Beranda / CEO / Jadul Tapi Mantul / Senjata Makan Tuan

Share

Senjata Makan Tuan

Penulis: Bintang Kejora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kadang aku sangat kesal dengan prinsip suamiku ini, jika berhubungan dengan harta atau uang yang hilang, dia merasa tenang saja. Pernah kami kehilangan sapi seharga tiga ratus juta, dia tidak menggunakan ilmunya. Bahkan pernah bangkrut sampai kembali' ke titik nol. Dia tetap tenang.

Kini, uang dan perhiasanku hilang, aku telah jadi korban hipnotis, akan tetapi Bang Parlin terlihat tetap tenang, tidak panik, tidak berusaha juga untuk mencari, padahal dia bisa dengan mudah membuat orang sakit perut.

"Bang!" aku membentak.

"Sabar, Dek, ini lagi Abang berusaha," jawab Bang Parlin sambil memegang HP -nya.

"Perhiasan itu ada yang kumiliki dari gadis, Bang, bukan soal harganya, Tapi ada anting yang dibeli almarhum ayah, ada cincin almarhum ibu," kataku kemudian.

"Iya, Dek, Abang tahu,"

"Ambil wudhu sana, zikirkan," aku makin kesal.

"Dek, Adek kan tahu, harus milik Abang yang hilang," kata Bang Parlin lagi.

Ada tamu datang, ternyata Sandy yang datang lengkap dengan peralatannya. Ternyata B
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (10)
goodnovel comment avatar
sekai
kalo senjata makan tuan mah kan kalo d pake rencana jahat tp malah berbalik kena jebakan sendiri. nahh, bang parlin napa malah simpulkan ilmu yg bang parlin punya malah mirip senjata makan tuan buat bang parlin? hayoloh, bang parlin ngapain tuhh? ilmunya d pake buat apa aja, tuhh? xixiii
goodnovel comment avatar
sekai
nahh, kalo bang ucok yg pake, kemungkinan bkl ada dikit melenceng nya. secara bang ucok mah msh meledak" emosi nya. gampang terkecoh sama permintaan tolong. palagi kalo yg minta tolong nya cewe cantik. dahh lahh, bang ucok mah mesti pake kaca mata kuda. biar sering liat permukaan bumi aja.. wkwkwk
goodnovel comment avatar
sekai
kalo soal semua hal yg d lakukan bkl kembali k diri sendiri, itu emang betul dan nyata. tp kalo soal senjata makan tuan, keknya g tepat dehh, bang. lagian segitu mah bang parlin pake g sembarangan jg. msh ada tujuan baiknya. c karen g lg depresi. c arini yg jujur, bikin c ustadz terselamatkan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jadul Tapi Mantul    Tentara Polisi Berebut Butet

    PoV ButetSersan Hasan sepertinya tidak menyerah, dia masih juga datang. Seperti hari itu dia bawa oleh-oleh nasi kotak. Aku memang sudah berpesan jika bawa makanan harus bisa dibagi pada teman satu kosku. Kali ini dia bawa nasi kotak empat porsi. Aku kurang suka nasi kotak, bukan karena lauknya tidak enak, akan tetapi nasinya yang sangat sedikit, hanya segenggaman orang dewasa, itu sangat kurang untukku. Akan tetapi tentu saja aku harus jaga image, gak mungkin kumakan dua porsi."Kalau kamu gak mau pacaran, kita berteman saja ya," kata Tentara itu saat kami makan."Boleh, boleh," jawabku. "Ada pepatah lama, tak kenal maka tak sayang, karena belum kenal aku makanya kamu menolak," kata Sersan itu lagi."Bukan, Bang, aku memang tidak pacaran, berteman boleh, tapi tidak pacaran, agama melarangnya," kataku lagi."Hebat, baru kali ini aku bertemu cewek dengan pendirian yang teguh seperti ini, aku jadi makin jauh cinta ini, hehehe." katanya lagi. Wulan yang duduk di sampingku justru yang

  • Jadul Tapi Mantul    Polisi Dan Hipnotis

    PoV NiaButet memang selalu bisa diandalkan, tidak sampai lima jam dia sudah berhasil memecahkan kasus tersebut. Tak tanggung-tanggung langsung ditahan polisi."Kita ke sana, Bang," tanyaku pada Bang Parlin."Tapi kita baru dari sana, Dek," jawab Bang Parlin."Tapi emasku, Bang,""Udahlah, Dek, lagian emasnya akan jadi barang bukti dulu, lama baru dipulangkan," kata Bang Parlin lagi."Bang, kenapa Abang seperti gak peduli jika barangku yang hilang, anak gadis lebih bisa diandalkan dari pada suami sendiri," aku mulai kesal."Bukan begitu, Dek kita kam baru dari kota, terus pelaku sudah ditahan, emasmu pasti' aman," kata Bang Parlin."Terserahlah, punya suami gak bisa diandalkan lagi," kataku sambil cemberut.Aku makin kesal pada Bang Parlin, saat pagi hari tiba, dia pergi ke kebun seperti biasa, tidak seperti orang yang baru kehilangan emas seharga ratusan juta. Aku di rumah bersama Cantik seperti biasa.Sekira jam setengah sebelas, Bang Parlindungan pulang, ini tak biasa, biasanya d

  • Jadul Tapi Mantul    Bukan Kacang

    Ternyata pelakunya anak angkat Bang Parlin, berarti aku sudah dihipnotis anak sendiri. Kami pulang dari kantor polisi, emasnya belum bisa dibawa karena dibutuhkan polisi sebagai barang bukti. "Siapa sih Bagira, Bang?" tanyaku saat kami sudah sampai di rumah."Dia dulu anak yang baik, seangkatan sama si Torkis, tapi seingatku aku tak pernah mengajarinya doa tiga baris," kata Bang Parlin.Bang Parlin lalu menelepon Torkis, aku suruh dia hidupkan speaker karena aku mau mendengar."Torkis, ingat Bagira gak?" tanya Bang Parlin."Oh,ingat, Pak, kami pernah berkelahi dulu, dia cemburu padaku," kata Torkis."Cemburu macam mana?""Aku yang mantan pencuri diajari bapak, dia yang katanya baik dan santri tak mau bapak ajari,""Oh, berarti itu masalahnya?""Masalah apa, Pak,""Dia datang ke rumah, dia hipnotis Bu Nia, mungkin dia sakit' hati atau mau pamer kehebatan," kata Bang Parlin."Kurang ajar, memang saat dia pergi, dia mengancam, suatu hari nanti aku akan lebih jago darimu, bahkan dari Pak

  • Jadul Tapi Mantul    Pagar Rara

    "Kan demi kebaikan," Sandy malah berdebat dengan Umar."Itu melanggar hukum, kamu bisa kena UU ITE, mencuri data kepolisian," kata Umar lagi."Sudah, sudah," kata Butet."Bagaimana, Tet, kita bergerak, gak?" tanya Sandy lagi."Ayo, tapi yang mau ditangkap kali ini bukan orang sembarangan, kalau dia misalnya jahat sekali, bisa saja dia hipnotis salah satu polisi' dan menyuruh menembak polisi lain," kata Butet."Udah, sini lihat alamatnya, biar kami saja," kata Torkis."Iya, biar yang tua-tua dulu beraksi," sambung Firman.Sandy kemudian memberikan alamat saudara Bagira tersebut. Para senior sepertinya mau beraksi, Bang Parlin, Torkis Dan Firman naik ke mobil Torkis, di dalam mobil sudah ada teman Torkis yang bertugas sebagai supir."Bang, aku ikut," kataku seraya memberikan Cantik pada Butet."Jangan, Dek, berbahaya," jawab Bang Parlin."Ikutlah, Bang, cuma aku yang pernah lihat wajahnya sekarang ya, kalian semua lihatnya dua puluh tahun lalu," kataku."Baiklah, ayo," kata Bang Parlin.

  • Jadul Tapi Mantul    Pagar Rara 2

    Tamira, sang tuan rumah mempersilahkan kamu masuk, Bang Parlin, Torkis dan Firman langsung duduk mengelilingi Bagira yang masih tidur."Bagira, bangun, ada tamu!" teriak Tamira.Bagira bangun, dia mengucek-ucek matanya."Wah, ini pasti mimpi," kata Bagira seraya berbaring kembali. Beberapa saat kemudian dia bangun lagi."Bang Parlin, Torkis, Firman!" serunya."Iya, ini kami,""Aku pasti bermimpi," katanya lagi seraya menampar pipinya sendiri."Ini nyata?" pria itu bicara sendiri, dia kemudian melihat Tamira kakaknya."Ada tamu, Bagira,""Bang Parlin," dia lalu salim ke Bang Parlin."Kamu kenal ini?" tanya Bang Parlin seraya menunjuk ke arahku."Oh, aduh," pria itu memegang kepalanya."Dari sekian banyak calon korban, kenapa harus aku?" tanyaku kemudian.Dia sepertinya bingung, mulutnya komat-kamit, dia melihat ke bawah."Gak usah main ilmu kau, Bagira, sama-sama pemainnya kita di sini," kata Torkis seraya menepuk paha Bagira."Kenapa harus aku?" tanyaku lagi."Maafkan aku, Bu," kata B

  • Jadul Tapi Mantul    Firman Dan Bebek

    Kami sampai di rumah saat hari sudah menjelang Magrib, seluruh tamu masih ada, Umar, Hasan dan Sandy masih di rumah. Begitu kami sampai Sandy yang duluan bertanya."Bagaimana, Bu?"Aku melihat Umar, dia polisi, yang menjemput Bagira adalah polisi temannya juga, apa dia tidak tahu?"Udah dijemput polisi, apakah Umar tak tahu?" tanyaku kemudian."Aku lagi bebas tugas, Bu," jawab Umar."Oh, pantasan bisa di sini seharian,""Hehehehe,"Magrib tiba, kami lalu salat Magrib berjamaah. Torkis yang bertindak sebagai imam. Setelah selesai salat, mau makan malam lagi. Ikan yang dibawa Firman sudah habis. Untuk masak sudah tak ada waktu."Kitabmakan di luar, yuk," ajak Torkis."Ayooo," Butet yang duluan menjawab.Ini salah satu masalah di dasa, tak ada rumah makan, rumah makan terdekat ada di ibukota kecamatan, itu milik Ibunya Sandy. Akan tetapi kata Sandy mereka tidak buka hari ini."Kita makan di mana?" tanya Bang Parlin yang jadi supir dadakan. Kami di mobil Torkis, sedangkan Umar, Hasan dan

  • Jadul Tapi Mantul    Drama Bebek

    PoV Butet Saat mamak dan ayah pergi, aku tinggal di rumah bersama Tante Rindu dan tiga anaknya. Juga bersama banyak pria. Ada polisi, tentara dan Bang Sandy. Tiga pria itu terus berdebat di rumah. Masih seputar kasus yang menimpa mamak. Bang Umar tetap bersikeras Tentara tidak boleh ikut campur. "Yang nangkap siapa? Yang bikin kabur siapa, kami yang nangkap, karena kami sadar itu tugas polisi, kami serahkan ke polisi, tapi kalian anggap enteng, jadi kabur lagi," jawab Sersan Hasan. "Kamu pun sembarangan retes sistem komputer polisi, kuadukan bisa kena kau," kata Bang Umar sambil menunjuk Bang Sandy. "Gak takut kalian kah?" kata Bang Sandy. "Takut apa?" "Aku bisa meretes sistem komputer polisi, aku punya data semua uang masuk dan keluar polisi, aku punya data kasus yang melibatkan polisi, gak takut kah? Komandanmu saja gak berani macam-macam samaku, karena aku tahu bobroknya," kata Bang Sandy. "Bahaya juga kamu?" "Makanya, jangan main ancam, atau kusebarkan perusahaan mana saj

  • Jadul Tapi Mantul    Mencari Sandy

    Bang Sandy benar-benar menghilang, sampai jam sepuluh pagi tidak ada kabarnya. Ibunya justru terus di rumah, katanya dia tidak tahu harus mengadu ke mana.Bang Sandy orangnya sulit bergaul, dia nyaris tak punya teman. Dunianya adalah media sosial, jika media sosialnya tidak aktif. Ini sesuatu yang serius.Aku menemani ibunya Sandy mengadu ke kantor polisi. Akan tetapi pengaduan kami justru ditolak karena katanya belum dua puluh empat jam hilang. Aku sempat berdebat dengan polisi tersebut. Akan tetapi polisi itu tetap pada pendiriannya. Yang katanya sesuai prosedur. Seseorang itu belum dianggap hilang sebelum dua puluh empat jam. Kecuali ada yang melihat dia diculik atau hanyut.Karena Bang Sandy hilang saat kami pergi aku jadi merasa bertanggungjawab. Ayah dan mamak pun tampak khawatir sekali."Tet, apa ada tanda-tanda Sandy galau atau bertengkar?" tanya Ayah."Gak ada, Yah, dia itu gak punya teman, dulu sempat dia koar di kota, tapi balek lagi ke tempat ibunya," kataku."Ingat-ingat

Bab terbaru

  • Jadul Tapi Mantul    The End

    PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Menempuh Hidup Baru, Butet

    Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal

  • Jadul Tapi Mantul    Sedihnya Melepas Butet

    Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem

  • Jadul Tapi Mantul    Gadis Mahal

    Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be

  • Jadul Tapi Mantul    Amerika?

    Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka

  • Jadul Tapi Mantul    Butet Bingung

    Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.

  • Jadul Tapi Mantul    Di Antara Dua Cinta

    PoV ButetSidang meja hijau berjalan lancar, cerita orang tentang seramnya sidang itu tak berlaku padaku. Bahkan dosen memujiku. Semua berjalan mulus, aku akan jadi wisudawan termuda di perguruan tinggi tersebut. Setelah selesai sidang, kegiatanku kini lebih lapang, aku bisa pulang ke desa setiap Minggu. Tinggal menunggu jadwal wisuda, tidak lama lagi aku akan jadi seorang sarjana hukum, seperti cita-citaku selama ini.Hari itu aku terkejut dengan kedatangan Pak Johan, dia datang bersama Ibunya ke tempat kos-ku. Ini tidak biasa, biarpun kami sudah berjanji akan menikah nanti, kami tidak pacaran, tidak bertemu rutin selayaknya pasangan kekasih."Ada apa ya, Pak?" tanyaku seraya mempersilahkan duduk.Ibunya Johan sudah jauh berubah penampilannya, dulu beliau selalu memakai pakaian ketat, kini beliau memakai pakaian Muslim, jilbabnya juga panjang."Butet, kamu datang mau menanyakan sesuatu," kata Ibunya Johan."Iya, Bu,""Jadi begini, kamu sebentar lagi kan akan diwisuda, jadi kamu akan

  • Jadul Tapi Mantul    Makin Tua Makin Tampan

    Keesokan harinya Pak Dullah datang lagi, kali ini dia minta Bang Parlin yang jadi saksi pernikahan anaknya dan Agus. Mereka gerak cepat, katanya akad nikah akan dilaksanakan jam sepuluh pagi. Nikah duluan dan suratnya diurus belakangan. Karena kebetulan Butet masih di rumah, aku ikut Bang Parlin ke rumah Pak Dullah. Agus sudah datang, anak Pak Dullah juga sudah didandani ala kadarnya. Petugas pencatat nikah yang juga guru di pesantren kami yang menikahkan. Acara berjalan lancar, diakhiri doa bersama yang dipinpin Bang Parlin. Lalu makan bersama.Agus lalu salim ke semua orang, saat salim ke Bang Parlin dia menangis. "Terimakasih kasih, Pak, aku ada permintaan satu lagi," kata Agus."Apa lagi, Gus?""Aku ingin pekerjaan tetap, Pak, aku sudah punya istri sekarang," katanya.Selama ini dia kami pekerjakan memang tidak tetap, hanya jika panen saja. "Baiklah, ngurusi sapi bisa?" tanya Bang Parlin."Bisa, Pak, bisa," jawabnya kemudian.Padahal mertuanya juga punya kebun sawit, biarpun ti

  • Jadul Tapi Mantul    Romeo dan Juliet

    Aku dan Bang Parlin langsung saja ke rumah Pak Dollah. Ketika kami tiba sudah ramai orang di situ. Kami segera masuk, di dalam rumah ada putrinya Pak Dollah dipegangi oleh dua orang. "Dia mau gantung diri, untung cepat' ketahuan," kata seorang ibu-ibu sambil menunjuk tali yang sudah terikat di kamar gadis tersebut."Mungkin sudah saatnya gunakan ilmu, Bang, luluhkan dia," kataku pada Bang Parlin. Yang sebenarnya adalah aku lelah, ingin istirahat selalu saja ada masalah. Mungkin jika Bang Parlin menggunakan ilmunya meluluhkan gadis itu, masalah akan selesai.Gadis itu terus meronta-ronta, dia dipegangi dua orang perempuan. Ayahnya tampak sudah gelisah. "Aku harus bagaimana lagi, Pak Kades?" kata Pak Dollah. "Bagaimana lagi mau kubilang, sudah ada penyelesaian mudah, nikahkan mereka, tapi bapak tidak mau, sekarang mau bagaimana lagi, satu di penjara, satu bunuh diri, begitu lah kisah cinta mereka," kata Bang Parlin."Aku lakukan ini demi anakku juga""Mirip Romeo dan Juliet, Agus j

DMCA.com Protection Status