Ayah bercerita, bukit merah memang sudah disulap seperti tempat wisata, ada pondok kayu penginapan di atas bukit. Akan tetapi tidak jalan. Wisatawan tak ada yang mau datang, hanya sesekali anak sekolah camping di tempat tersebut. Pernah juga ada yang menawar bukit itu jadi pemakaman berbayar. Tanahnya dijual seluas makam. Akan tetapi tidak laku, siapa pula yang mau dikubur di tempat tersebut. Bukit itu kata ayah Bukit bersejarah, Sawit tak tumbuh di tempat itu. Tanahnya berbatu-batu besar, sekarang sudah mulai hijau, ayah menanaminya dengan berbagai pohon yang biasa tumbuh di hutan.Entah bagaimana Sandy bisa memilih tempat tersebut sebagai tempat persembunyian. Dia memang pernah buat konten di bukit itu. Sampai di rumah aku langsung laporan ke mamak."Mak, Bang Syandy tidak apa-apa, dia sembunyi di...""Tet, jangan bilang tempat persembunyiannya, bahaya," ayah memotong."Kok bahaya pula Bang, emang aku penjahat?" Mamak sepertinya merasa tersinggung."Bukan gitu, Dek, dari dulu sud
Pagi itu kami berangkat menuju ibukota kabupaten, selain aku harus kuliah, ada misi khusus, yaitu bertemu dengan Kapolres. Ketika sampai di kos, hari sudah menjelang siang. "Siapa itu, Tet, eksotis sekali?" tanya Wulan saat melihat ayah."Itu ayahku," jawabku kemudian."Wah, pantasan kamu cantik, ternyata ayahnya tampan," kata Wulan lagi. Padahal ayah sudah dua kali datang ke tempat kosku, apakah Wulan memang tidak kenal atau mau bercanda.Saat jam makan siang, Sersan Hasan sudah datang, dia bawa nasi bungkus. "Oh, ada bapak," kata Sersan tersebut seraya salim."Ada acara apa ini?" tanya Sersan lagi."Ini, Bang, kami mau bertemu Kapolres," kataku."Untuk apa?""Itu, temanku jadi buronan,""Oh, si Sandy itu ya?'"Iya, Abang kok tahu,"Ternyata Sersan Hasan juga punya cerita versi tersendiri. Saat kami di pasar malam, mereka singgah ke warung kopi. Sementara Sandy asyik ambil video seputar kegiatan kami. Sersan Hasan dan Umar serta polisi teman Bang Umar itu sempat berdebat.Teman Ban
Ayah sudah berada di sampingku, Kapolres itu sepertinya sudah mulai khawatir. Dia kemudian berbisik-bisik dengan polisi yang lain yang sepertinya ajudannya."Ayo kita makan siang, kita bicarakan sambil makan," kata Kapolres itu kemudian.Mendengar kata makan, aku langsung setuju saja. Aku dan Ayah naik ke mobil sendiri, mengikuti mobil dinas Kapolres tersebut. Ternyata kami makan di restoran mewah. "Kita bicarakan harga," kata Kapolres tersebut di sela-sela makan."Oh, harga makanan di sini sepertinya mahal, Pak, kita bertiga bisa lima ratus ribu, luar biasa," kataku kemudian."Bu, tolong serius, karena apa bia tunjukkan kertas' itu pada saya, kenapa bukan langsung adukan atau viralkan, ayolah, semua itu pasti karena harga," katanya lagi."Maaf, Pak, apa bapak berpikir semua bisa dihargai dengan uang?" tanya ayah."Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang, hahaha, udah, bilang saja harganya," katanya lagi."Teman saya jadi buronan karena data ini, jadi saya minta dia
Aku langsung masuk ke hotel tersebut, permisi ke meja resepsionis. Aku sudah tahu nomor kamar ayah. Diantar salah satu karyawan hotel, aku naik ke atas, kamar ayah ada di lantai dua."Tadi kami sudah memberitahu pada bapak mobilnya dicuri orang rodanya," kata karyawan tersebut."Apa Kata ayah?" "Dia hanya melihat sebentar, lalu masuk kamar, setelah itu gak pernah keluar lagu. Manajer hotel sudah mengadu kepada polisi, rekaman cctv sudah dibawa sebagai barang bukti, Tapi mungkin bapak itu shok, beliau mengurung diri di kamar," kata karyawan itu lagi.Kami tiba di depan kamar ayah, aku coba ketuk sekaligus memencet tombol panggilan di hp. "Ayah, ini aku Butet," panggilku kemudian.Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Karyawan hotel itu pun pergi, aku masuk kamar hotel."Mobil kita hilang rodanya, Yah?" kataku kemudian."Iya, pagi ini baru ketahuan," "Kok ayah tenang saja?""Biar saja, nanti juga dikembalikan," kata ayah."Oh, iya, Yah," aku langsung paham, ternyata ayah berzikir, ka
"Mungkin mereka mau olah TKP," kata Manajer tersebut sambil berjalan.Saat sampai di parkiran, ada empat orang pria berpakaian polisi. Ada yang aneh, dua orang polisi itu menurunkan ban dari mobil patroli polisi tersebut. Itu ban mobil kami."Mana Bapak yang punya mobil," tanya seorang polisi tersebut.Ayah lalu tunjuk tangan seraya bilang "saya" "Banya sudah ditemukan, tapi pelaku berhasil lolos, jad ini bannya, Pak," kata polisi itu seraya menunjuk dua ban. Kemudian polisi itu menyuruh dua anggotanya memasangkan kembali ban tersebut."Maaf, Pak, kerja polisi kok aneh sekarang?" tanya Manajer tersebut."Bukan aneh, Pak, tapi kami melakukan pendekatan berbeda, ban mobil sudah ketemu, kasusnya ditutup," jawabku polisi itu.*Begini, Pak, tadinya saya mengadu ke kantor, janjinya anggota polisi akan datang olah TKP, ini kok kembalikan ban?" tanya Manajer itu seraya menggaruk kepala."Kami menyederhanakan kasus, Pak, jika ban sudah ketemu dan dipasang, yah, kasus selesai, kami banyak kas
Sampai di parkiran, ada beberapa ibu-ibu dan anak-anak. Johan menyalami tamu tersebut."Bapak pemilik mobil yang rodanya hilang?" tanya seorang ibu pada Johan."Bukan, tapi saya yang bertanggungjawab," jawabnya."Kami hanya mau bertemu pemiliknya," kata ibu ibu lagi."Pemiliknya lagi istirahat, lagi pula saya yang bertanggungjawab, yang mengadu ke polisi juga saya, jika ada keperluan apa-apa bicara' sama saya," kata Johan."Yang punya ilmu Mulak Muli juga bapak?' tanya Ibu itu."Oh, ilmu jurusan apa itu, baru dengar? Saya S-2," jawab Johan."Oh, berarti bukan bapak yang kami cari, tolong pertemukan kami dengan yang punya mobil," kata ibu itu lagi."Itu mobil ayahku, Bu," kataku akhirnya."Oh, tolong, Nak, ayahmu di mana?" tanya ibu tersebut."Lagi tidur, sebentar kutelepon," kataku kemudian."Seharusnya berurusan dengan Saya ibu-ibu, karena ini tanggung jawab saya, kejadiannya di hotel saya, dan Saya juga yang mengadukan ke polisi," kata Johan.Ayah' akhirnya datang juga setelah ku
Johan benar-benar melayani dengan baik, para tamu diberikan minuman ringan. Seorang pria lalu berdiri. "Saya mewakili tiga teman saya memikirkan terima kasih yang tak terhingga pada bapak," katanya memulai pembicaraan. "Baiklah, tidak perlu banyak basa-basi, siapa yang suruh kalian?" kata ayah. "Itu teman kami yang tidak datang itu, sebenarnya dia yang memberikan pekerjaan untuk kami," "Pekerjaan apa?" "Itulah, Pak, mencuri ban mobil, kami berani karena teman kami ini dekat dengan polisi, Dia semacam mata-mata polisi, kami seringkali mendapatkan kerjaan darinya, katanya job ini dari temannya, kami dibayar satu juta per orang," "Iya, Pak, kami hanya bekerja, kami bukan penjahat, ini hanyalah pekerjaan, setahuku bapak telat bayar utang, makanya diteror," kata seorang pria yang lain. "Mana teman kalian itu?" tanyaku kemudian. "Tadi dia mau ikut, tapi katanya dia dipanggil bos," "Berarti teman kalian itu kuncinya," Ayah mendekatiku, lalu berbisik. "Bagaimana, Tet?" "Sepertiny
"Ada apa?" tanya ayah begitu aku selesai bertelepon. Sementara Johan masih saja menyimak."Maaf, Pak," kataku seraya melihat Johan. Tak enak juga membahas ini di dekat pria kepo ini."Maaf ya, sudah banyak kejadian di hotel ini, yang grebek kamar, yang tewas dalam kamar pun sudah, perkelahian sudah sering, tapi biasanya saya selalu masa bodo, tapi ini benar-benar membuat saya penasaran," kata Johan saat aku melihatnya. "Bagaimana, Yah?" tanyaku ke ayah yang dibalas dengan anggukan kepala. Itu tandanya aku boleh cerita."Saya akan menceritakan kejadian yang sebenarnya, Pak A San," kataku kemudian."Baik, terima kasih, mari kita cari tempat santai, sepertinya ini cerita panjang, oh ya, panggilan saja saya koko, begitu orang biasa panggil saya,""Terima kasih koko," Kami lalu di bawa Johan masuk ke kantornya. Terus dihidangkan minuman botolan dan camilan."Begini, Koko, sebenarnya kami terlibat masalah besar, saya akan cerita supaya Koko tidak banyak kepo lagi, ada teman menyadap sist