Semua telah hancur, Kerajaan Bumi Seloka telah luluh lantak rata dengan tanah. Semua akibat dari perang yang tiada berhenti hingga satu minggu. Para jajaran petinggi kerajaan tidak satu pun yang tersisa. Waktu terus berjalan, Jagat Kelana mulai membuka hutan wilayah selatan kerajaan tersebut. Hanya dalam dua hari dua malam semua tatanan bangunan kerajaan baru telah berdiri. "Bagaimana, Ibu?" Jagat berdiri di atas menara bersama Zavia. Keduanya melayangkan pandang ke seluruh wilayah kerajaan yang baru saja selesai dibangun. "Bagus, ibu suka. Terima kasih.""Apakah masih ada yang kurang?""Heem, bagaimana dengan keputren atau istana ratu? Kapan kamu nikahi Roro Wening?"Deretan pertanyaan sang ibu sama sekali tidak dipedulikan oleh pria muda. Pandangannya masih jauh ke depan, pada ruang dan waktu yang hanya dia tahu. Zavia menoleh pada putranya, terlihat tatapan Jagat sedang tidak pada tempatnya. Perlahan ditepuk baju kanan, "jangan terlalu berpikir, cukup putuskan nikahi atau tidak
Jagat memejamkan mata, pikirannya terfokus pada suara yang begitu dekat tetapi seakan jauh. Dia makin tenggelam dalam cakra ajna yang sering digunakan untuk mencari suara gaib. "Aku di sini, Tuan. Sedang di atas bahu Anda." Mendengar jawaban dari pertanyaannya seketika membuat Jagat menghempaskan tubuh Rusa betina yang baru saja dilumpuhkannya, saat tybuh hewan mamalia menyentuh tanah seketika berubah menjadi wanita cantik dengan anak panah menancap pada paham atas. Jagat mundur seketika begitu melihat perubahan wujud sang rusa. Dia menatap heran dengan sosok itu, dalam otaknya muncul pertanyaan bagaimana dan sejak kapan wilayahnya menjadi hunian siluman? "Bagaimana kamu bisa masuk ke wilayah teritorial anti siluman?""Ampuni saya, Tuan. Sejujurnya saya tertarik dengan tanaman di wilayah Anda. Sebagian burung mengabarkan bahwa di sini tanahnya begitu segar sehingga tumbuhan bisa tumbuh dengan baik." Wanita berparas rusa tersebut berhenti, dia mengambil napas dalam dan berulang. "J
Jagat memutuskan untuk semedi di atas lempengan baru cadas. Kedua matanya mulai terpejam dengan pikiran fokus pada satu titik. Pernapasan pun juga mulai teratur sesuai waktu. Selama semedi Jagat senantiasa ditunggui harimau putih perwujudan Ki Cadek. Hewan itu terlihat duduk dengan meluruskan kedua kaki depannya. Meskipun begitu kedua matanya selalu melihat sekitar dan memastikan keadaan majikannya. Angin bertiup perlahan membawa uap panas tanah lapang nan luas, tetapi tidak menyurutkan niat Jagat dalam mencari sosok pemilik gelang aneh. Lama semakin lama, udara mulai berubah. Sinarnya perlahan meredup dengan membawa aroma yang berbeda. Berbagai suara hewan aneh mulai terdengar berdengung di telinga Jagat. Bau-bau wewangian menyapa indera penciuman Jagat dan harimau putih. Bau yang begitu menggoda membuat gerak harimau menjadi risau. "Aroma kawin, ogh." Harimau putih mulai menggeliat menahan hasrat akibat aroma tersebut. Jagat terlihat masih fokus pada tujuannya, sepertinya pria
Sebuah pernyataan yang membuat Jagat mulai ragu, tawaran itu akhirnya memberi keyakinan pada Jagat untuk membuka mata. Perlahan kedua mata Jagat dan harimau putih membuka bersama dengan diiringi deru angin dingin. "Bagaimana dengan tawaranku?" "Ki Lawangbumi?" Suara Ki Cadek tercekat kala menyadari sosok yang berdiri melayang di depan mereka berdua. "Ki Lawangbumi, siapa lelaki ini, Ki?" bisik Jagat. "Dialah pemilik tanah Swara Bumi, kekuasaan tertinggi. Ayah Pangeran!"Jagat menatap takjub pada sosok pria di depannya. Meskipun wujudnya sudah menua dan beruban, tetapi auranya mampu menghancurkan dunia alam lain. "Hatur sembah sungkem ananda, Ayah!""Heem, apakah kamu sudah siap membawa wilayah selatan dalam kebajikan dan kakmuran, Jagat Kelana?""Atas bimbingan Ayah dan sesepuh, saya siap!"Suasana menjadi hening dan syahdu. Pertemuan antara ayah dengan anaknya tanpa diduga berada di dunia lain. Sesuatu yang tidak diharapkan terjadi atas kuasa Hyang Esa. "Bagus, untuk pertama ap
Jagat langsung terhentak, tubuhnya terpental cukup jauh dengan memuncratkan darah segar. Jahat tersungkur dengan muntah darah dan menekan dadanya. "Sepertinya luka dalam, Pangeran.""Iya kamu benar, Ki. Mungkin aku harus ikuti arahan pria tua itu."Dengan susah payah Jagat mulai berdiri lalu berjalan tertatih mengikuti instingnya. Meskipun berjalan seringkali terjungkal, dia terus melanjutkan langkahnya hingga setitik sinar mulai tampak. "Ki, benarkan apa yang tampak jauh di sana?""Sepertinya itu jalan keluar, Pangeran. Segerakan saja!"Sesaat Jagat berhenti melangkah, dia mengatur jalan napasnya dan mulai memfokuskan sumber daya yang masih tersisa. Setelah selesai dengan napas panjang Jagat mulai melangkah lagi. Kali ini dia terlihat mantap menuju ke arah sinar tersebut. Dengan bantuan kujang, Jagat merasa sedikit lebih ringan. Maka, dia pun segera berlari menuju ke arah sinar sebelum menghilang. Sinar menyisakan hanya setitik jarum, Jagat kembali berhenti. Sejenak ada ragu yan
Cukup lama Jagat memindai keseluruhan tubuh lawannya, "ini luar biasa, tidak mungkin hanya dalam waktu singkat ibu Ratu naik level.""Saya juga sependapat dengan Pangeran. Mustahil!" balas Ki Cadek dalam bicara telepati. "Jangan membicarakan orang di dalam hati. Ucapkan saja keraguanmu itu, Bocah Gendeng!" Jagat memilih diam, matanya terpejam sambil mulai merentangkan kedua lengannya ke samping. Bahu sang pendekar bergerak naik turun perlahan untuk mengatur sirkulasi udara dalam rongga dada. "Aku harus rubah strategi agar semua bisa terbuka!" jerit Jagat Pendekar muda itu lebih memilih diam dan kembali duduk dalam semedi. Kedua cakranya mulai dibuka secara perlahan. Tidak hanya itu, kini bibirnya pun juga bergerak aktif meskipun kedua mata masih terpejam. Sinar biru berbaur dengan perak menguar begitu saja dari seluruh tubuh Jagat. Dalam pandangan mata pendekar kuda terlihat jelas sosok wanita yang menyamar sebagai ibunya itu. Dalam tubuh lemah ada beberapa titik yang menyala ber
Jagat telah berada di dua baru nisan dengan nama Galasbumi dan Palastri. Dua nama yang sangat dia hormati baik secara kelinuwigan maupun ilmu kanuragan. Kerena jasa mereka lah hingga saat ini nyawanya masih ada. "Paman dan Bibi, maafkan Jagat yang telah melanggar janji. Semua mungkin harus terjadi dan sudah suratan takdir." Jagat membelai kedua nisan tersebut dengan bibir terus bergerak menyuarakan kegundahan hati. "Mungkin ini keputusan yang begitu mendesak hanya karena memikirkan nasib rakyat jelata lainnya. Mereka juga butuh naungan kerajaan yang kokoh dan makmur," keluh Jagat. "Aku harus segera membuka gerbang kerajaan ini dan mengumumkan nama yang telah tersirat melalui raja terdahulu."Sesaat setelah kalimat Jagat selesai angin seketika berhembus begitu kencang, daun kering dan ranting mulai berterbangan meluncur menuju ke arah Jagat. Namun, pendekar itu hanya duduk diam tanpa bergerak sedikitpun meski ranting tersebut menerpa tubuhnya. Tidak hanya angin yang berubah arah, m
Tepat bulan purnama seluruh rakyat wilayah selatan berkumpul di lapangan utama. Terlihat di atas panggung berdiri tegak Jagat Kelana bersama Zavia. "Wahai rakyat Bumi Seloka yang masih ada, aku berdiri di sini untuk memastikan kesetiaan kalian padaku. Siapkah jika kalian bergabung di kerajaanku?"Seluruh rakyat menjawab serentak siap. Maka saat itu juga kedua lengan Jagat terangkat dengan memegang kujang mata sembilan. "Malam ini di saksikan bulan purnama sempurna, Aku Jagat Kelana membuka dan meresmikan Kerajaan baru bernama SINGGALANG!"Begitu kalimat Jagat selesai, petir menyambar di langit gelap. Suasana yang awalnya terang benderang untuk sesaat gulita. Kemudian, angin bertiup kencang dan dingin. Malam terasa begitu mencekam. Setelah itu, muncul percikan api beraneka warna di langit gelap. Petir yang beraneka warna hasil karya Roro Wening dengan menebar cakra miliknya. Semua rakyat tengadah, lalu termangu melihat keseluruhan langit indah. Kemudian secara bersamaan mereka bers