Seharian bersama Ayah di kantor kepala desa, kami membahas banyak hal. Banyak memang Yang berubah pada ayahku ini, sekarang dia sudah mulai terbuka membicarakan laki-laki yang coba dekat denganku. Dulu itu adalah sesuatu yang tidak boleh, ada yang coba melamar pun Ayah akan marah."Ayah kalau sekiranya memilih, siapa yang Ayah pilih jadi menantu Ayah?""Emang siapa aja calonnya?""Sandi, Umar, ustad Rizal," "Waduh yang banyak kali lah itu,""Hahaha, kan aku bilang sekiranya, Yah," kataku."Jujur saja ya, Butet, tadinya mengharapkan ustadz Rizal,""Alasannya, Yah?""Ayah ingin ada yang meneruskan pesantren itu," kata ayah lagi."Tapi udah nikah dia, Yah,""Itulah, jodoh itu di tangan Tuhan," "Tapi Johan juga bisa jadi pengurus pesantren,""Mana mungkin,""Dia serius loh yah belajar agama, baru berapa tahun dia masuk agama Islam dia sudah hafal Quran 15 juz," kataku."Iya, tapi untuk jadi pengurus pesantren itu tidak hanya hafal Quran tapi mesti harus lulusan pesantren," "Ayah tahu
Ayah tampak pusing sekali, beberapa kali dia meremas rambutnya. Sementara Samsul, laki-laki itu masih pingsan di jok belakang."Ini belum seberapa Bang, sudah lihat nggak apa yang kuhadapi waktu jadi kepala desa, mulai dari pertengkaran sampai pembunuhan sampai demonstrasi sudah pernah kuhadapi," kata mamak kemudian."Iya, Dek, aku makin salut sama kamu, Dek," kata ayah."Aku baru kepala desa beberapa bulan saja sudah begini, baru ini kasus sudah sempat aku memukul orang," kata Ayah lagi."Sabar, Bang," "Aku baru mengaku kini, Kamu memang yang terbaik, Dek," kata ayah lagi.Kulihat Mamak tersenyum. Ini sesuatu yang jarang terjadi, ayah orangnya yang pelit pujian, apalagi memuji mamak, Baru kali ini kudengar Ayah memuji seperti ini. "Percuma aku dapat penghargaan dari Menteri, urusan begini saja aku sudah pusing," kata Ayah.Kami sampai di klinik terdekat, belum sempat Samsul dibawa masuk ternyata dia sudah sadar. Dia tampak gegalapan melihat sekeliling."Di mana aku?" Kata Samsul
Sidang ala desa sudah menjadi tradisi di desa ini, hakimnya adalah para tetua desa, sidang ini ada semenjak Mamak jadi kepala desa. Biasanya sidang adalah masalah sengketa lahan masalah keluarga, pernah juga sidang masalah harta gono gini orang yang bercerai. Kali ini masalahnya sangat pelik, ada orang yang meninggal karena terjatuh dari motornya. Keluarga yang meninggal yakin ada pembunuhan. Aku jadi semacam pembela tersangka pembunuhan ini. Aku yakin cerita versi dia yang benar, versi yang lain lagi saksinya tidak ada, karena saat kejadian mereka berdua yang di jalan.Suasana malam itu mencekam, seperti biasa kami para gadis membaca tahlil tahtim di rumah duka. Setelah kami selesai baru giliran kaum bapak-bapak yang membaca tahlil. Aku tidak pulang kami para gadis sibuk di dapur membantu menyediakan makanan ringan. Kukira orang yang tertuduh tidak akan datang tahlil, karena dia baru saja dari rumah kami. Akan tetapi ternyata dia datang. itu yang mungkin membuat beberapa keluarg
Sidang desa itu akhirnya ditutup, dengan keputusan tidak ada tersangka pembunuhan, akan tetapi, lima anak yatim yang ditinggalkan oleh almarhum akan jadi tanggungan seluruh warga desa. Dana Desa setiap tahunnya akan disisihkan untuk kelima anak tersebut sampai dewasa. Istri almarhum jadi sesunggukan menangis berterima kasih kepada kepala desa. Katanya sewaktu suaminya masih hidup saja tidak ada jaminan anaknya bisa sekolah sampai minimal tamat SMA. Akan tetapi setelah Ayah yang mengatakan seperti itu dia menjadi tambah semangat untuk melanjutkan hidup. Ayah bahkan berjanji jika sekiranya dana desa tidak cair, akan memberikan uang pribadinya untuk biaya ke 5 anak tersebut. Soal besaran biaya disesuaikan dengan waktu ke waktu. Untuk saat ini pertama karena anaknya masih kecil-kecil akan disubsidi satu juta setengah perbulan. Setiap tahun akan bertambah. Keputusan ini membuat kedua belah pihak nampaknya puas. Pihak korban merasa terbantu karena anak yatim yang ditinggalkan jadi ada ja
"Jujur saja ya, Dek, apa saat kita pertama' nikah kamu langsung cinta? tidak kan, karena kita bahkan baru dua kali bertemu, perlahan cinta itu tumbuh di hatimu," kata Ayah kemudian."Yang aku tanya cinta Abang, bukan cintaku?" kata Mamak. "Kalau Abang sudah jelas, jatuh cinta di pandangan pertama," kata Ayah."Cinta remahan rengginang," kata Mamak lagi."Kok remahan sih?""Iyalah, regginsngnya sudah sama si Dia yang tidak boleh disebut namanya," kata mamak."Voldemort," kataku kemudian."Siapa Voldemort?""Itulah, yang tidak boleh disebut namanya?""Siapa pula itu""Udahlah, cukup bahas cinta unik, sekarang kita bahas Wulan," kataku kemudian."Iya, bagaimana ya, apakah tentara itu memang serius?" tanya Mamak.Akhirnya kami berkumpul lagi, Sersan Hasan untuk yang kesekian kalinya minta tolong."Begini ya, kami mau, ayah bersedia, tapi, jangan coba-coba sakiti Wulan lagi, ayahku nanti yang kau hadapi," kataku pada Sersan Hasan. Aku tahu dia sangat segan ke ayah."Pasti, Tet, aku sudah
** Aku mulai banyak bertanya-tanya kepada nenek tersebut, mereka sudah menempati lahan tersebut selama 25 tahun, dulu ada orang menitipkan tanah itu ke mereka. Disuruh jaga supaya tidak digarap orang. Ternyata selama ini, nenek dan kakek itu juga membayar pajaknya. Aku bersama nenek tersebut lalu pergi ke kantor perumahan tersebut. Ternyata hanya dilayani oleh seorang kepala pemasaran. "Anda siapa?" "Saya pengacara nenek ini," jawabku kemudian. "Oh baguslah, akhirnya ada juga yang bisa memberikan pengertian kepada nenek ini, tolong kasih tahu supaya dia segera pindah," kata pria tersebut. "Mana bosmu," tanyaku kemudian. "Buat apa?," "Aku hanya mau bicara dengan bosmu," "Kalau ada masalah bicara sama saya saja," "Anda mungkin tidak akan paham," kataku. "Apa yang tidak kupahami?" "Aku ingin mempertanyakan, kenapa kalian berani membangun' perumahan di tahan nenek ini?" kataku. "Hahaha, kamu pasti dari LSM ya?" "Oh, bukan, saya dari kantor pengacara, ini kartu nama saya, in
Aku dapat apresiasi khusus dari para pengacara yang ada di kantor ini. Karena aku menyelesaikan kasus yang kata mereka sangat sulit untuk dimenangkan. Kantor juga dapat tambahan dana karena nenek itu memberikan uang juga kepada kantor. Sebagai bentuk terima kasihnya karena rumahnya tidak jadi digusur.Akan tetapi aku tetap membuat kopi untuk mereka, para pengacara Ini kebanyakan kerja di luar. Sangat jarang yang ada di kantor. Dari sekian banyak pengacara paling banyak 5 yang ada di kantor, kadang cuma satu, kadang cuma aku sendiri. Baru 2 minggu aku magang, aku sudah menyelesaikan satu kasus, aku sangat menyukai ini. Mendengar orang bicara kasus saja aku sudah sangat tertarik. Apalagi terlibat di dalamnya. Hari itu Jumat sore, dosen pemilik kantor pengacara itu sedang ada di kantor. Kemudian ada tiga pengacara lain. Seperti biasa aku buatkan kopi untuk mereka. Tiba-tiba ada tamu yang datang, seorang perempuan muda, penampilan wanita itu sungguh wah. Langsung diterima oleh seorang
Ternyata begini jadi pengacara, banyak kejadian yang bertentangan dengan hati nurani. Akan tetapi harus dikerjakan. Slogan membela yang bayar itu terasa salah, Apakah aku bisa bersikap idealis jika sudah berprofesi sebagai pengacara?Kasus ini membuat Pak Tian sepertinya tidak suka padaku. Seperti perjanjian di awal hasil uang tuntutan ganti rugi dibagi dua. Kantor pengacara akhirnya cuma dapat 12,5 juta. Pak Tian memarahiku, katanya aku sok idealis.Hari berikutnya aku tak dapat kasus lagi, entah karena aku salah atau memang tidak ada aku tidak tahu. Tukang buat minuman tetap ku kerjakan, sepertinya memang di kantor ini yang paling muda akan jadi tukang buat minuman. Pagi itu tiba-tiba pak dosen menelepon, katanya seluruh pengacara harus berkumpul di ruangannya hari ini juga. Aku segera menelpon semua pengacara. Akhirnya bisa terkumpul juga 2 jam kemudian."Ada kasus besar di kota kita," kata Pak Dosun memulai pembicaraan.Dia kemudian mengirim link berita ke HP kami masing-masing.