ancaman yang selalu dia berikan tidaklah mempan kepada Niko lagi.Namun, tentu saja dia tidak terima kalau harus berbagi suami dengan mantan majikannya tersebut. Lilis sudah membanggakan diri dengan mengatakan kalau dia lah satu-satunya yang akan menjadi istri dari Niko."Aku enggak mau kalau harus berbagi suami!" ucap Lilis histeris."Terserah aku dong! Untung juga kamu aku nikahin, padahal lebih bagus Haura. Dia gak malu-maluin dan gak pernah teriak di depan wajahku!" hardik Niko."Kalau itu mau kamu, aku gak akan ngelakuin hal kayak gitu lagi, aku janji! Asal, kamu jangan balikan lagi sama Haura!" mohon Lilis sambil memegangi tangan Niko.Namun, Niko malah menepis tangan Lilis dengan kasar. "Lebih baik kamu pulang aja di rumah dan buktikan omonganmu itu, siapa tahu aku berubah pikiran!"Lilis berjalan gontai menuju keluar ruangan Niko, dia tidak menyangk