Ternyata begini jadi pengacara, banyak kejadian yang bertentangan dengan hati nurani. Akan tetapi harus dikerjakan. Slogan membela yang bayar itu terasa salah, Apakah aku bisa bersikap idealis jika sudah berprofesi sebagai pengacara?Kasus ini membuat Pak Tian sepertinya tidak suka padaku. Seperti perjanjian di awal hasil uang tuntutan ganti rugi dibagi dua. Kantor pengacara akhirnya cuma dapat 12,5 juta. Pak Tian memarahiku, katanya aku sok idealis.Hari berikutnya aku tak dapat kasus lagi, entah karena aku salah atau memang tidak ada aku tidak tahu. Tukang buat minuman tetap ku kerjakan, sepertinya memang di kantor ini yang paling muda akan jadi tukang buat minuman. Pagi itu tiba-tiba pak dosen menelepon, katanya seluruh pengacara harus berkumpul di ruangannya hari ini juga. Aku segera menelpon semua pengacara. Akhirnya bisa terkumpul juga 2 jam kemudian."Ada kasus besar di kota kita," kata Pak Dosun memulai pembicaraan.Dia kemudian mengirim link berita ke HP kami masing-masing.
Aku pun berkunjung ke Polsek tempat suami Ibu tersebut ditahan, aku sudah janjian jumpa dengan ibu itu di kantor polisi. Setelah berbicara dengan polisi, aku akhirnya boleh bertemu dengan tersangka."Kamu pengacara saya?" tanya bapak tersebut, dia melihatku dari ujung rambut sampai ujung kaki."Ya, Pak,""Istriku itu memang, pengacaranya pun dipilih gadis muda nan cantik," katanya lagi."Saya mau bertanya, Pak,""Ya, silakan, silakan,""Apa benar bapak melecehkan anak tiri bapak?" tanyaku langsung saja."Tentu saja tidak," jawab pria tersebut."Bapak harus jujur, biar bisa aku bela bapak," kataku kemudian."Iya, saya jujur, dia memang mancing-mancing tapi sekuat tenaga mencoba menahan diri, dia memang tidak suka aku menikah dengan ibunya," kata pria tersebut."Kenapa?""Karena mau dia aku nikah dengannya?""Astaghfirullah," Berkali-kali aku istighfar dalam hati, Ada rupanya orang seperti ini, ibu dan anak dia pacari. "Aku memang nakal, tapi kalau sudah kunikahi ibunya tidak mungki
Kutepis tangan pria itu seraya menunjuk wajahnya, tanganku sudah mengepal mau memukul, akan tetapi aku lalu ingat sesuatu, Kulihat ke kiri dan kanan...."Cari apa, Dek Montok?" kata pria ini lagi.Aku lalu keluar ruangan, menemui seorang polisi yang berjaga."Pak, apakah ruangan itu ada cctv-nya?" tanyaku kemudian."Ada, semua ruangan ada, kecuali kamar mandi," jawab polisi tersebut."Aku mau melaporkan pelecehan seksual di kantor polisi ini, Pak," kataku lagi."Wah, siapa tersangkanya?""Itu pria yang ada di ruangan penyidik itu,""Buktinya""Periksa saja cctv itu kira-kira lima menit yang lalu," kataku kemudian."Baik, Bu," kata polisi tersebut. Mereka gerak cepat, dia langsung menghubungi temannya, cctv pun diperiksa, pria pelaku pelecehan itu pun ditangkap."Kurang ajar, aku dijebak, Pak," teriak pria tersebut. Saat polisi kembali memborgol tangannya."Anda salah memilih lawan, Pak," kataku saatbdi lewat di depanku."Aku dijebak," teriaknya lagi. Akan tetapi polisi langsung mering
Apa kira-kira yang disembunyikan oleh wanita ini, sehingga dia harus merahasiakan ke mana dia selama 2 jam. Jika dia bilang dia ke mana dan ada alibi tentu kasus ini akan mudah. Akan tetapi dia tetap bersikukuh tidak akan membocorkan dia kemana selama 2 jam tersebut. Aku lalu mempelajari latar belakang wanita ini. Di sangat cantik, tubuhnya proporsional entah apa yang membuatnya mau menikah dengan orang tua. Dia juga punya pekerjaan yang bagus, itu struktur senam, setiap Jumat Sabtu dan Minggu jadwalnya akan padat jadii istruktur senam di berbagai tempat. Apakah dia selingkuh di jam segitu, sehingga dia tidak mau memberitahu alibi atau dimana dia pergi? Aku pun melapor ke Pak Dosen, jika saja Amel tidak mau mengatakan juga ke mana dia pergi. Padahal resikonya adalah pembunuhan direncanakan. Apa yang disembunyikan, Aku justru jadi penasaran. Saat sidang pertama dimulai aku ikut hadir di persidangan, sidang pertama adalah pembacaan tuntutan jaksa, Amel dituduh sebagai pembunuh suam
Aku tak menyangka pak dosen akan menujukku secara tiba-tiba, dia mengujiku atau apa aku tak tahu. Aku yakin Pak Dosen menyuruhku karena yang mau ditanya ini adalah seorang wanita, Dia mungkin tahu kalau wanita sama wanita bicara itu bisa saling jujur. Biarpun aku ragu.Untuk beberapa saat aku masih terdiam, coba berpikir dan mencari cara apa yang harus kutanyakan. Lalu memeriksa berkas-berkas yang ada di depanku. "Bu Lily, Saya ingin bertanya, di mana ibu antara jam 08.00 malam sampai jam 11.00?" tanyaku, sebenarnya Ini pertanyaan yang sudah sering ditanyakan boleh penyidik. "Ini sudah berulang kali kujawab, tapi tidak mengapa aku lagi aku di kamar teleponan dengan pacarku," jawab wanita tersebut. "Selama tiga jam?" Tanyaku lagi, karena rasanya tak dapat ku pikirkan bagaimana bisa bicara di telepon selama 3 jam dengan pacar. Mereka bicara apa saja."Iya, ada yang salah?" Kata wanita tersebut dia menyebabkan rambutnya sambil melihat ke arah bangku penonton, mungkin pacarnya ada di a
Hakim juga memerintahkan untuk membebaskan Amel, dia dibebaskan dari segala tuntutan. Aku berhasil membebaskannya tanpa perlu membuka rahasianya yang menurutku konyol. Kenapa aku bilang rahasia konyol, karena rahasia itu hanya untuk reputasinya yang sebagai instruktur senam. Entahlah dia bertaruh 20 tahun penjara daripada harus mengatakan alibinya kalau dia lagi di rumah sakit. Padahal bisa saja dia katakan dia lagi di rumah sakit perawatan kecantikan, tak perlu harus bilang dia lagi sedot lemak, akan tetapi itu sudah menjadi pilihannya. Dia mengeluarkan uang yang banyak untuk menyewa pengacara demi menutupi dia sedot lemak. Aneh memang ragam manusia di muka bumi ini.Waktuku tinggal sedikit, ini minggu terakhir aku menjadi pengacara, Amel yang sudah bebas datang ke kantor. Begitu sampai dia langsung mencariku."Mana Butet?" "Aku di sini," kataku seraya keluar dari belakang yang seperti biasa lagi membuat minuman untuk para pengacara.Amel lalu memelukku."Terima kasih, aku sangat s
Pak Johan lalu mengajakku bicara berdua, tanpa dihadiri oleh karyawan yang dipecat tersebut. Karena membicarakan kasus aku mau saja, tapi tidak mau di tempat tertutup, aku memilih bicara di cafe yang ada di hotel tersebut. "Kamu jadi pengacara ya, Butet?""Iya, Pak, magang,""Mantap lah itu, Butet,""Kasus tetap kasus ya, Pak," kataku lagi."Iya, tapi kamu masih mentah jika masalah tenaga kerja ini," kata Pak Johan."Iya, betul, tapi aku sudah tahu undang-undang ciptak karya, Pak,""Hmmm, beda dipecat sama di-PHK pun kamu tidak tahu, jika dipecat karena melanggar aturan, itu tidak wajib' diberikan pesongan, yang wajib' hanya gaji dia sampai saat hari dipecat, mereka sudah melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama, kami semua sudah sepakat saat hotel ini diubah, tidak boleh ada miras, pengunjung saja tidak boleh bawa miras, apalagi karyawan, mereka pesta semalam suntuk, memakai satu kamar VIP. Itu terjadi saat aku tidak ada di sini, ini sudah yang kedua kali, yang pertama sud
Mamak mungkin terharu aku dapat gaji pertama, padahal ini berita gembira, aku bahkan senang sekali, mumgkin Setelah jadi mamak-mamak aku baru bisa paham apa yang disedihkan.Ada memang beberapa hal yang sampai sekarang Aku tidak mengerti apa yang disedihkan itu. Saat lebaran tiba, aku selalu heran kenapa ibu-ibu bersalaman sambil menangis sesenggukan, sampai saat ini aku belum bisa menangis di hari lebaran. Banyak orang menyalamiku sambil menangis, biarpun kulihat Mamak minta maaf ke Ayah sambil sesunggukan. Aku belum bisa paham dan belum bisa menangis saat bersalaman di hari raya.Ini mungkin yang kedua, gaji pertama adalah sesuatu yang sangat disenangi, ini berita gembira kenapa Mamak justru menangis?"Udah pakai aja dulu Butet, banyak kebutuhanmu di sini," begitu kata Mamak masih sambil menangis."Ini terlalu banyak untukku, Mak, nanti aku jadi boros lihat makanan enak mau jajan aja kerja aku," kataku kemudian."Abangmu sudah mau diwisuda, Mamak sama Ayah mau ke Jakarta ini, kau ik
PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep
Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal
Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem
Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be
Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka
Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.
PoV ButetSidang meja hijau berjalan lancar, cerita orang tentang seramnya sidang itu tak berlaku padaku. Bahkan dosen memujiku. Semua berjalan mulus, aku akan jadi wisudawan termuda di perguruan tinggi tersebut. Setelah selesai sidang, kegiatanku kini lebih lapang, aku bisa pulang ke desa setiap Minggu. Tinggal menunggu jadwal wisuda, tidak lama lagi aku akan jadi seorang sarjana hukum, seperti cita-citaku selama ini.Hari itu aku terkejut dengan kedatangan Pak Johan, dia datang bersama Ibunya ke tempat kos-ku. Ini tidak biasa, biarpun kami sudah berjanji akan menikah nanti, kami tidak pacaran, tidak bertemu rutin selayaknya pasangan kekasih."Ada apa ya, Pak?" tanyaku seraya mempersilahkan duduk.Ibunya Johan sudah jauh berubah penampilannya, dulu beliau selalu memakai pakaian ketat, kini beliau memakai pakaian Muslim, jilbabnya juga panjang."Butet, kamu datang mau menanyakan sesuatu," kata Ibunya Johan."Iya, Bu,""Jadi begini, kamu sebentar lagi kan akan diwisuda, jadi kamu akan
Keesokan harinya Pak Dullah datang lagi, kali ini dia minta Bang Parlin yang jadi saksi pernikahan anaknya dan Agus. Mereka gerak cepat, katanya akad nikah akan dilaksanakan jam sepuluh pagi. Nikah duluan dan suratnya diurus belakangan. Karena kebetulan Butet masih di rumah, aku ikut Bang Parlin ke rumah Pak Dullah. Agus sudah datang, anak Pak Dullah juga sudah didandani ala kadarnya. Petugas pencatat nikah yang juga guru di pesantren kami yang menikahkan. Acara berjalan lancar, diakhiri doa bersama yang dipinpin Bang Parlin. Lalu makan bersama.Agus lalu salim ke semua orang, saat salim ke Bang Parlin dia menangis. "Terimakasih kasih, Pak, aku ada permintaan satu lagi," kata Agus."Apa lagi, Gus?""Aku ingin pekerjaan tetap, Pak, aku sudah punya istri sekarang," katanya.Selama ini dia kami pekerjakan memang tidak tetap, hanya jika panen saja. "Baiklah, ngurusi sapi bisa?" tanya Bang Parlin."Bisa, Pak, bisa," jawabnya kemudian.Padahal mertuanya juga punya kebun sawit, biarpun ti
Aku dan Bang Parlin langsung saja ke rumah Pak Dollah. Ketika kami tiba sudah ramai orang di situ. Kami segera masuk, di dalam rumah ada putrinya Pak Dollah dipegangi oleh dua orang. "Dia mau gantung diri, untung cepat' ketahuan," kata seorang ibu-ibu sambil menunjuk tali yang sudah terikat di kamar gadis tersebut."Mungkin sudah saatnya gunakan ilmu, Bang, luluhkan dia," kataku pada Bang Parlin. Yang sebenarnya adalah aku lelah, ingin istirahat selalu saja ada masalah. Mungkin jika Bang Parlin menggunakan ilmunya meluluhkan gadis itu, masalah akan selesai.Gadis itu terus meronta-ronta, dia dipegangi dua orang perempuan. Ayahnya tampak sudah gelisah. "Aku harus bagaimana lagi, Pak Kades?" kata Pak Dollah. "Bagaimana lagi mau kubilang, sudah ada penyelesaian mudah, nikahkan mereka, tapi bapak tidak mau, sekarang mau bagaimana lagi, satu di penjara, satu bunuh diri, begitu lah kisah cinta mereka," kata Bang Parlin."Aku lakukan ini demi anakku juga""Mirip Romeo dan Juliet, Agus j