Share

Bab 11

Setiap kali bertemu dengan mata cerah Nadine, Melvin selalu merasakan rasa kedekatan yang tak terlukiskan di hatinya.

Nadine teringat bahwa setiap kali dia sakit, ibunya akan menghadiahinya dengan permen tambahan. Dia turun dari ranjang dengan gesit, mencari kantong permennya, mengeluarkan permen favoritnya dan menyerahkannya kepada Melvin.

"Setelah minum obat, makan permen."

Bocah itu masih belum mengerti panggilan video yang sebenarnya. Dia ingin memberikan permen kepada Melvin tapi ternyata tidak bisa.

Suasana murung Melvin terhibur dengan keluguan bocah itu.

Begitu masuk, Silvia melihat dia sedang berbaring di ranjang, menggoyangkan permen di tangannya ke arah ponsel dan berbicara tentang makan permen.

"Nadine, hari ini kamu sudah makan permen. Kalau kamu makan banyak, gigimu akan bolong. Besok baru makan lagi, ya?"

Nadine berbalik dan menggelengkan kepalanya lalu berkata, "Nadine nggak mau makan, dia yang makan."

Silvia mengira putrinya sedang membicarakan Cevin, jadi dia menghampiri dan mengusap kepala kecilnya, "Tunggu sampai Kakak datang baru makan."

Dia mengambil ponselnya dan ingin berbicara dengan Cevin, tapi melihat pihak lain sudah menutup panggilan videonya, dia merasa sedikit kecewa.

Sebentar lagi akhir pekan.

Silvia mengirimkan pesan suara kepada Cevin, menanyakan apakah Cevin punya waktu luang untuk datang bermain di rumah.

Melvin bersandar di ranjang rumah sakit, mata tampannya sedikit tertutup dan bibir pucatnya memberikan sentuhan kelemahan yang memilukan pada wajahnya yang tampan dan bermartabat.

Ponsel di telapak tangannya bergetar, itu pesan dari Silvia.

Pesan suara panjang itu penuh dengan kepedulian terhadap anak itu, tapi tidak menyebut tentang dia.

Mata suram pria itu dingin, rasa dingin di matanya bagaikan mengembun menjadi bilah es sedikit demi sedikit.

Keesokan harinya.

Silvia masih belum mendapat balasan dari Cevin, tapi dia melihat kabar bahwa Grup Modern sudah memasuki industri hiburan.

Komentar di bawah artikel tersebut semuanya adalah kata-kata dari seorang direktur yang mendominasi yang mengundurkan diri demi cinta.

Nama Melvin dan Vivi kembali menjadi pencarian populer.

Pada saat yang sama, ada yang membocorkan video dua tahun lalu dan opini publik mulai mengira Vivi akan segera menjadi Nyonya Direktur Grup Modern.

Melvin tidak suka difoto.

Dia bahkan tidak suka fotonya muncul di berita hiburan.

Begitu foto dia muncul di Internet, foto tersebut akan segera dihapus oleh Departemen Hubungan Masyarakat Grup Modern.

Sekalipun Silvia adalah istrinya yang sah dan ingin melampirkan foto tanpa wajah keduanya berpegangan tangan di akun sosial pribadinya pun tidak diizinkan.

Dua tahun lalu, dia makan malam dengan cahaya lilin bersama Vivi.

Itu adalah satu-satunya pengecualian.

Vivi akan selalu mendapat perlakuan istimewa dari Melvin.

Saat itulah Silvia menyadari dengan jelas bahwa Melvin bukannya tidak suka bermesraan di depan orang lain, hanya saja orang itu bukanlah dia.

Sekarang, ketika dia mengingat pengalaman lima tahun itu, hatinya masih sakit, tapi dia tidak lagi merasakan perasaan tercekik seperti orang yang tenggelam di ambang kematian.

Panggilan telepon masuk, itu Diana.

"Via, sepupuku membuka resor keluarga. Hari ini akan dibuka dengan skala kecil. Kamu ajak Nadine, kita pergi main di sana dua hari."

Silvia sedikit khawatir, "Identitasmu ...."

Diana memiliki anti-fans terbanyak di industri hiburan. Itu sudah mencapai ambang kegilaan dan ilegal, dia hampir terluka beberapa kali.

Diana menghiburnya, "Nggak apa-apa. Semua orang yang pergi ke sana dua hari ini adalah saudara dan teman. Tempat ini nggak terbuka untuk umum. Benar-benar aman."

Silvia sudah lama tidak mengajak putrinya bermain, jadi dia setuju.

Sebelum keberangkatan.

Dia mengirim pesan kepada Cevin dan ingin mengajaknya bermain selama dua hari, tapi tidak ada balasan dari pihak lain.

Silvia sedikit khawatir pada Cevin.

Tapi ....

Sesaat setelah tiba di Resor Koi, Silvia turun dari mobil sambil menggendong putrinya lalu dia melihat Cevin dan Simon keluar dari mobil tidak jauh dari situ.

Vivi juga segera turun dari mobil.

Pihak lain mengulurkan tangannya ke arah Simon dan Simon memegangnya dengan patuh. Dari kejauhan, dia masih bisa mendengar suara gembira Simon.

"Ayah cepat turun, Tante Vivi bilang mau ajak aku main layang-layang, kamu ikut juga, ayo lihat layang-layang siapa yang lebih tinggi."

Silvia tertegun di tempatnya.

Cevin yang turun dari mobil di belakang Simon sedikit tidak senang.

Nadine yang digendong Silvia langsung melihat Kakak yang dia rindukan dan memanggilnya dengan melambaikan tangan pendeknya.

"Kak!"

Cevin mengira dia salah dengar.

Baru setelah Nadine memanggil dua kali, dia melihat mereka dan matanya bersinar terang.

Dia melambai ke arah mereka, "Bu, Dik."

Melvin juga melihat Silvia, mata mereka bertemu di udara dan mereka berdua membuang muka dengan ekspresi dingin.

Nadine melepaskan pelukan Silvia dan berlari ke arah Cevin.

Cevin hendak berlari ke arah sana ketika Vivi menangkapnya.

Dia berpura-pura sedih dan berkata, "Cevin, Tante secara khusus menyediakan waktu untukmu dan Simon. Apakah kamu akan meninggalkan Tante?"

Simon di samping pun datang menariknya dan berkata, "Kak, kita berjanji pada Tante Vivi untuk menerbangkan layang-layang bersama hari ini."

Vivi pun tersenyum dan berkata, "Tante beli banyak layang-layang. Itu semua adalah karakter favorit kalian. Cevin, apa kamu nggak mau main?"

Simon berkata dengan semangat, "Tante Vivi, aku mau main."

Bagi Simon yang suka bermain, tidak masalah dengan siapa dia bermain asalkan ada mainan yang disukainya.

Cevin terlihat serba salah, sebenarnya dia ingin bermain layang-layang bersama ibunya dan adik.

Dia memandang Melvin, mengingat sikap galak Melvin di halaman sebelumnya pada Silvia, dia menundukkan kepalanya dengan sedih, dia tidak ingin ibunya menangis lagi.

Cevin bergumam, "Aku tahu."

Nadine berlari dengan bersemangat, dia mengenakan atasan putih dengan gaun suspender merah muda dan tas permen dengan warna yang sama, dia terlihat sangat lucu.

Dia menggenggam tangan Cevin dan memanggil Kakak dengan manis.

Cevin senang melihatnya di sini, tapi setelah memperhatikan cara Ayah memandang Ibu, dia menggenggam tangan adik lebih erat.

Cevin berkata, "Ayah, aku antarkan adik kepada Ibu."

Cevin buru-buru menarik Nadine ke seberang.

Silvia juga kebetulan datang.

Dia membungkuk dan menyentuh kepala Cevin sambil bertanya dengan lembut, "Cevin, kenapa kamu nggak membalas pesan?"

Cevin memandang Melvin dan berkata, "Maaf, Bu, Ayah nggak mengizinkanku bermain ponsel akhir-akhir ini. Aku nggak baca pesan Ibu."

Silvia melirik Melvin dari sudut matanya dan tahu pria ini pasti sengaja.

Dia tersenyum pada Cevin, "Nggak apa-apa, Ibu mengerti."

Dia baru saja akan bertanya apakah dia ingin bermain dengan mereka ketika dia mendengar ucapan munafik Vivi.

"Silvia, walaupun Melvin berjanji akan membiarkanmu mengasuh anak di akhir pekan, kamu nggak bisa mengejar terus-menerus , bukan? Anak-anak juga butuh waktu bersama ayahnya. Kamu akan membuat ayah dan kedua anaknya serba salah."

Silvia menegakkan tubuh dan senyuman di matanya memudar sedikit demi sedikit.

Dia mencibir, "Kenapa dia merasa serba salah? Serba salah antar anak dengan ibu kandungnya atau dengan ibu tirinya? Serba salah antara menemani anak atau kekasihnya?"

Ketika pria itu mengerucutkan bibir tipisnya erat-erat, fitur wajahnya yang indah tampak sangat dingin dan matanya yang tampan tampak tenang dan tajam saat ini.

Matanya tertuju pada putra sulungnya yang bersandar di pelukan Silvia dan matanya menjadi suram dan dingin, "Cevin, kemarilah."

Melvin selalu tegas dan tekun dalam mendidik kedua anaknya, dia tidak akan membiarkan mereka melakukan kesalahan hanya karena masih kecil.

Menurutnya, putra sulung sebelumnya sangat baik dan penurut, tapi segalanya berubah setelah Silvia muncul.

Cevin belum pernah melihat Ayah memandangnya seperti ini. Teringat adegan Ibu dimarahi Ayah terakhir kali, air matanya jatuh tak terkendali.

Silvia langsung menjadi cemas, "Melvin, kenapa kamu begitu galak pada Cevin?"

Dia menggendong Cevin dan menghiburnya dengan lembut, "Jangan takut, Cevin. Ibu di sini."

Nadine pun memeluknya, menirukan Ibu membujuk dirinya, dan menepuk punggung Kakak dengan lembut.

Nadine membujuknya dengan suara rendah, "Kak, jangan takut."

Bulu mata Melvin yang panjang membentuk bayangan samar, memandang ketiga orang yang saling berpelukan dengan mengerutkan kening tanda tidak senang.

"Cevin, aku katakan sekali lagi, kemarilah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status