Share

TAK TAHU MALU!

Author: Secilia Abigail Hariono
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Aduh besan, maaf ya! Kami tidak bisa membawa apa-apa, hanya buah," kata mama Dinda.

"Aduh! Kok buah sih Besan? Aku kan tidak begitu suka buah lho, lain kali kalau ke sini jangan bawa buah! Lebih baik bawa roti saja yang coklat itu loh atau yang vanila juga boleh," pinta bu Nafis tak tahu diri.

Papa hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan besannya itu.

"Oh iya Besan, kemarin Dinda membelikan aku HP baru loh!" kata Bu Nafi sambil menunjukkan hp-nya.

"Nih! Ya walaupun tidak begitu mahal cuma 4 juta tetapi ya sudahlah, itu kan tanda bahwa dia menyayangi mertuanya. Padahal tuh saya pengennya HP yang matanya 3 itu, apa ya namanya ya? Boba atau apa gitu, aku kurang tahu pokoknya itu!" jelas bu Nafis tanpa rasa bersalah.

"Oh kalau saya mah HP apa saja, yang penting bisa untuk menelpon dan memberikan kabar. Buat apa HP bagus jika tidak ada guna dan fungsinya? Toh HP itu dijual harganya pasti lebih murah! Lebih baik uangnya diinvestasikan bentuk lain," sahut mama Dinda.

"Ya memang sih,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KETAHUAN!

    Ketahuan!"Astaghfirullahaladzim Ifah!" teriak Hasan.Hasan berlari sekuat tenaga menghampiri adiknya. Ifah jelas terlihat turun dari mobil seseorang yang tidak dikenal mereka. Ya lelaki yang pernah ditemui oleh Dinda saat membeli HP mertuanya."Siapa dia Ifah?' tanya Hasan dengan sedikit membentak."Dia hanya teman Ifah kok Mas, tadi kebetulan ketemu dan mengantarkan Ifah ke sini karena motor Ifah bocor di tengah jalan," jelas Ifah dengan sedikit tergagap."Kau pikir Mas Hasan itu bodoh?" teriak Hasan di pinggir jalan raya.Dinda mengelus pundak suaminya. Dia tahu saat ini posisi Hasan sudah sangat marah mengetahui adiknya berada satu mobil dengan yang bukan mahram. Apalagi lelaki itu lebih tua dan pantas disebut Om daripada teman."Sabar, Mas! sabar saya bisa jelaskan semuanya," kata lelaki di dalam mobil."Turun kau! Apa maksudmu membawa adikku?" tanya Hasan."Mana ktpmu?" bentak Hasan lagi tak sabar.Dengan gugup lelaki itu turun dari mobil. Hasan segera menghampirinya. Tak lama le

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KEMANA HASAN?

    Kemana Hasan?"Entahlah Bu, tiba-tiba Mas Hasan menyita HP Ifah tanpa kejelasan yang pasti," kata Ifah membuat alasan."Sebenarnya ada apa sih Din?" tanya Bu Nafis pada menantunya.Bu Nafis bertanya pada Dinda karena dia tahu menantunya tidak akan mungkin berbohong. Ifah anaknya masih memiliki peluang membohongi dirinya."Dinda sendiri juga kurang paham Bu, mengapa HP Ifah sampai disita Mas Hasan. Makanya ini Dinda mau mencari Mas Hasan. Ibu di sini dulu ya, dengan Ifah tak papa kan?" tanya Dinda meminta izin pergi mencari suaminya.Bu Nafis hanya menggangguk. Dinda bersyukur, setidaknya hari ini ibunya akan baik karena sudah mendapat uang dari orangtuanya. Walaupun menurutnya jumlah itu tak seberapa namun mampu membuat Bu Nafis bergembira.Dinda berjalan keluar mencari keberadaan suaminya. Dia mencari Hasan ke gerbang Rumah Sakit tempatnya tadi. Tapi mereka sudah tidak ada, bahkan mobil lelaki itu juga sudah pergi. Dinda berkali-kali menghubungi HP Hasan tetapi nihil tak diangkat han

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   BUKAN PERKARA DUDA ATAU PERJAKA!

    BUKAN PERKARA DUDA ATAU PERJAKA!"Namanya adalah Aris Wijaya," kata Dinda."Apa? Coba kau ulang sekali lagi Dek! Aris Wijaya," gumam Mbak Alif dengan sedikit terkejut."Iya Mbak, benar tak salah lagi namanya Arif Wijaya," ujar Dinda."Sebentar, apakah orangnya itu berbadan atletis? Mobilnya kalau tidak salah Innova ya? Warna silver, benar tidak? tanya Mbak Alif."Kalau itu Dinda kurang memperhatikan Mbak, yang jelas mobilnya memang berwarna silver, badannya memang besar khas orang-orang gym yang seneng sama olahraga gitu loh Mbak," jelas Dinda."Apakah orangnya lumayan tinggi Dek? Lebih tinggi sedikitlah dari Hasan, paling tidak dia itu dandanan- nya rapi mengenakan kemeja khas cowok metroseksual, benar bukan?" tanya Mbak Alif mengintrogasi detail."Ah begini, dia kepalanya agak plontos dengan wajah yang oval," sambung Mbak Alif lagi mendeskripsikan wajah Arif Wijaya."Mbak Alif kenal?" tanya Dinda bingung."Sepertinya aku tahu siapa lelaki y

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   IFAH HILANG LAGI?

    IFAH HILANG LAGI?"Eh, tidak Bu! Hanya mau mengatakan mungkin Ibu perlu sesuatu atau bosan dengan makanan rumah sakit ini? Mbak Alif datang dengan membawakan makanan kesukaan Ibu, ada sayur asem, tempe goreng, ikan asin. Itu kan makanan kesukaan Ibu semua toh," Dinda mengalihkan perhatian mertuanya."Ya kan Mbak Alif?" tanya Dinda sambil menginjak kaki Alif."Iya Bu, ini lho Alif membawakan makanan kesukaan Ibu. Barangkali Ibu bosan dengan makanan yang ada di rumah sakit, pasti rasanya hambar," kata Mbak Alif menimpali."Iyo, rasanya itu tidak enak walaupun lauknya daging dan ayam, tak ada sedep-sedepnya sama sekali. Kau sudah makan belum? Kalau belum dampingi Ibu makan yuk, mendengar lauknya Ibu sangat lapar! Dokter tidak memberikan pantangan makanan Ibu karena yang masalah hanya kaki dan jahitan, bukan perut tenggorokan atau tensi jadi bebas makan apapun," kata bu Nafis.Dinda segera menggeret lengan Mbak Alip untuk pergi meninggalkan bangku taman, meskipu

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ARIF WIJAYA

    ARIF WIJAYA"Tidak ada apa-apa Bu, Ifah hanya sedikit ada masalah dengan Hasan! Biasalah masalah salah paham, wajar toh Bu! Problematika antara kakak dan adik," ucap Alif.Zain menatap ke arah kakak perempuannya dengan pandangan tak percaya. Namun dia belum berani bertanya adaa apa sebenarnya. Waktu menunjukkan jam lima sore, Ifah masih belum balik ke kamar bu Nafis."Assalamualaikum," ucap Hasan."Waalaikumsalam!" jawab mereka serempak. Hasan masuk lalu mencium tangan ibunya, kemudian bergantian dengan Mbak Alif dan Mas Zain. Terakhir Dinda mencium tangan Hasan."Bagaimana Bu? Ibu merasa lebih baik atau masih ada yang sakit?" tanya Hasan pada ibunya."Sudah lebih baik Nak, tadi Dokter juga sudah memeriksa semua stabil. Nanti kalau sudah bisa berjalan dengan tongkat sendiri Ibu sudah bisa pulang," ucap bu Nafis menjelaskan kondisinya."Di mana Ifah?" tanya Hasan yang menyadari saudara kandungnya kurang satu.Semua diam tak ada yang menjawab.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   KARENA WANITA BUTUH KENYAMANAN

    KARENA WANITA BUTUH KENYAMANANZain dan Hasan menghela nafas panjang mengetahui bahwa adiknya Ifah sudah jauh melangkah tanpa mereka sadari."Apa yang harus kita lakukan sekarang Mas?" tanya Hasan pada Zain.Zain terdiam tak menjawab. Dia sendiri tak tahu harus berbuat apa."Menurutmu bagaimana Dek? Kau kan sesama wanita, mungkin memiliki pemikiran yang berbeda," kaa Hasan meminta pertimbangan istrinya."Kalau boleh Dinda jujur, andai itu menimpa Adik Dinda, sekarang Dinda akan cari kemanai Adik Dinda pergi. Bukan untuk dihakimi Mas, orang Jawa dulu bilang kalau memiliki anak perempuan itu seperti memegang telur di atas duri. Ketika kita menekannya terlalu dalam, telur itu akan pecah! Tapi ketika kita membiarkannya dia akan terguling jatuh akhirnya pecah juga. Resiko yang sangat besar kan? Kita dituntut bagaimana cara agar telur itu tetap bisa berdiri tegak di atas duri," kata Dinda.Hasan dan Zain menyimak semua tuturan Dinda. Perkataan dari wanita yang

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   SEPERTi DRAMA TELENOVELA

    SEPERTI DRAMA TELENOVELA"Bagaimana kalau ini kita sembunyikan dulu dari Ibu Mas?" usul Dinda."Bukannya apa-apa, pertama kondisi Ibu juga masih sakit. Kita tidak bisa membiarkan Ibu banyak pikiran, biarlah Ibu sementara fokus untuk sembuh dahulu. Kedua jika kita katakan pada ibu sekarang, Ibu tak dapat banyak membantu! Bisa-bisa Ibu mericuki rencana kita, lebih baik kita bercerita nanti setelah Ifah ditemukan saja. Kita juga harus belajar menghargai pendapat Ifah, apakah dia ingin Ibu tahu atau tidak. Kita harus memperlakukan Ifah layaknya orang dewasa bukan anak kecil lagi yang selalu dituntut agar dia kembali ke keluarga kita," saran Dinda."Baik Dek! Mas setuju dengan pendapatmu kali ini. Bagaimana dengan Mas Zain?" tanya Hasan."Itu bukanlah ide yang buruk, mengingat sekarang kondisi Ibu juga seperti ini. Kita tidak berbohong tetapi akan menyampaikan faktanya nanti! Begitu bukan?" tanya Mas Zain."Ya, maksud Dinda seperti itu Mas! Kita hanya tinggal men

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Naluri Wanita Dinda

    "Ya dia tadi menemuiku dan menangis, karena hp-nya disita oleh Masnya. Bahkan ktp-ku juga dibawa oleh adik iparmu," kata Arif Wijaya."Syukurlah kalau memang dia bersamamu, setidaknya aku lega sekarang karena dia berada di tangan orang yang tepat. Apakah kita bisa bertemu sore ini?" tanya Mas Andri."Bisa, tapi datanglah sendiri! Jangan dengan keluargamu, bukannya apa-apa kasihan Ifah jika dia dipaksa menuruti semua permintaan keluarganya. Apalagi sepertinya Ifah tak dekat dengan saudara kandungnya," ujar Arif Wijaya."Aku akan mengajak seorang wanita yang mungkin Ifah juga akan nyaman bersamanya. Tolong tanyakan padanya dulu, apa dia setuju jika aku mengajak Dinda? Itu adik iparku nomer tiga, suami dari lelaki yang menyita ktpmu," jelas Mas Andri."Baik, aku akan menanyakannya nanti. Jawabannya aku wa ya, sekarang aku sedang bekerja! Ifah di tempat sepupuku, Insyallah dia akan aman," kata Arif Wijaya."Oke aku tunggu kabarmu, terimakasih sudah menjaga Ifah," uca

Latest chapter

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status