Setelah menghubungi Pak Dosen, akhirnya aku menerima kasus tersebut. Sepertinya ini akan menjadi kasus yang panjang. Karena menuntut cerai pada suami yang tidak mau menceraikan. Juga menuntut pembagian harta gono gini.Aku dapat cerita, ibu ini bernama Mala, dia sudah menikah 10 tahun, akan tetapi tidak juga punya momongan. Dan mertuanya menyerankan supaya anaknya menikah lagi biar bisa punya keturunan. Sudah 1 tahun belakangan ibunya menyuruh anaknya untuk menikah lagi, bahkan calonnya pun dicari. Karena terus didesak dan kasihan melihat ibunya, suami Bu Mala itu bersedia. Akan tetapi Mala tidak mau dimadu. Dan suaminya tidak mau menceraikan. "Rumit juga masalah yang kau tangani ya, Butet?" tanya Ayah."Iya Yah begitulah, macam-macam masalah orang,""Padahal masalah yang begini tidak perlu sampai ke pengadilan segala,""Bagaimana tidak sampai pengadilan, si suami mau poligami," kataku kemudian."Masalahnya anak, tidak punya anak, itu pangkal masalahnya, seharusnya itu yang diseles
Aku gagal dapat pekerjaan hari itu, kembali ke rumah aku tak bawa duit, akhirnya aku putuskan pergi ke rumah kontrakanku. Siapa tahu mereka sudah mau membayar uang kost. Memang rata-rata yang kos di situ adalah dari luar daerah, kadang kiriman orang tuanya terlambat datang. Terpaksa terlambat bayar uang kost.Bukan uang kos yang kudapat saat sampai di tempat tersebut, akan tetapi laporan."Bang Ucok, WC-nya gak bisa jalan," ucap seorang anak kost."Iya, tidak bisa buang air, aku sampai numpang buang air ke SPBU," kata yang lain."Mesti disedot dulu itu, Cok," "Iya," jawabku lesu."Jangan lama-lama, Cok, sakit kali yang gak bisa berak ini," kata seorang pemuda asal Medan."Iya, besok," jawabku."Jadi, nanti kalau mau buang air kami tengah malam bagaimana?" kata yang satu lagi."Ya udah, sini uang kost sekalian," kataku kemudian."Belum ada, tanggal tujuh baru ada," jawab yang satu."Aku tinggal sepuluh, Cok," jawab yang lain.Sungguh aku tidak punya uang lagi, di kartu ATM-ku pun
Mahar yang diberikan pada istri adalah mutlak milik istri, jika kita memakainya itu harus izin istri, jika meminjam harus dikembalikan. Memang dulu ada 50 gram emas, ternyata sampai sekarang masih disimpan oleh istriku. Sebagaimana susahnya pun keadaan, Aku tidak akan pernah minta. Akan tetapi kali ini justru istri yang menawarkan. "WC itu darurat, Bang, termasuk kebutuhan penting," kata istri setelah dia keluar dari kamar."Iya, Dek," "Ayo, Bang," kata istri lagi dia sudah bersiap seadanya.Aku pun menghidupkan motor Supra jadulku. Istri naik ke boncengan dan kami pun meluncur ke pasar terdekat. "Berapa kau bawa, Dek?" tanyaku saat kami dalam perjalanan."Satu cincin, Bang, ini 5 gram ini," "Cukuplah itu," "Sebenarnya aku ingin menjualnya semua dan buka usaha, Bang?""Usaha apa, Dek" "yang jual sarapan lontong Medan, laku gak kira-kira di Jakarta ini, itu yang paling susah aku cari di kota ini," kata istri."Memangnya pende kau masaknya, Dek?""Pande lah, Bang, bouku kan jua
Apa yang aneh melihat istriku, biasanya perempuan akan panik jika ada kejadian seperti ini. Akan tetapi Tania terlihat tetap tenang, mulutnya yang justru komat-kamit. Kulihat istri, kugenggam tangannya, aku sungguh khawatir dia apa-apa.Kemudian aku berdiri, belum ada orang yang berani mendekat, toko yang sebelah kiri dan kanan justru menutup tokonya. Sementara dua orang masih terkapar, uang dan emas berserakan di lantai. Karyawan toko emas itu justru ikut-ikutan pingsan, mungkin dia shok ditodong pistol.Beberapa saat kemudian orang-orang mulai ramai untuk melihat, akan tetapi tidak ada yang berani mendekat. Pemilik toko emas pun datang, yang pertama diselamatkan adalah emasnya yang berserakan di lantai. Juga uangnya, setelah itu baru dia menyadarkan karyawannya. "Kalian tidak apa-apa," katanya kemudian."Kami baik-baik saja Pak," jawabku.Pria berambut putih tersebut lalu sibuk dengan HP -nya, sepertinya menelepon polisi. Masyarakat pun mulai ramai, masing-masing dengan kamera HP-
"Sabar dulu, Bu, bukan begitu maksud kami, bapak-bapak ini dari asosiasi pedagang emas Jakarta," kata pria berambut putih tersebut seraya menunjukkan Pria yang datang bersamanya."Iya, Bu, kami datang ke mari setelah melihat video rekaman dan mendengar penjelasan dari polisi, kami mau berterima kasih, para perampok itu sudah seringkali beraksi, baru kali ini tertangkap. Empat temannya juga sudah ditangkap polisi," kata salah satu pria tersebut."Benar, Bu, jadi kamu dari asosiasi pedagang emas sepakat, emas mahar ibu itu tidak bisa kami terima," katanya lagi."Lo, jadi kami tidak bisa jual emas?""Iya, Bu, sebagai gantinya, kami dari asosiasi pedagang Emas akan memberikan hadiah kepada bapak dan ibu, hadiahnya adalah setara harga emas yang hendak ibu jual, kami sangat berterima kasih sekali, kami terharu juga niat ibu menjual Emas tersebut, membantu suami mencari nafkah," katanya lagi.Aku dan Tania berpandangan, lalu untuk beberapa saat lamanya kami masih terdiam, aku seakan tak perc
"Maaf, Pak, Bu, hari ini tidak ada," kataku kemudian.Wajah-wajah kecewa terpampang dari beberapa orang tersebut. Entah kenapa rasanya ini, satu sisi mereka ini kebiasaan, akan tetapi di sisi lain kasihan juga melihatnya.Sampai di rumah aku dan istri pun mendiskusikan tentang sedekah. Akhirnya disepakati setiap hari Jumat kami akan memberikan nasi gratis sebanyak 50 kotak. Akan dibagikan ke tempat kosku dan beberapa anak jalanan. Begitulah, usaha kami makin lama makin maju, karyawan ditambah sekarang kami sudah punya 4 orang karyawan perempuan. Istriku ini hanya duduk di meja kasir dan jika memasak membantu sedikit-sedikit.Lontong Medan ternyata banyak juga disukai dari luar, bukan hanya perantau dari Sumatera Utara yang datang ke tempat kami. Akan tetapi dari daerah luar juga. Tania justru mengusulkan tambah daftar menu, masih seputar Medan, yaitu soto medan. Akan tetapi aku khawatir cita rasa masakan soto medan tidak pas, karena menurut istriku dia juga belum pandai. Hari itu ak
Sempat juga jadi tontonan orang lain yang sedang sarapan di warung kami, istriku dengan tegas menyuruh Karen segera pergi. Karen masih menatapku sebelum dia akhirnya pergi juga. Setelah Karen pergi, lalu Tania kembali ke meja kasir. Aku juga kembali ke dapur.Kali ini jualan kami lebih cepat habis, jam sembilan sudah kandas semua. Kami lebih cepat tutup dari biasanya. Jika biasanya kami tutup jam sepuluh kali ini jam sembilan. Jadi kami lebih banyak waktu, ada waktu istirahat sebentar sebelum pergi belanja lagi."Bang, apa yang membuat Abang selalu ragu?" kata Tania saatnitu kami istirahat di rumah."Ragu bagaimana, Dek?""Seperti tadi itu, kenapa Abang sepertinya susah sekali untuk bilang tidak, padahal jelas permintaannya salah, " kata istri lagi."Apa ya, Dek? Entah bagaimana menerangkannya, tapi bukankah Itu baik?" aku coba berkilah."Baik?""Iya, membantu orang itu kan baik?""Ya, Allah, Abang belum sadar juga, lihat yang dibantu dulu bagaimana, kuperhatikan, Abang gak bisa meno
Padahal, kukira aku sudah berhasil, pria itu memohon minta tolong supaya aku membantunya, sampai bilang ini rumah tangga sahabatmu. Akan tetapi aku bisa tegas mengatakan tidak. Teringat waktu aku kecil dulu. Rumah kami seperti tempat pengaduan masalah orang. Ayah bisa membantu masalah orang yang datang kepadanya. Solusinya selalu tepat. Mulai dari orang yang kekurangan modal sampai orang yang anaknya hilang sampai orang yang hendak bercerai. Ayah mau mengurus semuanya. Akan tetapi istri tetap menganggap aku tidak berhasil, karena yang datang ini adalah seorang laki-laki, bukan cewek cantik. Padahal menurutku sama saja karena yang mau dibantu adalah cewek cantik juga, yaitu istrinya yang mau katanya diluluhkan hatinya. Jujur saja ada sedikit dalam hatiku rasa puas, rasa senang melihat pria ini menderita. Karena dia sudah dua kali menghinaku, pertama saat aku datang ke rumahnya berniat minjam duit, terus yang kedua dia datang ke warungku. Dia coba menjebak warungku dengan dua rambut pe