Share

Bab 7

Dini hari berikutnya.

Cevin merasakan pipinya gatal. Dia mengendus dan mendengar suara lembut Silvia di telinganya.

"Nadine, nggak boleh mengganggu Kakak tidur. Ibu gendong kamu untuk buat susu, ya?"

Tiba-tiba dia teringat dia pulang bersama ibunya kemarin.

Begitu membuka matanya, Cevin bertemu dengan mata Nadine yang berbinar-binar.

Saat melihatnya bangun, bocah itu langsung memanggil Kakak dengan manis.

Silvia pun memperhatikan gerak-gerik putra sulungnya, dia memandang Cevin dengan penuh kasih dan berkata, "Cevin, kalau kamu mengantuk, boleh tidur lagi."

Cevin menggelengkan kepala dan menatapnya dengan bengong.

Saat bangun di samping ibunya, dia merasakan kehangatan yang sudah lama hilang.

Silvia menyentuh keningnya dan ternyata demamnya sudah hilang. Setelah sarapan bersama kedua anaknya, dia mengajak mereka bermain di halaman.

Ada ayunan besar di halaman, Cevin dan Nadine duduk di ayunan dan Silvia berdiri di belakang sambil mengayunkan mereka dengan lembut.

"Bu, ayun yang tinggi."

Ada Cevin yang bermain dengannya, Nadine sangat gembira.

Berkat panggilan kakak, ekspresi sedih Cevin di rumah sakit akhirnya menghilang, dia tersenyum Bahagia.

Selama tiga hari di tempat Silvia, Cevin makan dengan bahagia, dia tidur bersama Silvia dan Nadine di malam hari dan terbangun karena panggilan Nadine di pagi hari.

Saat Melvin datang, dia melihat putra sulungnya yang dulu jarang tersenyum sedang dikejar oleh Nadine di halaman dan tertawa terbahak-bahak.

Sinar matahari yang cerah menyinari kedua anak itu. Silvia di sisi lain sedang duduk di ayunan sambil memperhatikan mereka bermain dengan mata lembut.

Cevin memegang tali layang-layang di tangannya dan Nadine berlari di belakangnya, Nadine sesekali terjatuh di halaman, lalu berdiri dan terus mengejar kakaknya.

Tiba-tiba tali layang-layang itu putus.

Cevin menggandeng Nadine mencari layang-layang yang melayang jauh dan sekilas dia melihat Melvin berdiri di luar gerbang halaman.

Dia tertegun dan berkata, "Ayah."

Silvia sebenarnya sudah lama melihat Melvin di depan pintu. dia sudah menerima pesan dari pengawal sejak mobil Melvin masuk ke dalam kompleks.

Hanya masalah waktu sebelum Melvin menemukan mereka.

Dalam beberapa hari terakhir, dia sudah berpikir jernih, dia tidak menginginkan suaminya, tapi dia ingin membawa anaknya pergi dan mendidik anak sendiri.

Karena dia menginginkan dua anaknya, pertemuan dengan Melvin tidak bisa dihindari.

Pria itu mengenakan setelan jas berkualitas, wajahnya yang tampan terlihat dingin, matanya yang berbahaya dan hitam pekat di bawah bulu matanya yang panjang mengunci wajah Silvia, bibir cemberut dan auranya yang kuat mengintimidasi.

Di belakangnya ada sekelompok pengawal yang berdiri beberapa langkah di belakangnya dengan kepala tertunduk.

Suasana hati pria itu lebih tenang dari perkiraan Silvia, Silvia meminta pembantu untuk membawa kedua anak itu masuk ke kamar tamu lalu dia menghadapi Melvin sendirian.

Di halaman.

Silvia masih duduk di ayunan.

Melvin melangkah ke arahnya, menatap matanya dari jarak satu meter.

Apa yang dikatakan Daniel sebelum turun dari mobil terlintas di benaknya.

"Nyonya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk putra yang baru ditemukan Keluarga Songi di selatan kota, Hery Songi."

Melvin pernah melihat pria itu. Pada malam pernikahannya dengan Silvia, dia berdiri di luar vila Keluarga Lint sepanjang malam.

Hery, cinta pertama Silvia!

Matanya dingin dan menyalahkan, "Silvia, siapa yang mengizinkanmu membawa pergi anakku?"

Silvia menyeringai, "Kalau aku nggak membawanya pergi, apakah aku harus melihatnya depresi di rumah sakit karena sakit?"

Pria itu dipenuhi amarah, "Apa hakmu untuk membawanya pergi!"

Tersengat oleh ejekan di matanya, Silvia menahan kepahitannya dan berkata, "Aku ibunya, menurutmu apa hakku!"

Buku-buku jari Melvin memutih karena mengerahkan tenaga, "Sekarang kamu tahu kamu adalah ibu kandungnya? Di mana kamu saat anak itu sakit dan mencari ibunya dua tahun lalu!"

Mata Silvia memerah dan ada lapisan kabut di matanya, "Apa aku yang nggak mau menemani mereka? Melvin, jelas-jelas kamu nggak memberiku kesempatan untuk menemani mereka!"

"Saat Cevin sedang duduk di teras rumah sakit dengan sedih, di mana kamu sebagai ayahnya? Kamu sedang mengantar Vivi ke lokasi syuting!"

Melvin melihat air mata di sudut matanya dan tertegun sejenak, lalu menjadi sarkastik lagi pada detik berikutnya.

"Silvia, ini urusan kamu dan aku. Kenapa kamu selalu melibatkan orang yang nggak bersalah?"

Nggak bersalah?

Apakah Vivi tidak bersalah?

Silvia hanya merasa jantungnya digenggam oleh tangan besi dan ditusuk dengan jarum-jarum panjang.

Lima tahun depresi, penyiksaan dan kegetiran membentangi antara dia dan Melvin, merobek setiap inci kulitnya.

"Kalau kamu merasa dia nggak bersalah maka dia nggak bersalah."

Silvia tidak ingin berdebat lagi dengan pria ini, apa pun yang dikatakannya, pria ini selalu memihak Vivi.

Dia menyeka air mata, "Melvin, kalau kamu memutuskan untuk menikah dengan Vivi, tolong kembalikan hak asuh kedua anak kepadaku."

Udara di sekitarnya seakan membeku.

Mata Melvin yang suram setajam pedang, "Kamu mimpi!"

"Silvia, kuperingatkan, biarpun kamu adalah ibu dari anak-anak, secara hukum kamu nggak bisa membawa Cevin pergi tanpa izin aku."

"Lain kali, jangan salahkan aku karena kejam!"

Di dalam rumah.

Cevin terus melihat ke arah halaman, dia sepertinya melihat ayahnya membuat ibunya menangis. Dia tidak pernah melihat ibunya sesedih ini.

Tidak, sepertinya Cevin pernah melihatnya sebelumnya ....

Sebelum ibunya meninggalkan Keluarga Lint, ayahnya dan mereka, dia melihat ibunya diam-diam menyeka air mata di kamar.

Saat Melvin hendak mengejek, Cevin menggandeng tangan Nadine dan kembali ke halaman.

Dia meninggikan suaranya dan berkata sambil menangis, "Ayah, aku ikut Ayah pulang."

Silvia menoleh ke belakang dengan air mata berlinang, ketika dia bertemu dengan mata Cevin yang bijaksana dan patuh, dia merasakan ketidakberdayaan membanjiri hatinya.

Cevin menyerahkan Nadine kepada Silvia lalu tersenyum sambil menangis, "Terima kasih, terima kasih, Bu, aku sangat bahagia beberapa hari ini."

Senang sekali rasanya ada ibunya dan adik.

Silvia berlutut dan memeluk Cevin, "Cevin, kalau kamu nggak mau pergi, Ibu bisa melindungimu."

Cevin meniru tingkahnya, menepuk punggungnya dan berkata, "Bu, jangan khawatir, Ayah sangat menyayangiku, tapi Simon akan takut kalau tinggal di rumah sendirian. Aku kakaknya jadi aku harus pulang menemaninya."

"Aku akan datang jenguk Ibu dan Adik kalau ada waktu. Aku juga akan beli mainan baru untuk Adik. Mainan yang dimiliki anak TK akan dimiliki Nadine juga."

Cevin sangat patuh dan menghangatkan hati.

Silvia tidak mau memaksa anaknya karena keinginan pribadi.

Dia menyiapkan banyak makanan ringan untuk Cevin, Nadine bahkan memasukkan semua permen favoritnya ke dalam ransel kecil Cevin.

Melvin sedang duduk di sofa ruang tamu, matanya dingin dan tenang, dengan aura tenang dan bermartabat.

Melihat adegan di depannya, dia merasakan emosi yang tak terlukiskan di dalam hatinya.

Ketika dia tidak memperhatikan, Cevin meminta nomor WhatsApp kepada Silvia dan menuliskannya di catatan kecil, dia akan menambahkan nomor itu nanti setelah pulang.

Kembali ke Keluarga Lint, Melvin biasa langsung pergi ke kamarnya untuk mandi.

Cevin menyelinap ke kamarnya.

Karena gugup, Cevin mengambil salah satu dari tiga ponsel dengan model yang sama di meja samping ranjang milik mereka bertiga dan bergegas kembali ke kamarnya.

Kembali ke kamar, Cevin segera mengeluarkan catatan kecil dari sakunya dan segera menambahkan nomor Silvia.

Silvia menyetujui ajakan pertemanannya dengan cepat.

Cevin sedang berbaring di samping ranjang, dengan senang hati melakukan panggilan video kepada Silvia.

Begitu panggilan tersambung, dia melihat Nadine berdiri di depan ponsel. Ada rasa penasaran di matanya dan dia terus memanggilnya kakak.

Cevin geli dengan kelucuannya.

"Bu, boleh kirim foto-foto kita? Saat Ayah mengizinkanku bermain ponsel, aku bisa lihat."

Silvia merasa kasihan pada putranya dan mengirimkan semua foto Cevin dan putrinya yang diambilnya beberapa hari terakhir ini, juga foto mereka bertiga.

Di pintu kamar.

Melvin berhenti menyeka rambutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status