“Apakah kau yakin kau baik-baik saja?” tanya Joel, menggenggam lebih erat tangan Aerline, seolah ingin meyakinkan dirinya bahwa gadis itu dalam keadaan aman.“Ya, aku… aku hanya butuh waktu,” jawab Aerline sambil berusaha menahan air mata. Dia tahu trauma ini tidak akan mudah hilang. Namun satu hal yang pasti, dia merasa terbebas dari ancaman yang menghantuinya selama ini.Joel melihat bekas merah berbentuk tangan di leher Aerline, bahkan ada cakarannya juga. Lutut yang terluka, sudut bibir yang robek dan pelipis yang memar. Dia benar-benar sangat marah. Joel hendak beranjak pergi tetapi dengan cepat, Aerline menahan pergelangan tangannya. “Kamu mau ke mana?” tanya Aerline benar-benar ketakutan di sana. Dia menengadahkan kepalanya menatap Joel. “Aku hanya akan membawakan air untukmu. Tunggu sebentar,” ujar Joel. “Jangan lama… “Joel tersenyum di sana sambil menganggukkan kepalanya. Pria itu pun berlalu pergi untuk mengambil minum di dapur sekalian kotak p3k. Setibanya di dapur,
“Pemandangannya indah sekali. Aku tidak tau kalau Joel tinggal sendirian di sini. Kupikir, dia tinggal bersama orang tuanya,” gumam Aerline menatap pemandangan taman di depannya. Ketukan di pintu membuat wanita itu menoleh ke ambang pintu yang sudah dibuka. “Makanan sudah matang. Ayo, makan malam dulu,” ajak Joel. “Iya,” jawab Aerline tersenyum manis dan berjalan mendekati Joel. Mereka berjalan menuju meja makan yang ada di sana. Mereka duduk di meja makan yang indah itu, sambil menikmati hidangan yang disajikan Joel. Aerline terkesan dengan kemampuan memasak Joel yang ternyata sangat pandai. Makan malam mereka berlangsung dengan suasana yang hangat. "Apa kamu tinggal sendirian di sini, Joel?" tanya Aerline, ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan Joel sekarang. Mereka sudah berpisah selama lima tahun sejak Joel dikabarkan pindah ke luar negeri bersama keluarganya dan tidak berada di Indonesia lagi. Joel menganggukkan kepala sambil tersenyum, "Ya, aku tinggal sendiri di sini,”
“Sudah selesai bicaranya?” Aerline menolehkan kepalanya saat mendengar itu. Dia mun berjalan mendekati Joel dengan senyuman terukir di bibirnya. “Sudah selesai,” jawab Aerline. “Apa semua baik-baik saja?” tanya Joel membelai rambut Aerline lembut. “Ya. Semua baik-baik saja,” jawab Aerline tersenyum manis. “Kalau begitu, habiskan makanannya.”Joel dan Aerline kembali ke meja makan. Di sana Aerline kembali menikmati makanannya, sedangkan Joel duduk memperhatikan Aerline dengan meneguk minumannya. “Yang barusan menghubungimu, Freyya teman sekolahmu?” tanya Joel. “Ya, benar. Dia merantau lebih dulu ke sini, dan aku mengikutinya sambil ambil kuliah s2 di sini,” jawab Aerline membuat Joel menganggukkan kepalanya. “Kelihatannya, dia sangat mengkhawatirkanmu,” ujar Joel. “Ya, dia memang selalu seperti itu. Sangat heboh dan berisik, tapi dia paling mengerti dan menyayangiku,” jawab Aerline. Joel tersenyum di sana. “Syukurlah, kamu memiliki sahabat yang baik.” Joel tersenyum sambil men
“Aku naik duluan, ya.” Aerline melepaskan sabuk pengamannya. “Nggak bareng?” tanya Joel. “Mama mungkin? Akan ada banyak yang curiga. Aku turun di sini saja,” ucap Aerline membuka pintu mobil dan memastikan tidak ada siapa pun di sekitar sana. Setelah itu, Aerline menutup pintu mobil dan berjalan pergi dengan terburu-buru. Dia tidak sadar, kalau di Leon baru saja menuruni mobilnya dan melihat Aerline turun dari mobil Joel. “Arlin dan Pak Joelio?” gumam Leon mengernyitkan dahinya. “Apa mereka kebetulan bertemu, ya?”Leon pun berjalan menuju ke lift. Sampai di ruangan sekretaris, Aerline tersenyum saat beberapa rekan kerja menyapanya. “Kamu sakit, Lin?” tanya Maya di sana. “Oh, tidak,” jawab Aerline meletakkan tas tangannya di atas meja. “Tapi kenapa memakai syal? Padahal cuaca sedang panas,” tanya Maya. “Oh, aku alergi makanan, leherku merah-merah akibatnya,” jawab Aerline yang tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak mau membuat heboh semua rekan kerjanya dan jadi mengk
“Aerline!” panggil Leon saat mereka bertemu di pantry. “Oh, Leon. Kamu mau buat kopi juga?” tanya Aerline yang sedang membuat kopi di mesin kopi. “Ya.” Leon tersenyum kecil di sana. “Biar aku buatkan sekalian.” “Makasih, Lin.” Leon tersenyum di sana dan memandangi Aerline di sana. “Kamu sedang sakit?” tanya Leon. “Oh, ya. Aku terkena alergi,” jawab Aerline tersenyum di sana. “Apa sudah pergi berobat? Apa alerginya membuatmu sesak?” tanya Leon terlihat begitu peduli dan perhatian. “Oh, tidak sampai separah itu. Hanya merah-merah dan ruam saja,” jawab Aerline tersenyum. “Udah di balur salep, kan?” tanya Leon. “Oh, ya. Sudah,” ujar Aerline. “Ini punyamu.” Aerline memberi gelas berisi kopi pada Leon. “Makasih, Lin. Aromanya wangi sekali,” ujar Leon menghirup aroma kopi itu. “Ya, wangi ya menenangkan,” jawab Aerline menyeruput nya sedikit. “Ngomong-ngomong tadi kamu berangkat bersama pak Joel?”Oho! Oho! Oho! Aerline tersedak kopinya dan batuk di sana cukup keras. “Minum dul
"Joel, maafkan aku," gumam Aerline, suaranya bergetar menahan rasa bersalah yang dalam. Saat ini, dia duduk di samping ranjang IGD, matanya tak lepas dari wajah Joel yang masih terpejam. Kecemasan menguasai dirinya. Joel masih belum sadarkan diri sejak kejadian itu, ketika alat kejut yang dipegang Aerline tanpa sengaja menempel pada tubuh Joel.Dia menggenggam erat tangan Joel, berharap ada keajaiban yang bisa membangunkannya. Hatinya dipenuhi penyesalan. Seharusnya dia lebih berhati-hati.Aerline menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya yang dihantui oleh rasa bersalah. Suara mesin yang berdetak pelan di ruangan IGD menjadi latar suara yang semakin membuatnya tersadar akan konsekuensi dari tindakannya. "Joel... aku benar-benar tak sengaja," bisiknya pelan, berharap meski dalam ketidaksadarannya, Joel bisa mendengar suaranya. "Kamu tahu, aku tak pernah ingin melukaimu."Tangan Aerline yang menggenggam tangan Joel terasa dingin dan gemetar. Ia menyadari bahwa tak ada yang bis
“Apa ini, Sayang?” tanya Aerline saat melihat kardus putih yang diikat dengan pita pink yang cantik.“Seperti yang aku janjikan padamu, bukalah,” ucap Joel.Saat ini, mereka ada di rumah Joel. Aerline duduk di soda dan mulai menarik ikatan simpul pita di bagian atasnya. Setelah itu, dia juga membuka penutup kardus. “Ini?”“Itu gaun yang aku janjikan untukmu. Gaun dengan warna pastel sangat cocok denganmu, seperti karaktermu yang soft dan ceria,” ujar Joel membuat wajah Aerline merona mendengarnya.“Manisnya, kesayangan aku,” kekeh Aerline.“Cobalah,” perintah Joel.“Oke, sebentar aku coba dulu.” Aerline membawa kotak itu dan masuk ke dalam kamarnya.Aerline masuk ke kamarnya dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Rasa penasaran dan kebahagiaan bercampur di wajahnya. Ia membuka kotak itu perlahan, mengangkat gaun yang tersimpan rapi di dalamnya. Gaun itu memang indah, dengan potongan sederhana namun elegan. Warna pastel lembut menghiasi kainnya, dengan detail renda halus di bagia
“Mereka benar-benar pasangan yang serasi, ya,” ucap Agnes menatap ke arah Joel dan Gisella yang sedang menyapa tuan rumah di sana. Aeline beggerak menjauh dari kerumunan sambil mengambil satu gelas sampanye. Dia memilih di sudut ruangan yang cukup sepi. “Dia datang ke sini dengan tunangannya. Bahkan memakai dasi senada, padahal tadi Aerline menyarankan warna dasi lain pada Joel. Kalau dia memang akan datang bersama tunangannya, lalu kenapa harus berbohong padaku?” batin Aerline. Ini adalah balasan yang harus diterima Aerline. Cepat atau lambat, dia akan mengalami hal ini dan menyadari posisinya. Bagaimana pun, Aerline hanya wanita simpanan Joel yang tidak akan pernah terlihat sampai kapanpun juga. Aerline meneguk sampanye dalam diam, merasakan cairan itu mengalir melewati tenggorokannya seperti pengingat pahit akan kenyataan. Pandangannya tak bisa lepas dari Joel dan Gisella, yang tampak sempurna dalam balutan pakaian senada. Joel sedang berbincang dengan para tamu, sementara Gisel
“Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Lyman saat sampai di apartemen Aerline. “Tidak, Bang. Aku mau istirahat, makasih ya sudah anterin aku pulang,” ujar Aerline dengan nada lemah. Lyman tersenyum dan mengusap kepala Aerline dengan lembut. “Kamu gadis yang tangguh,” ucapnya membuat Aerline tersenyum manis di sana. “Istirahatlah, kalau butuh sesuatu langsung hubungi Abang,” ujarnya membuat Aerline menjawab dengan anggukan kepalanya. “Lin, menurut Abang, tindakanmu sudah tepat untuk menjauh dari Joel demi berhenti menyakiti dirimu sendiri. "It's another level of pain, but you will find peace eventually." ucap Lyman dengan lembut dan Aerline hanya tersenyum manis di sana. “Makasih, Abang. Aku merasa memiliki keluarga di sini berkat Abang,” ujar Aerline tersenyum di sana. “Ya, sama-sama,” jawab Lyman. “Lin!” teriak seorang wanita yang muncul di lorong apartemen membuat mereka berdua menoleh ke sumber suara dan itu a
Aerline sedang menatap keluar jendela kamarnya di ruang rawat. Leon harus pergi ke kantor dan bekerja setelah libur akhir tahun dan Lyman sedang keluar sebentar. Wanita itu masih tidak mau membuka pesan dari Joel, dia masih ingin menahan diri tanpa ingin mendengar alasan apa pun dari pria itu. Jujur saja, Aerline takut luluh dan kembali memberi kesempatan lagi pada Joel. Karena bagaimana pun, hatinya selalu lemah saat berhadapan dengan Joel. “Khem... “ Aerlie merasa tenggorokannya sakit dan kehausan. Dia mengambil botol minumnya yang ternyata kosong. Dia melihat ke arah dispenser yang ada di dekat televisi dan cukup jauh dari posisinya. Wanita itu pun menurunkan kedua kakinya ke bawah brankar dan turun perlahan. “Ugh!” dia meringis saat kepalanya terasa berputar. Ya, selama di rumah sakit, Aerline tidak bisa tidur sama sekali. Membuat darahnya semakin rendah dan kepalanya terasa sangat berat. Wanita itu berjalan per
“Lin?” Lyman masuk ke dalam ruang rawat Aerline. “Bang?” jawab Aerline melihat ke arah Lyman. Lyman berjalan mendekati Aerline yang duduk terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Kenapa malam itu tidak tunggu Abang sih?” tanya Lyman terlihat begitu khawatir. “Aku baik-baik saja, Bang,” ujar Aerline di sana. “Kamu itu,” ucap Lyman sampai tidak bisa berkata apa-apa. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Abang sangat mencemaskanmu, Lin. Semalaman Abang keliling cari kamu,” ucap Lyman. “Maaf, Bang.” “Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana Abang jelasin ke Kaivan? Kamu berharga untuk keluargamu, Lin. Jangan merasa sendiri, Abang di sini untuk jaga kamu,” ucap Lyman mengusap kepala Aerline dengan lembut.Aerline menunduk, merasa hangat mendengar kata-kata Lyman. Dia tidak menyangka Lyman begitu peduli padanya, bahkan rela mencari dirinya sepanjang malam."Maafkan aku, Bang. Aku nggak bermaksud bikin abang khawat
“Um... “ Aerline perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Dia meringis kecil sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Dia menoleh ke arah punggung tangannya yang dipasang infusan di sana. “Apa aku ada di rumah sakit?” gumamnya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Kamu sudah siuman, Lin?” pertanyaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara dan melihat sosok Leon di sana dan terlihat pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. “Leon?” tanya Aerline. “Aku melihatmu pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, menurut dokter kamu terkena usus buntu dan harus segera di operasi,” jawab Leon. “Operasi?” Aerline mengernyitkan dahinya. “Ponselmu mati, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat persetujuannya. Aku sangat khawatir padamu,” ucap Leon. Aerline tersenyum di sana. “Terima kasih, Leon. Berkatmu, aku bisa selamat,” ujarnya
“Apa semuanya sudah sesuai?” tanya Aerline pada pelayan di restoran yang sudah dia booking jauh-jauh hari untuk acara ulang tahun Joel. Dia ingin memberikan kejutan spesial untuk Joel. “Semua sudah disiapkan dengan sangat baik, Nona. Kami hanya tinggal menunggu kode dari anda,” ucap pelayan itu. “Baiklah, terima kasih.” Aerline tersenyum lebar di sana. “Kalau begitu, saya permisi,” pamit pelayan tersebut. Aerline merapikan gaun cantik yang dikenakannya. Dia sengaja memakai gaun warna violet, karena menurut Joel, dia selalu cantik kalau memakai warna itu. Wanita itu duduk di kursi sambil melihat jam tangannya. “Masih ada 20 menitan lagi sampai Joel datang. Astaga, aku deg-degan sekali. Semoga saja, acaranya berjalan dengan lancar,” gumam Aerline tersenyum lebar. Dia sengaja membooking area rooftop sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Joel. Dia juga sudah menyiapkan beberapa kejutan kecil, di mana mereka akan memotong kue
“Jangan lupa dengan wine yang akan jadi pelengkap makan malam kita,” ucap Joel.“Aku akan mengambilkan wine kualitas terbaik, sebentar.” Tambah pria itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aerline yang masih menikmati makanannya.Joel kembali beberapa saat kemudian dengan sebotol wine berlabel premium di tangannya. “Ini dia, wine terbaik untuk melengkapi makan malam kita,” ucapnya sambil tersenyum.Aerline menatap botol itu dengan kagum. “Kamu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sempurna, Joel. Aku terkesan.”Joel hanya tersenyum kecil sambil membuka botol wine tersebut dengan anggun. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu menyerahkan salah satunya kepada Aerline. “Untuk malam yang tidak akan pernah kita lupakan.”Aerline menerima gelas itu sambil menatap Joel dengan lembut. “Untuk malam ini, dan untuk kita,” ujarnya sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang.Mereka berdua menyeruput wine itu dengan perlahan, menikmati rasa anggur yang lembut dan kaya. Angin pantai yang sepoi-s
“Wah, apakah ini vila yang kamu maksud?” tanya Aerline saat dia menuruni mobil dan melihat suasana vila di bibir pantai. “Ya, ini adalah vila pribadi. Aku sengaja membookingnya. Jadi, tidak akan ada orang lain lagi selain kita berdua di sini,” ucap Joel memeluk Aerline dari belakang. Wanita itu tersenyum hangat dan memegang tangan Joel yang melingkar di perutnya."Tempat ini indah sekali, Joel," ucap Aerline, memandang hamparan pantai dengan pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari. Suara ombak yang tenang dan angin laut yang sejuk memberikan suasana damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Joel menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di bahu Aerline. "Aku ingin kamu merasa tenang dan melupakan semua beban yang ada," ucapnya lembut.Aerline menolehkan wajahnya sedikit, menatap Joel dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Joel. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini lebih dari cukup."Joel melepaskan pelukan itu perlahan, mengambil tangan Aerline dan membawanya ma
“Kamu masih marah padaku?” tanya Joel mendekati Aerline yang masih kerja di meja kerjanya. Hari sudah malam, semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu. Sedangkan Aerline harus lembur karena sempat tidak masuk, membuat pekerjaannya cukup menumpuk. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan menatap Joel di depannya. "Aku tidak marah padamu, Joel,” jawab Aerline. “Aku paham posisimu, dan aku coba mengerti.” “Tapi kamu terus menghindariku seharian ini, apa kamu akan terus bersikap begitu? Padahal aku sangat merindukanmu,” ujar Joel yang duduk dihadapan Aerline sambil memegang tangan wanita itu. “Akhir-akhir ini, hubungan kita semakin renggang dan jauh, aku sangat merindukanmu.” Joel tersenyum di sana.Aerline menarik tangannya perlahan dari genggaman Joel, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia menatap Joel dengan sorot mata yang bercampur antara lelah dan keraguan.“Joel, aku tidak menghindarimu,” ucapnya pelan, suaranya terdengar
“Aerline… “Semua rekan kerjanya kembali menyambut kedatangannya di kantor setelah tidak masuk kerja selama tiga hari. “Kamu baik-baik saja, Lin?” tanya Lita. “Kamu sakit apa sebenarnya? Kami khawatir banget, tau.” Kali ini Agnes yang berbicara. “Sakit asam lambung,” jawab Aerline tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia sakit Gerd. Aerline berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang tampak benar-benar khawatir. “Maaf ya, bikin kalian khawatir. Aku sudah lebih baik sekarang,” katanya sambil menepuk bahu Lita dengan lembut.“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Lin,” ujar Maya dengan nada penuh perhatian.“Iya, jangan terlalu memaksakan diri di kantor,” tambah Agnes, menatap Aerline dengan pandangan serius.Aerline mengangguk kecil. “Aku akan lebih hati-hati. Terima kasih sudah peduli,” jawabnya tulus. Meski mencoba terdengar ringan, hatinya sedikit berat karena tahu mereka tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ia alami belakangan ini.“Ngomong-ngomong, Leon nyariin kamu tadi pagi,”