PoV Butet Saat mamak dan ayah pergi, aku tinggal di rumah bersama Tante Rindu dan tiga anaknya. Juga bersama banyak pria. Ada polisi, tentara dan Bang Sandy. Tiga pria itu terus berdebat di rumah. Masih seputar kasus yang menimpa mamak. Bang Umar tetap bersikeras Tentara tidak boleh ikut campur. "Yang nangkap siapa? Yang bikin kabur siapa, kami yang nangkap, karena kami sadar itu tugas polisi, kami serahkan ke polisi, tapi kalian anggap enteng, jadi kabur lagi," jawab Sersan Hasan. "Kamu pun sembarangan retes sistem komputer polisi, kuadukan bisa kena kau," kata Bang Umar sambil menunjuk Bang Sandy. "Gak takut kalian kah?" kata Bang Sandy. "Takut apa?" "Aku bisa meretes sistem komputer polisi, aku punya data semua uang masuk dan keluar polisi, aku punya data kasus yang melibatkan polisi, gak takut kah? Komandanmu saja gak berani macam-macam samaku, karena aku tahu bobroknya," kata Bang Sandy. "Bahaya juga kamu?" "Makanya, jangan main ancam, atau kusebarkan perusahaan mana saj
Bang Sandy benar-benar menghilang, sampai jam sepuluh pagi tidak ada kabarnya. Ibunya justru terus di rumah, katanya dia tidak tahu harus mengadu ke mana.Bang Sandy orangnya sulit bergaul, dia nyaris tak punya teman. Dunianya adalah media sosial, jika media sosialnya tidak aktif. Ini sesuatu yang serius.Aku menemani ibunya Sandy mengadu ke kantor polisi. Akan tetapi pengaduan kami justru ditolak karena katanya belum dua puluh empat jam hilang. Aku sempat berdebat dengan polisi tersebut. Akan tetapi polisi itu tetap pada pendiriannya. Yang katanya sesuai prosedur. Seseorang itu belum dianggap hilang sebelum dua puluh empat jam. Kecuali ada yang melihat dia diculik atau hanyut.Karena Bang Sandy hilang saat kami pergi aku jadi merasa bertanggungjawab. Ayah dan mamak pun tampak khawatir sekali."Tet, apa ada tanda-tanda Sandy galau atau bertengkar?" tanya Ayah."Gak ada, Yah, dia itu gak punya teman, dulu sempat dia koar di kota, tapi balek lagi ke tempat ibunya," kataku."Ingat-ingat
Aku sangat bersyukur sekali, Sandy ternyata hanya sembunyi. Mungkin dia sudah menduga akan ditangkap, sembunyi dari dunia maya dan dunia nyata memang pilihan bagus untuk sementara. "Udah, Yah, kita pulang," kataku pada ayah."Ok, Tet, siap," ayah malah bergaya bagaikan supir pribadi saja "Kita ke rumah Sandy dulu Yah, kasih tau ibunya,""Iya, Nang,"Aku coba lagi elepon nomor yang tadi, akan tetapi sama sekali tidak aktif."Telepon siapa, Tet?" tanya Ayah."Bang Sandy, Yah, mau nanya dia di mana?""Kamu tahu, Tet, cinta kandang bisa membuat orang bertindak bodoh," kata Ayah."Ish, Ayah, kok ngomongin cinta segala?""Rasa itu bisa membuat tindakan kita berbahaya dan bertindak di luar nalar," kata ayah lagi."Ayah kok tiba-tiba berubah jadi pakar cinta, ini lagi menghubungi Bang Shandy lo, Yah," "Itulah, Butet, tadi kan dia sudah bilang bersembunyi dari dunia nyata dan maya, kamu tanya lagi ada di mana, kan gak logika, bagaimana bisa Butet yang selama ini bertindak logis menanyakan
Ayah bercerita, bukit merah memang sudah disulap seperti tempat wisata, ada pondok kayu penginapan di atas bukit. Akan tetapi tidak jalan. Wisatawan tak ada yang mau datang, hanya sesekali anak sekolah camping di tempat tersebut. Pernah juga ada yang menawar bukit itu jadi pemakaman berbayar. Tanahnya dijual seluas makam. Akan tetapi tidak laku, siapa pula yang mau dikubur di tempat tersebut. Bukit itu kata ayah Bukit bersejarah, Sawit tak tumbuh di tempat itu. Tanahnya berbatu-batu besar, sekarang sudah mulai hijau, ayah menanaminya dengan berbagai pohon yang biasa tumbuh di hutan.Entah bagaimana Sandy bisa memilih tempat tersebut sebagai tempat persembunyian. Dia memang pernah buat konten di bukit itu. Sampai di rumah aku langsung laporan ke mamak."Mak, Bang Syandy tidak apa-apa, dia sembunyi di...""Tet, jangan bilang tempat persembunyiannya, bahaya," ayah memotong."Kok bahaya pula Bang, emang aku penjahat?" Mamak sepertinya merasa tersinggung."Bukan gitu, Dek, dari dulu sud
Pagi itu kami berangkat menuju ibukota kabupaten, selain aku harus kuliah, ada misi khusus, yaitu bertemu dengan Kapolres. Ketika sampai di kos, hari sudah menjelang siang. "Siapa itu, Tet, eksotis sekali?" tanya Wulan saat melihat ayah."Itu ayahku," jawabku kemudian."Wah, pantasan kamu cantik, ternyata ayahnya tampan," kata Wulan lagi. Padahal ayah sudah dua kali datang ke tempat kosku, apakah Wulan memang tidak kenal atau mau bercanda.Saat jam makan siang, Sersan Hasan sudah datang, dia bawa nasi bungkus. "Oh, ada bapak," kata Sersan tersebut seraya salim."Ada acara apa ini?" tanya Sersan lagi."Ini, Bang, kami mau bertemu Kapolres," kataku."Untuk apa?""Itu, temanku jadi buronan,""Oh, si Sandy itu ya?'"Iya, Abang kok tahu,"Ternyata Sersan Hasan juga punya cerita versi tersendiri. Saat kami di pasar malam, mereka singgah ke warung kopi. Sementara Sandy asyik ambil video seputar kegiatan kami. Sersan Hasan dan Umar serta polisi teman Bang Umar itu sempat berdebat.Teman Ban
Ayah sudah berada di sampingku, Kapolres itu sepertinya sudah mulai khawatir. Dia kemudian berbisik-bisik dengan polisi yang lain yang sepertinya ajudannya."Ayo kita makan siang, kita bicarakan sambil makan," kata Kapolres itu kemudian.Mendengar kata makan, aku langsung setuju saja. Aku dan Ayah naik ke mobil sendiri, mengikuti mobil dinas Kapolres tersebut. Ternyata kami makan di restoran mewah. "Kita bicarakan harga," kata Kapolres tersebut di sela-sela makan."Oh, harga makanan di sini sepertinya mahal, Pak, kita bertiga bisa lima ratus ribu, luar biasa," kataku kemudian."Bu, tolong serius, karena apa bia tunjukkan kertas' itu pada saya, kenapa bukan langsung adukan atau viralkan, ayolah, semua itu pasti karena harga," katanya lagi."Maaf, Pak, apa bapak berpikir semua bisa dihargai dengan uang?" tanya ayah."Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang, hahaha, udah, bilang saja harganya," katanya lagi."Teman saya jadi buronan karena data ini, jadi saya minta dia
Aku langsung masuk ke hotel tersebut, permisi ke meja resepsionis. Aku sudah tahu nomor kamar ayah. Diantar salah satu karyawan hotel, aku naik ke atas, kamar ayah ada di lantai dua."Tadi kami sudah memberitahu pada bapak mobilnya dicuri orang rodanya," kata karyawan tersebut."Apa Kata ayah?" "Dia hanya melihat sebentar, lalu masuk kamar, setelah itu gak pernah keluar lagu. Manajer hotel sudah mengadu kepada polisi, rekaman cctv sudah dibawa sebagai barang bukti, Tapi mungkin bapak itu shok, beliau mengurung diri di kamar," kata karyawan itu lagi.Kami tiba di depan kamar ayah, aku coba ketuk sekaligus memencet tombol panggilan di hp. "Ayah, ini aku Butet," panggilku kemudian.Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Karyawan hotel itu pun pergi, aku masuk kamar hotel."Mobil kita hilang rodanya, Yah?" kataku kemudian."Iya, pagi ini baru ketahuan," "Kok ayah tenang saja?""Biar saja, nanti juga dikembalikan," kata ayah."Oh, iya, Yah," aku langsung paham, ternyata ayah berzikir, ka
"Mungkin mereka mau olah TKP," kata Manajer tersebut sambil berjalan.Saat sampai di parkiran, ada empat orang pria berpakaian polisi. Ada yang aneh, dua orang polisi itu menurunkan ban dari mobil patroli polisi tersebut. Itu ban mobil kami."Mana Bapak yang punya mobil," tanya seorang polisi tersebut.Ayah lalu tunjuk tangan seraya bilang "saya" "Banya sudah ditemukan, tapi pelaku berhasil lolos, jad ini bannya, Pak," kata polisi itu seraya menunjuk dua ban. Kemudian polisi itu menyuruh dua anggotanya memasangkan kembali ban tersebut."Maaf, Pak, kerja polisi kok aneh sekarang?" tanya Manajer tersebut."Bukan aneh, Pak, tapi kami melakukan pendekatan berbeda, ban mobil sudah ketemu, kasusnya ditutup," jawabku polisi itu.*Begini, Pak, tadinya saya mengadu ke kantor, janjinya anggota polisi akan datang olah TKP, ini kok kembalikan ban?" tanya Manajer itu seraya menggaruk kepala."Kami menyederhanakan kasus, Pak, jika ban sudah ketemu dan dipasang, yah, kasus selesai, kami banyak kas