Usai makan siang tadi, Alya terlelap pulas dan baru menjelang sore terbangun. Gavin tidak ditemuinya saat dia terbangun dari tidur, oleh sebab itu Alya memutuskan langsung mandi saja.
Alya sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan bathrobe. Dia memang lupa tidak membawa baju ganti saat masuk ke dalam tadi. Alya bergegas mengambil bajunya yang masih tertata rapi di travel bag. Dia memang belum sempat mengeluarkan bajunya.
Tangan Alya masih sibuk mencari baju di travel bag saat Gavin masuk ke dalam kamar. Dia mengulum senyum saat melihat Alya duduk bersimpuh di lantai sibuk mengambil bajunya. Sebuah deheman Gavin menginterupsi kesibukan Alya.
Gadis manis itu langsung menoleh dan menengadahkan kepala melihat suaminya sedang tersenyum sambil bersedekap di belakangnya.
“Perlu dibantu, Babe?” tawar Gavin. Alya tertawa dan menggelengkan kepala. Entah mengapa dia merasa canggung dengan tawaran Gavin tadi.
Gavin berjalan mendekat dan
Suara desir ombak dan sepoi angin laut pagi ini sudah membuat Alya terjaga. Dia menoleh ke samping dan melihat Gavin sudah tidak ada di tempatnya. Alya mengerjapkan mata sambil menatap jendela kaca di depan kasurnya. Jendela itu terbuka dan Alya melihat ada bayangan yang sedang berdiri di sana.Perlahan Alya menyibak selimut kemudian memakai jubah tidurnya dan dengan tertatih berjalan keluar. Alya langsung tersenyum saat melihat Gavin sedang berdiri di balkon, bertelanjang dada sambil menatap laut.Alya berjalan menghampiri dan langsung memeluk Gavin dari belakang. Gavin sedikit terkejut saat ada tangan mungil yang melingkar di tubuhnya.“Sudah bangun, Babe?” sapa Gavin sambil mengelus lembut tangan Alya.Alya mengangguk sambil mengecup punggung Gavin berulang. Gavin tersenyum dan ikut mendekap tangan Alya. Kemudian dia sudah memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Alya. Disapunya wajah manis yang tampak kusut di depannya ini. Gavin mengulum
Sekali lagi suara desahan sudah memenuhi seluruh kamar Gavin. Entah kali keberapa mereka melakukan penyatuan yang pasti Gavin dan Alya seakan tidak pernah bosan melakukannya. Berbagai macam posisi juga sudah mereka lakukan.Alya mendesah dengan peluh yang menetes memenuhi tubuh dan wajahnya. Rambut panjangnya berantakan dan tak beraturan namun, meski demikian tak menghilangkan kesan seksi padanya. Gavin sudah membalik tubuh Alya merubah posisinya di atas.Gadis itu tersenyum menggoda dan langsung duduk dengan manis di atas suaminya. Ia sudah menggerakkan pinggulnya naik turun menyesuaikan dengan ritme ciuman mereka. Baru beberapa hari melayani suaminya, Alya sudah sangat pandai kini dan membuat Gavin kesenangan. Mungkin karena adanya perbedaan saat awal nikah dengan Yeni dulu membuat Gavin ketagihan dan tidak mau sedetik saja lepas dari Alya.“Aahh ... ,” Gavin mendesah keenakan. Dia langsung menyambar dua gundukan lemak milik istrinya yang terus ber
[“Al, bukankah itu seperti suara Mas Gavin?”] tanya Yeni di telepon. Alya terdiam dan melirik ke arah Gavin yang sudah terbangun. Pria tampan bermata sipit itu hanya menatap Alya sambil memeluknya dengan erat. Matanya seakan bertanya ke Alya dengan siapa dia bertelepon.“Hmm ... sepertinya kamu salah dengar, deh. Aku sedang menonton film tadi,” bohong Alya. Dia tidak mau Yeni menaruh curiga kepadanya. Alya ingin Yeni tahu pernikahannya dengan Gavin tidak secepat ini.[“Oh ... aku kira itu suara Mas Gavin. Mungkin aku sedang merindukannya jadi teringat suaranya tiba-tiba,”] ucap Yeni kemudian.Alya hanya diam dan berwajah datar. Sementara Gavin terus melihatnya dengan tatapan bertanya.[“Ya udah kalau gitu, Al.”] Yeni sudah mengakhiri panggilannya dan tanpa menjawab Alya sudah mematikan ponselnya.“Siapa yang menelepon?” tanya Gavin kini sambil melihat ke arah Alya.“Istrimu, M
Yeni spontan menoleh ke arah pintu dan melihat suaminya baru datang sedang berdiri mematung di depan pintu. Yeni tersenyum dan perlahan memakai satu persatu pakaian. Entah sengaja atau tidak, Gavin merasa Yeni melakukan ritualnya sehabis mandi begitu gemulai.“Mas baru datang?” tanya Yeni sambil berjalan mendekat. Ia sudah memakai celana dalam kini sudah memakai bra hanya belum mengaitkannya. Yeni terus berjalan sambil tersenyum menggoda Gavin.Gavin hanya diam sambil menganggukkan kepala. Pria berwajah tampan dengan mata sipit ciri khasnya itu hanya melihat ulah istri pertamanya ini dengan sudut mata.“Mas, minta tolong kaitkan bra-ku!” pinta Yeni dengan gerakan gemulai dan menggoda. Gavin masih diam dan menatap Yeni dengan datar kemudian tangannya sudah mengaitkan bra milik Yeni.Yeni masih berdiri di depannya dan kini menarik tangan Gavin agar menyentuh gunung kembar miliknya. Gavin menghela napas panjang. Dulu mungkin dia tidak
“Kamu semalam tidur di mana, Mas? Aku menunggumu semalaman,” cetus Yeni begitu melihat Gavin masuk ke kamar.Yeni tampak duduk di atas kasur dengan wajah yang ditekuk. Bibirnya sudah maju beberapa senti menunjukkan kalau dia sedang cemberut dan kesal dengan ulah Gavin semalam. Gavin hanya tersenyum nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Eng ... aku ketiduran di kamar Putri semalem. Aku kangen gak ketemu Putri hampir seminggu,” jawab Gavin memberi alasan. Dia memang sengaja memilih tidur di kamar Putri untuk menghindari Yeni.“Kamu kangen Putri, tetapi gak kangen aku, Mas?” protes Yeni kemudian. Gavin terdiam. Dia tersenyum miring sambil menatap Yeni dengan mata sipitnya.“Biasanya kamu juga tidak pernah merindukan aku, Yen,” sergah Gavin tak kalah pedas. Yeni terkejut mendengar jawaban Gavin. Padahal semalam dia sangat merindukan Gavin dan menginginkan sentuhannya, tetapi mengapa suaminya seol
Alya berulang mendesah saat Gavin sudah memulai penyatuan mereka. Pria tampan bermata sipit itu memang sudah sangat nekat. Padahal kemarin saat Alya mengajaknya untuk melakukan di rumah ini, Gavin menolak. Kini malah Gavin yang menggodanya lebih dulu dan memulai penyatuan mereka.“Ah ... ah ... .” Alya mendesah tak karuan. Tubuhnya terus menggeliat, tangannya sibuk mencengkram bahu Gavin seakan sedang menahan sesuatu. Gavin tersenyum, ia semakin menggila saat melihat reaksi istri keduanya itu.Gavin semakin mempercepat gerakannya, pinggulnya naik turun dengan mata setengah terpejam membuat Alya semakin mendesah tak karuan. Gadis berwajah manis itu sudah menggigit bibirnya sambil terus mencengkram bahu Gavin. Kemudian tiba-tiba Gavin mendesah panjang, tubuhnya mengejang lalu spontan menyambar bibir seksi Alya.Gadis berwajah manis itu langsung membalas ciuman Gavin tidak kalah ganas. Dia terus memeluk Gavin dan menahan tubuhnya agar tidak buru-buru me
Keluar dari rumah tadi, Yeni langsung menuju apartemen Irwan. Yeni senang saat Gavin memberinya izin tanpa bertanya lebih banyak. Meskipun awalnya dia sedikit curiga, tetapi Yeni sudah berhasil meyakinkan Gavin. Yeni sudah memarkir mobilnya di apartemen Irwan dan bergegas masuk ke dalam kabin kamarnya.Pria berwajah manis itu langsung tersenyum saat melihat Yeni datang tepat waktu sesuai dengan ucapannya di telepon tadi.“Katamu ada acara keluarga akhir pekan ini. Mengapa tiba-tiba menghubungiku? Untung saja suamiku tidak curiga tadi,” dumel Yeni begitu sudah masuk ke dalam apartemen Irwan.Irwan, pria berwajah manis itu hanya tersenyum dan ikut duduk bersebelahan dengan Yeni. Dia terus menatap Yeni dengan tatapan menggoda seakan sedang menginginkan sesuatu dari wanita cantik itu.“Aku kangen kalau tidak menidurimu semalam. Makanya aku percepat acaranya,” gumam Irwan. Yeni hanya menggelengkan kepala sambil menatap Irwan dengan cemb
Senin pagi, Gavin bangun sangat pagi. Ia sudah mengawali hari ini dengan ceria. Gavin baru saja usai mandi dan bergegas bersiap. Ia tidak peduli dengan kasur di sampingnya yang sejak kemarin malam kosong tanpa penghuni. Gavin sudah terbiasa dengan ketidakhadiran Yeni dan sepertinya ia sudah tidak mempermasalahkannya.Berulang Gavin mencoba memadupadankan kemeja, dasi, jas serta celananya di depan cermin. Entah mengapa kali ini dia sangat memperhatikan penampilannya. Cukup lama akhirnya, Gavin sudah menentukan pilihannya. Ia segera mempercepat waktu bersiapnya, sarapan dan berangkat ke kantor.Lima belas menit waktu yang dibutuhkan Gavin untuk tiba di kantornya. Ia sudah memarikir mobil dengan rapi dan melihat mobil Alya belum ada di sana. Itu tandanya adik angkat sekaligus istri keduanya itu belum tiba. Setengah berlari Gavin masuk ke dalam lift, ada sebuah paper bag yang sudah ditentengnya sedari tadi.Begitu sampai di lantai yang dituju, Gavin bergegas keluar dan kali ini menuju rua
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te