PELAKOR BERJILBAB ITU IBU?"Apalagi yang kau pertahankan di sana, jika suamimu saja sudah tak bisa membela harga dirimu kau akan semakin diinjak-injak oleh mertua dan suamimu! Papa tak rela hal itu terjadi," ujar Papa Dinda."Insya Allah, Pah! Itu tidak akan terjadi, Mas Hasan selalu membela Dinda," ujar Dinda."KELUAR KAU WANITA SUNDALLLLL! DASAR PELAKOR! PELACUR!" teriak wanita dari luar."Siapa itu, Nduk?" tanya Papa Dinda."Dinda tak tahu, Pah! Dinda tutup dulu telponnya, assalamualaikum," kata DIndaDinda langsung keluar. Dia melihat rumahnya sudah kosong. Mbak Sun mungkin sudah berangkat. Pintu ruang tamunya untung suda di kunci. Dinda segera membuka mengintip dari balik gorden. Dinda melihat ke arah luar tampak seorang wanita sudah marah- marah. Dia sampai menyipitkan matanya, wanita dengan dandanan yang khas sekali.Baju macan ketat khas bu- ibu senam di tambah celana legging ketat dengan membawa sapu. Dinda segera merekam kejadian itu untuk di tunjukkan pada Hasan. Wanita itu
MURKANYA PAK BUKHORI (PAPA DINDA)"Jika benar Ibu Nafis yang salah maka dengan sadar dia akan meminta maaf pada Ibu! Tetapi apabila keluarga kami tak salah, maka kami akan menuntut balik maf Ibu! biarkan nanti warga yang menjadi saksinya! Bagaimana?" tantang Dinda."Setuju," teriak warga."Tidak, bagaimana jika kau melarikan mertuamu ke rumah kediri?" tanya bu Damar."Astagfirulloh! Saya jaminannya! Ibu mertua saya tak akan pernah lari," jawab Dinda."Baik! Aku akan datang ke sini lagi bersama suami dan anakku, biar semuanya jelas! Pelakor harus di musnahkan dari gang ini! Tak ada ampunan baginya," kata bu Damar sambil berlalu pergi.Warga pun pergi membubarkan diri masing- masing. Mereka berjanji akan kembali ke rumah Hasan lagi sehabis magrib nanti. Dinda langsung ndeprok meluruhkan dirinya di teras bu Nafis bersama pot- pot yang telah hancur. Tangan Dinda dingin, dia baru pertama kalinya langsung menghadapi warga dalam jumlah banyak yang melabraknya.Ifah keluar dari dalam rumah. D
SURGA ISTRI BUKAN PADA BAPAKNYA!"Astagfirullah! Sudah ini sudah tidak beres lagi! Papa tak bisa mentoleransi lagi, jika ini biar di biarkan akan mempengaruhi perkembangan janin mu kedepannya, dan Papa tak ingin terjadi apa-apa dengan cucu papa," tegur papa Dinda."Lalu Dinda harus bagaimana, Pa?" tanya Dinda."Kau harus segera ke Kediri! Papa akan segera menelpon Hasan, Papa perintahkan Hasan untuk segera mengantarkanmu pulang!" perintah papa Dinda."Pah, jujur saja saat ini Dinda nyaman di sini! Ifah membutuhkan Dinda, kasihan jika Ifah di tinggalkan Dinda! Saat ini dia akan kehilangan teman curhat," tolak Dinda."Tidak ada tapi -tapian!" bentak papa Dinda."Kau kasihan dengan orang lain tapi kau tak memikirkan nasibmu sendiri yang perlu dikasihani? kau jangan bodoh Dinda kok boleh menurut pada suamimu tetapi jika dia berbuat zalim padamu pergilah itu sudah tak benar dalam agama," jelas Papa Dinda.Pak bukhori sebagai seorang bapak sangat mengkhawatirkan kondisi Dinda putrinya dan c
INFO DARI MBAK LINA!"Apakah kamu sudah tau berita mertuamu terkini di group RT?" tanya Mbak Lina."Belum, Mbak! Memang ada apa to?' tanya Dinda."Ternyata Ibu mertuamu tak hanya selingkuh dengan Pak Imam nya Bu Damar saja, gosipnya dia juga selingkuh dengan pemilik sanggar senam itu yang duda tampan habis pulang haji itu," jelas Mbak Lina."Eh ngomong- ngomong dia sudah pulang belum?" tanya Mbak Lina lagi."Itu tadi sudah pulang Mbak," jawab Dinda."Kau tak ikut grup RT ya?" tanya Mbak Lina."Tidak Mbak, kenapa toh?" tanya Dinda yang heran karena selama menjadi menantu di rumah ini memang dia tidak ikut grup apapun di lingkungannya."Pantas saja kau tak tahu gosip itu, bahkan sekarang Ibumu menjadi trending topic di sana, kalah gosip perselingkuhan shanas adiknya rapi ahmad deh! Hahahaha," jawab Mbak Lina."Mungkin sekarang Ibumu lagi memantau komentar saja di group, tapi dia malu dan tak punya muka membalasnya! Makanya tak menongol di grup, padahal biasanya dia yang paling aktif inf
DRAMA SIDANG BU NAFIS 1 (ANGEL)Dinda tak menjawab ucapan mertuanya lagi. Dia hanya membereskan semua tanah yang berserakan dan pecahan pot. Kemudian menyendirikan tanaman bunga yang masih bisa di tanam. Pikirannya sekarang melayang ka suaminya. Dia memang tak pernah membuka HP Hasan walaupun Hasan sendiri tak pernah melarangnya. Sekarang hatinya terusik ingin membuka HP Hasan."Apakah benar Nanda Itu mengirim pesan pada Mas Hasan?" tanya Dinda dalam hati."Awas saja, Mas! kalau kau sampai berhubungan dengan wanita lain, aku tak akan bisa memaafkanmu lagi! Ketika kamu tak punya harta aku akan mendampingimu, jika kau sakit aku masih mau merawatmu, tapi tidak untuk perselingkuhan dan mendua! Itu sudah aku bilang padamu sejak awal," batin Dinda dalam hati dengan tangan menggenggam geram."Din, tadi kau menyuruh Bu Damar ke sini ya?" tanya bu Nafis."Iya, Bu!" jawab Dinda sambil menselonjorkan kakinya yang pegal karena habis bersih- bersih kerja bakti."Bodoh! Kenapa kau tak bilang Ibu pe
BU NAFIS OH BU NAFIS!Sekarang dia paham mengapa Bu Damar cemburu dengan ibu mertuanya. Dan terjawab sudah teka- teki yang di pikirnya dari semalam dengan Ifah. Perkara apakah ibunya mau dengan modelan Pak Imam ternyata ini jawabannya."Kau kenapa tertawa seperti itu, Dek? Ini bukan saatnya untuk tertawa," jelas Hasan."Oalah Mas, Mas! Aku paham hubungan Ibu dengan Pak Imam, ternyata ini hanya salah paham saja! Aku sekarang paham di mana pokok permasalahannya, sini -sini masuk dulu, Monggo! Kita ke dalam saja biar nanti Dinda yang menjelaskan, saya sudah paham masuk Pak Imam ini," ujar Dinda pada orang- orang."Alhamdulillah jika Mbak Dinda maksud saya! Tolong bantu saya menjelaskan ke orang-o rang Mbak, terutama istri saya agar paham! Saya sudah mentok sekali ini, menjelaskan bagaimana lagi! Karena istri saya dari tadi nyerocos terus, tak mau berhenti menuduh saya berselingkuh dengan Bu Nafis! Padahal tidak seperti itu," jelas Pak Imam yang sekarang sedikit lega karena Dinda paham ta
AGAMA ADALAH BENTENG ALASAN SUAMIKU,"Jelas kan? Aku tak ada hubungan apa- apa dengan suamimu kok! Kamu itu terlalu berlebih- lebihan sekarang, kalau begini siapa yang malu? pakai kau datang membawa warga lagi, membuat reputasiku hancur saja, mending kalau di gosipkan dengan artis yang ganteng lah ini sama suamimu, kalau begini siapa yang mau memperbaiki nama baikku?" tanya bu Nafis."Kalau begitu kenapa kau sering menelpon suamiku? jika kau tak saling menelpon tentu aku tak memikirkan hal buruk itu dan menuduhmu sebagai pelakor di rumah tanggaku, sebenarnya apa yang kalian rencanakan tanpa sepengetahuanku?" tanya bu Damar masih penasaran."Itu karena aku ada bisnis penting dengan suamimu! Wes toh kamu ndak perlu tahu, yang jelas untuk apa, Sumpah demi Allah aku tak pernah ada hubungan dengan suamimu, jadi jangan cemburu lagi, aku sudah menggunakan sumpah tertinggi dalam agama Islam masih kau tak percaya juga, ini bisnis yang sangat menguntungkan pasti suamimu akan menceritakan jika s
TEROR LANJUTAN!"HASAN! DINDA!" teriak bu Nafis memotong ucapan Hasan di kamar."Asatagfirulloh!" teriak DInda terlonjak kaget."Ada apa, Mas? Ayo keluar!" perintah Dinda bergegas.Dinda dan Hasan segera keluar dari kamar. Mereka takut terjadi apa-apa dengan ibu Nafis. Sesaat setelah membuka pintu kamar, mereka tak mendapati bu Nafis di ruang tamu seperti saat terakhir mereka tadi. Dinda segera mencari ke kamar mertuanya, benar saja dia melihat pecahan kaca di kamar ibunya."Astaghfirullahaladzim, ada apa ini? Ibu mengapa bisa seperti ini?" tanya Dinda panik melihat pecahan kaca berserakan di lantai ruang kamar bu Nafis."Ibu tidak tahu, Ibu tadi mendengar suara 'prang' dari kamar, lalu Ibu masuk ke dalam rumah! Dan ternyata begitu Ibu datang sudah seperti ini," kata ini bu Nafis."Sudah, sudah biar Mas Hasan yang membersihkan pecahan beling dan kaca ini, kau dan Ibu minggir dulu! Ini bahaya jika terkena tubuh, biar Mas Hasan saja!" perintah Hasan.Dinda segera menggandeng lengan ibun
ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s
HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l
AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.
HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...
ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a
MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah
RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan
IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep
MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."