‘Apa yang terjadi dengan Sally ku?’ Tanya Sean dalam hati semakin merutuki dirinya merasa bersalah.
“Bilang, Mark. Sally trauma kenapa?” Kedua matanya terasa panas mengabut dengan pikiran buruknya mengutuki diri sudah jadi pria bodoh.
Mark mencoba mendinginkan emosinya dan duduk diikuti oleh Sean yang kini duduk disebelahnya.
"Sean gua yakin loe berdua dulu pisah karena ulah John. Loe selalu bilang kalau Sally sebelum jadi pacar loe dia sudah pacaran sama John, itu semua ngak benar. Dia sama sekali bingung sekaligus patah hati sama keputusan sepihak loe itu. Salah dia apa juga dia sama sekali ngak tahu. Soal trauma, kalau memang Sally pacaran sama John kenapa justru si berengsek itu yang bikin Sally jadi trauma berat.” Mark berusaha menjelaskan dengan tenang dan memancing logika akal sehat Sean.
Kemudian ia menepuk lengan Sean. "Please, Sean. Cerita sama gua apa alasan dulu sampai loe mutusin sepihak hubungan kalian
Sally masih memikirkan ciuman Sean setelah pesta. Walau rasa takut akan masa lalunya muncul, tapi ada percikan yang ia rindukan hadir kembali. Ia terus memegang bibirnya dan membayangkan wajah tampan Sean."Bisa bekerja denganmu dan melihatmu setiap hari, itu sudah lebih dari cukup. Aku mencintaimu Sean.” Sally memejamkan mata berusaha tidur sambil memegang gelang yang ada di tangannya.Namun usahanya terhalang ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Ben.“Apa kamu sudah tidur?”“Hampir.”“Maaf ganggu. Boleh telepon sebentar?”“Hem, boleh.”Detik kemudian ponsel Sally berdering dan gadis itu langsung mengangkatnya.“Halo, Sal. Maaf ganggu waktu istirahat kamu. Ada yang mau aku tanyakan.”“Ngakpapa, Ben. Ada apa?”“Apa kamu siap kalau pergi berduaan denganku di tempat umum?”Kening Sally mengernyit namun otaknya segera mencerna dan mengerti apa maksud ucapan Ben. Saking hanyut dengan pengalaman ciuman mendebarkan dengan Sean tadi, dirinya sampai lupa kalau pria yang sudah menjadi
Entah bisa dikatakan apes atau tidak bisa kebetulan bertemu dengan mantan atasannya di perusahaan Sally yang dulu. Kebetulan Arkan sedang makan di restoran yang sama dengan teman sekantor dan waktu hendak pulang tidak sengaja melihat Sally menuju parkiran.“Eh, Pak Arkan. Makan disini juga yah?”“Sudah aku bilang jangan panggil begitu. Kamu sudah bukan anak buah aku lagi dan kita ngak di kantor, Sal. Panggil nama saja.”“Ehm, iya.”“Kamu sama siapa?”Sally menatap Ben kemudian mengenalkan keduanya.“Kenalin ini Ben, Ben ini Arkan mantan atasan di kantor aku dulu.”“Ben.”“Arkan.”Baik Ben maupun Arkan saling menatap menunjukkan rasa tidak suka satu sama lain. Susah payah selama ini Arkan mendekati Sally dan selalu berujung penolakan dan sekarang gadis impiannya malah jalan dengan laki-laki lain yang wajahnya tidak sempurna dalam hati Arka
Melihat Ben marah semalam dan bersikap posesif pada Sally semalam membuat Carol menaruh kecurigaannya pada calon menantunya itu. Terutama bola mata Ben yang mengingatkan Carol pada seseorang.Esok siangnya, Ben datang untuk menjemput Sally. Briana dan Dania tidak ada di rumah, istri pertama Raka itu sibuk dengan urusan arisan di akhir pekan sedangkan Dania mendatangi rumah Viko.Carol menemani Ben sebelum Sally keluar dari kamarnya.“Ehm, Ben. Kapan kamu ada waktu. Ada hal yang perlu Tante bicarakan sama kamu tentang Sally. Boleh?”Kening Sean sedikit mengerut namun tatapan keibuan Carol membuatnya tidak bisa menolak permintaan ibu baik hati itu. Apalagi sejujurnya Sean sendiri merasa bersalah setiap kali bertemu dengan Carol sebagai Ben seakan sedang membohongi ibu kandungnya sendiri.“Boleh, Tan. Kalau senin pagi boleh? Nanti saya akan beralasan mengantar Tante sebentar ke supermarket setelah mengantar Sally ke kantornya.”
Empat bulan lagi Mark dan Ceri akan menikah dan hari ini mereka sudah berada di dalam butik menemani Sally, Sean beserta kerabat dari perwakilan keluarga Mark juga Ceri yang di daulat menjadi pendamping mereka nanti.Sally mencoba gaun miliknya sambil menatap cermin, senyumannya terbit mengagumi gaun sederhana yang membalut tubuhnya.“Sal, udah belum? Gua mau lihat dong.” Bisik Ceri dari luar tirai.“Udah, Cer. Buka aja tirainya.”Tirai bilik Sally di buka lebar oleh Ceri dan Sally pun berbalik menghadap Ceri.“Gimana? Suka ngak?”“Bagus banget, bodi loe emang selalu cocok pake apapu. Langsung mangling, belum di makeup loh ini.” Seru Ceri dengan mata berbinar.“Loe yang mesti pangling dong, Cer. Kan ratunya loe nanti.” Sahut Sally sambil tersenyum.Namun senyuman Sally perlahan memudar ketika melihat Sean membuka tirai di seberang biliknya. Matanya dihibur oleh penampilan Sean dalam balutan stelan semi tuxedo hitam, begitu juga sebaliknya Sean tidak dapat memejamkan matanya ketika mel
Baru saja Sally merasa senang dengan sikap Sean pagi ini dengan mengirim bunga dan chat ajakan makan siangnya. Perasaannya segera berbalik menjadi kecewa melihat aura Sean saat menyium bibirnya karena cemburu muncul lagi.Sally terkejut sekaligus terluka mendengar ucapan Sean. "Tapi saya tidak pernah merasa mendekati lagipula harusnya Bapak juga paham yang namanya beretika sopan terhadap klien."Sadar dirinya bersikap berlebihan, Sean mendengus. “Kalau gitu aku minta maaf lagi.” Kemudian jarinya bergerak mengangkat dagu Sally."Jadi besok kamu mau pergi kan sama aku? Aku sudah minta ijin juga sama mama kamu."Sally makin terkejut mendengar penuturan Sean. "Maksudnya Bapak menghubungi ibu saya gitu? Kapan? Memangnya Bapak tahu rumah saya yang sekarang?"Sean mengangguk sekaligus menyesali pengakuannya. Dirinya lupa kalau waktu itu menemui Carol sebagai Ben. Masa bodo lah, biar saja Sally menduga-duga sendiri sekarang misinya hanya ingin mendapatkan cinta Sally kembali. Bukannya menjawab
Sally dan Sean sudah berada di parkiran restoran tempat mereka makan barusan. Baru saja Sean menyalakan mesin mobil dan hendak keluar dari gedung parkir. Ponsel Sally berdering, melihat namanya saja gadis itu sudah malas sekali. Untuk apa masih mengganggunya padahal Viko akan segera menikah dengan Dania.“Siapa Viko?” Tanya Sean yang sudah melirik layar ponsel Sally.“Dia tunangan kakak tiri aku.”“Ngapain juga nelpon kamu? Aneh banget tunangan sama kakaknya kok nelpon ke adiknya.” Sahut Sean ketus.Sally sampai menoleh, matanya menatap memperlihatkan kenyitan di keningnya seolah tidak suka dengan perkataan Sean. Bukankah seharusnya dia yang marah karena Sean mulai ikut campur urusannya.“Bukan urusan kamu juga kan.” Jawab Sally menatap ke arah depan.“Jadi urusanku karena sudah dua kali dia nelpon dan kamu ngak angkat, kamu ada di dalam mobilku juga. Mau apa dia sebenarnya? Sepertinya ad
Susah payah aku melupakan kisah pahit yang pernah datang menghampiri hidupku dulu. Aku pikir semua sudah berakhir dan membuat John kapok dengan hukuman harus menjaga jarak denganku selama tiga tahun ini. Ternyata dugaanku salah, pria yang kubenci itu datang lagi seolah-olah sedang menagih hutang perjanjian padaku.Kenapa dia harus muncul setelah aku baru bisa menata hatiku kembali, setelah aku mulai merasa nyaman dengan keadaan sekitarku lagi. Menjaga kewarasan mental yang sempat dibuat tidak waras karena ulah John, ditambah dengan peliknya urusan keluarga papa Raka yang membuat hidupku dan mama menderita. Sungguh tidak mudah bagiku berusaha untuk tegar tiga tahun lalu. Kalau bukan karena rasa sayang pada mama dan papa Raka, mungkin aku lebih memilih gila atau bunuh diri saja.Dan sekarang disaat hidupku mulai terasa lebih baik meskipun aku harus dipaksa menikah dengan Ben, orang yang membuat trauma besar dalam hidupku itu muncul kembali.“Ayo ikut kalau kamu ngak mau terluka.” John m
Aku memanfaatkan kesempatan untuk memberitahukan alasanku bersikap kasar dan meninggalkannya sepuluh tahun lalu. Nyatanya rasa sakit sepuluh tahun lalu masih sama dengan sekarang.Sally menitikan air mata bahkan aku bisa melihat jelas ada kekecewaan dalam tatapan sendunya itu."Aku baru tahu kalo ini rekaman audisi kamu buat acara drama, Sal. Ceri yang kasih tahu. Aku bodoh banget kan." Ucapku tersenyum mendecih meledek diriku sendiri, bahkan aku benar-benar merasa sangat jahat sudah mengambil keputusan untuk membenci Sally yang tidak bersalah sama sekali sampai menampar pipiku sendiri berkali-kali."Aku benar-benar bodoh! Bodoh!"“Stop, udah jangan begini, Sean.”Sally menghentikan tangan yang kugunakan untuk menghukum diriku."Kamu tahu, Sean, waktu kamu marah dan tidak memberi tahu alasan kenapa kita harus putus aku rasanya melebihi dari patah hati. Aku pikir aku bisa lupain kamu setelah berjalannya waktu kita ngak ketemuan dan berhubungan lagi tapi rasanya sulit juga buat aku men
Setelah mengetahui kebenaran tentang kesalahan yang dibuat papa Sall. Beberapa saat kemudian Sally meminta Sean untuk mengajaknya ke Surabaya dan mengajak ibunya untuk mengunjungi makam ayahnya.Sean sebenarnya sudah menyiapkan kejutan bagi Sally, namun setelah mendengar keinginan Sally ia harus merubah beberapa rencana.Sean sengaja tidak membuat rencana kerja untuk satu bulan ke depan, sehingga Mark hanya akan mengurus beberapa proyek yang belum selesai saja. Jadwal meeting untuk semua plan baru ia serahkan kepada Mark dan Ceri.Di kantor ruangan CEO kemarin Sean meminta tolong pada sahabatnya."Mark, kali ini gua minta tolong loe handel dan meeting buat planning proyek berikutnya." Ujar Sean sambil terkekeh meringis karena tahu bakalan diledek oleh Mark.Mark tersenyum mendecih meledek. "Awalnya janji ke gua cuma dua minggu, kenapa bisa beranak jadi satu bulan yah.""Sally mau ke makam papanya di Surabaya sama Mama Carol jadi terpaksa gua nambah cuti, lagian gua kan CEO nya, suka s
John dilaporkan oleh Carol dan Sally beberapa tahun lalu untuk laporan percobaan tindakan asusila untuk memberi hukuman jera pada John.Bahkan setelah bebaspun dia harus menjauh dan tidak boleh dekat sama sekali dengan Sally. John marah dengan hukuman yang ia terima. Akhirnya ia menghubungi Mira dan meluapkan kekesalannya."Hallo Mir, loe lagi sama Erik?""Iya, John. Kenapa yah?""Kagak, gua lagi suntuk aja sejak gua dilarang deketin Sally lagi.""John, kenapa ngak move on saja sih. Lupain Sally, masih banyak cewek yang mau sama loe. Loe itu ganteng, body oke, coba deh buka hati loe jangan mainin cewek cuma buat pelampiasan, ngak bagus juga buat kesehatan loe loh. Di dunia ini loe masih bisa ketemu cewek seperti Sally kan.""Kalau loe cuma mau nasehatin gua mending gua tutup aja deh. Gua nongkrong dulu ke klub."Mira menghela nafas dan menasehati temannya lagi meskipun tahu mungkin sia-sia. "Terserah John, jangan minum sampe teler nanti bikin masalah baru lagi.""Ah bawel loe. Yah uda
Malu, adalah perasaan yang kini tengah mendera Carol dan juga Sally setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya di balik misteri meninggalnya Ruben. Sebagian dalam diri Carol menyalahkan dirinya sebagai penyebab dari keputusasaan suaminya demi membuktikan diri memperbaiki perekonomian keluarganya lepas dari bantuan kedua orang tua Ruben.Sedangkan putri mereka di masa sekarang malah sudah menikah dengan bos dari Ruben yang memecatnya dan sempat membuat Carol juga Sally salah paham. Tentu saja Carol merasa malu dan sebagai ibu Sally ia memikirkan perasaan putrinya yang kini sudah menjadi menantu di keluarga Linardi. Saat kedua tangan Carol menangkuo ingin meminta maaf, Reina cepat-cepat menghalangi niatan Carol dan merangkul temannya. "Semua sudah berlalu, jangan kamu hukum diri sendiri atas kesalahan yang tidak kamu buat. Kami tidak membenci kalian bahkan semua sudah berlalu. Kita lihat masa depan saja mulai dari sekarang dan menantikan cucu kita pastinya yah."“Maaf kalau aku sempa
Di dalam ruang kerjanya, Samuel merenung tentang kejadian masa lalu mengenai kejadian di Surabaya yang membuatnya terpaksa harus berurusan dengan hukum untuk pertama kalinya. Saat itu dia baru menjabat sebagai CEO menggantikan papa nya. Setelah mendengar cerita dari Carol lalu mendengar nama suaminya yang sama dengan direksi yang dia pecat waktu dulu membuat Samuel mencari tahu kebenaran hubungan antara Ruben karyawannya dengan Carol. Dan ternyata mereka memang pasangan suami istri dan hal itu membuat Samuel resah karena cerita versi Carol sangat berbeda dengan apa yang terjadi sebenarnya."Aku harus mengungkapkan semua ini dengan Sally dan mamanya. Supaya jangan sampai mereka mendengar dari orang lain."Samue berencana mengundang Sean, Sally dan mamanya Sabtu ini makan bersama di rumahnya. Sehari sebelumnya Samuel menyampaikan hal tersebut ke istrinya dan menceritakan kejadian masa lalu itu ke istrinya agar tidak terjadi kesalahpahaman.Reina terkejut bukan main tidak mengira takdir m
Akhirnya aku dapat melewati rasa trauma setahap demi setahap. Semua karena dukungan orang-orang di sekitarku, mulai dari mama, Mark, Ceri, kedua mertuaku dan yang terutama suamiku sendiri Sean. Dialah yang berperan paling besar memulihkan trauma ku. Mau bersabar menunggu mentalku siap untuk bisa menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri.Semua pengorbanan yang dilakukan nyatanya tidak sia-sia ditambah dengan keinginanku untuk sembuh dari trauma. Bahkan sekarang aku sudah bisa melakukan kewajibanku sebagai seorang istri dan Sean juga yang memberikan dorongan demi dorongan kecil untuk menyemangatiku agar tidak berkecil hati. Merayakan setiap keberhasilan sekecil apapun itu untuk segala hal yang sudah kulakukan . Aku bersyukur dengan cinta pertamaku yang berakhir di pelaminan. Penantian panjang dan hambatan dapat kita hadapi asalkan bersama-sama memanglah benar hanya saja kalau boleh aku tambahkan juga dengan sikap mau berkorban dan memperjuangkan satu dan yang lainnya.Sean selalu m
Mengandung 21+Sean melihat ruangannya sudah didekor dengan lilin-lilin kecil disepanjang jalan menuju kamar mereka. Ia tersenyum sambil meletakkan kantung belanja berisi kado pemberian keluarga dan kerabatnya di acara tadi."Hai Sayang, wah banyak banget kadonya." Sally menyambut suaminya keluar dari kamar mereka bergegas setelah merapikan kejutan di dalam kamar nanti.Sally menghampiri Sean dan memeluknya serta mencium pipi Sean tersenyum malu-malu terlihat dari rona di kedua pipinya."Jadi ini bukan rencana memberi kejutan Mark kan? Tapi buat aku, hayo ngaku.." Sean tersadar kalau apa yang dilakukan Ceri dan istrinya hanya sandiwara bagi Sally untuk menyiapkan semua ini.Sally tersenyum dan berjalan menuju kamar mereka memberikan senyum yang membuat desiran dalam diri Sean. Setelah meletakkan kado di sofa, ia pun bergegas mengejar Sally, menariknya dan mengecup bibir istrinya."Kamu membuatku tergila-gila padamu, Sayang." nafas Sean semakin menderu menahan diri melawan segala gejol
Sally dan Ceri keluar kantor dengan alasan meeting, namun sebenarnya mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sesuatu dan memesan kue untuk pesta malam nanti. Setelah itu mereka ke penthouse untuk mendekor ruang tidur mereka. Tentu saja mereka pergi dengan supir kantor sesuai perintah Sean, namun mereka meminta supir tersebut untuk mengatakan kalau dia mengantarkan mereka ke kantor klien untuk meeting bukan ke pusat perbelanjaan. Sally merasa bersemangat mempersiapkan kejutan untuk suaminya. Ia ingin membahagiakan Sean yang semestinya sudah dirinya lakukan sebulan lalu semenjak nama belakangnya berubah menjadi nyonya Rolando..Setelah semua selesai, mereka makan siang dekat kantor lalu kembali bekerja seperti biasanya agar Sean tidak mencurigai mereka. Baru kali ini Sally belanja ala sat-set memilih hadiah untuk Sean karena apa yang dicari langsung terlihat oleh matanya dan dia langsung menyukainya dengan cepat.Jam kantor menunjukkan pukul lima sore, Sally dan Ceri naik ke r
Sejak bertemu dengan John dan memutuskan untuk memaafkan serta melupakan rasa takut akan kejadian buruk sampai membuatku trauma dan mengalami mimpi buruk. Sekarang aku merasa lebih relax dan ringan seperti bebanku terangkat. Wajahku lebih ceria dari sebelumnya, ini semua berkat dukungan orang-orang yang menyayangiku dan juga keputusanku untuk berobat ke psikiater.Sean senang melihat perubahan dalam diriku beberapa hari ini. Setiap malam dia selalu mengecup keningku sebelum tidur lalu dengan lembut mengecup bibirku, entah mengapa ada dorongan dalam diriku yang menginginkan lebih dari ini. Tubuhku dengan reflek maju mendekati tubuh Sean, gemetar yang kurasakan sekarang berbeda dari rasa takut akan kilatan bayangan kejadian buruk itu. Melainkan getaran karena desiran yang menuntut dalam diri ini untuk merasakan lebih lagi.Tiba-tiba ciuman hangat itu berhenti dan Sean memelukku lalu tidur. Entah mengapa ada rasa kecewa malam itu tapi aku tidak berani mengatakannya pada Sean. Meskipun ke
Saran dokter psikolog juga Ceri nyatanya benar setelah Sally membuktikannya sendiri. Luka yang dibuat John tidak menghilang dan terlupakan begitu saja oleh Sally ketika memutuskan untuk bertemu dengan John di dalam sel.Namun ada beban berat dalam pikirannya yang terangkat membuat Sally seolah terlepas dari aura kuasa gelap yang selama ini menderanya. Ditambah lagi dengan permintaan maaf John yang terlihat tulus membuat Sally menaruh rasa iba pada kakak kelasnya itu.Cinta itu memang dapat membawa dampak luar biasa bagi seseorang bagai dua sisi yang saling berlawanan. Seperti kisah cinta segitiga antara Sally, Sean juga John. Sean yang cintanya bersambut justru membuatnya menjadi pribadi yang jauh lebih dewasa untuk mengerti kekurangan Sally.Sedangkan John yang cintanya tidak berbalas pada akhirnya menjadikan Sally bak tropi yang harus dimenangkan bagaimanapun caranya bahkan harus menjadi orang jahat sekalipun dia tidak peduli. Namun pada akhirnya John menyerah mengakui kekalahannya.