SEATAP DENGAN MERTUA LAGI? NO WAY!"Iya aku paham tetapi maksudku begini lho mengapa kau tak mampir dulu ke rumah ibu, untuk memberitahukan bahwa kita ini sudah pulang dan membagi sedikit oleh-oleh ini. Setelah itu kita bisa kembali ke Kosmu," jelas Hasan."Dari pada seperti itu akan membuang banyak waktu dan membuat kau terlambat lebih baik pulang bekerja nanti kita baru ke rumah ibu untuk membagi oleh-oleh ini. Bukankah itu tujuanmu? Hanya dengan begitu Kau lebih aman, akan terlambat pergi ke kantor dan tak akan mengecewakan ibu," usul Dinda.Hasan menganggukkan kepalanya setuju dengan usul Dinda yang menarik itu. Mereka pun berangkat ke Madiun dengan membawa oleh- oleh untuk teman- temannya. Sesampainya di stasiun Madiun, Hasan segera memesan grab. "Ini kita kemana dulu?" tanya Hasan."Ke Kosku dulu, Mas! Kau bisa ke kantor menggunakan mobilku, jadi biar irit. Bagaimana?" tanya Dinda.Dinda mengangguk setuju dengan usul istrinya. Karena usul itu di rasa terbaik dari pada dia harus
BERBOHONG DEMI KEBAIKAN"Toh jika memang Dinda mengekost, Hasan kan masih tinggal di sini kok, Bu!" ucap Hasan."Jadi kamu tetap di sini toh? Lalu kalau malam masak kau meninggalkan Dinda di kosnya sana?" tanya Bu Nafis."Apakah kau tega meninggalkan ibu dan adikmu di rumah ini sendiri? Padahal kami hanya di rumah berdua," sambung Bu Nafis."Iya, Bu! Dinda pun tak masalah jika Hasan setiap malam pulang ke rumah. Apalagi kondisi teror di kos ini juga belum menemui ujung dan masalah dengan warga pun juga belum selesai. Biar lah Hasan yang tidur di sini malam hari dan pagi ke rumah kos milik Dinda serta saat istirahat kantor," sahut Hasan."Toh jadwal ke rumah kos Dinda dengan kantor Hasan rasa cukup dekat, karena Dinda sendiri yang meminta hal ini," ujar Hasan.Ibu Nafis tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia mengelus pundak Hasan sedikit ada rasa bangga karena dia lebih di pentingkan dari pada Dinda. Ada rasa bangga pada anaknya itu, tak apa jika Dinda memilih untuk menge kos yang
KECURIGAAN PAK BUKHORI!"Kenapa Pah, Pah? Apa ada sesuatu yang penting?" Tanya Dinda."Papa curiga suamimu melakukan kesalahan entah disengaja atau tidak. Yang jelas kesalahan ini berasal dari suamimu sebagai tim lapangan, Papa tak bisa mentoleransi lagi," ujar Pak Bukhori."Ada apa sebenarnya, Pah? Dinda benar- benar tak paham maksud Papa, bukankah selama ini kinerja Mas Hasan sangat baik?" tanya Dinda kebingungan."Setahu Dinda, Mas Hasan adalah salah satu karyawan berprestasi yang produktivitasnya tinggi dan loyal adalah harapan semua pimpinan perusahaan," ucap Dinda mencoba membela suaminya."Ah itu dulu, Nduk! Belakang ini, suamimu menunjukkan ciri-ciri karyawan yang bermasalah, dan itu akan memiliki dampak yang bisa di akibatkan oleh karyawan bermasalah seperti Hasan, seperti berkurangnya produktivitas, menurunkan tingkat kepercayaan dan motivasi sesama rekan kerja. Tentu hal ini bukan masalah yang sepele," jawab Pak Bukhori."Ciri- ciri karyawan bermasalah apa yang Mas Hasan tu
SENJATA MAKAN TUAN!"Kau telpon siapa, Dek? Apa itu Papamu? Perusahaan? Apa maksud semua ini?" tanya Hasan yang sedari tadi sudah ada di dekat pintu mendengarkan istrinya telpon dengan seseorang.Dinda terkejut melihat sang suami yang tiba- tiba sudah ada di depan pintu, tentu lah dia sedikit banyak telah mendengarkan percakapan dia dengan Papanya. Jantung Dinda berdetak keras, dia gugup."Eh Mas, sudah pulang? Sejak kapan?" tanya Dinda."Apa maksudmu, Dek? Jelaskan semua sekarang," ujar Hasan."Hah? Apa, Mas? Apa?" tanya Dinda dengan tergagap dia tak tahu sekarang harus mengatakan apa lagi.Tak mungkin dia terus berbohong dengan suaminya karena bagaimanapun hukum berbohong tetap saja berdosa. Namun untuk mengatakan sumua kenyataannya kepada Hasan pun rasanya masih sangat sulit. Dinda pun menghela napasnya panjang. Hasan lalu masuk ke dalam kamar, dia duduk di samping Dinda yang duduk di kasur."Dek? Kenapa kau terdiam?" tanya Hasan menatap tajam ke arah wajah Dinda. Dinda terdiam sam
KEJUJURAN DINDA ON LOADING!"Dek!" tegur Hasan."Katakanlah!" perintah Hasan mulai meninggikan suaranya agar terlihat tegas. Dinda tak bisa di toleransi lagi karena penjelasannya akan memicu konflik baru untuk rumah tangganya."Baiklah, Mas! Dinda akan mengakui semuanya dan berharap Mas tidak akan marah," ucap Dinda dengan menatap suaminya. Hasan hanya menganggukkan kepalanya."Semua ini tidak berniatan untuk membohongi sebenarnya! Jujur saja, karena Dinda tidak memiliki niatan apapun dan tak pernah berpikir jelek," sambung Dinda."Memangnya kenapa sih, Dek?" tanya Hasan makin penasaran.Namun dia masih berusaha melunak dan tak langsung memojokkan Dinda. Setelah tadi sempat meninggikan suaranya."Ini masalah pekerjaan, Mas," ucap Dinda."Maksudmu apa itu, Dek? Memang aku aku tadi mendengar bahwa kau mengatakan perusahaan. Sebenarnya kau itu tadi telpon dengan siapa?" tanya Hasan yang masih tak mengerti."Tadi Dinda menelpon Papa, Mas," jawab Dinda."Papamu?" sahut Hasan makin bingung.
AKU IBUNYA DAN KAU HANYA ISTRINYA!Hasan pun merasa selama ini dia benar- benar tidak mengenal sepenuhnya siapa sejati istrinya itu sebenarnya. Mengapa begitu banyak teka-teki yang tidak dimengetahui Hasan, sedangkan Dinda mengetahui semua tentang hidupnya."Ya begitu kejujuran yang bisa aku katakan saat ini, Mas. Intinya Dinda akan mengatakan kejujuran itu dan memang kejujurannya adanya seperti itu, Dinda bekerja di perusahaan Papa Dinda sendiri dan maaf jika selama ini kalau Mas merasa terbohongi oleh Dinda," kata Dinda menahan tangisnya."Mengapa kau melakukan ini, Dek?" tanya Hasan."Aku tak ada niatan apa- apa, Mas! Toh selama ini kan Mas Hasan sendiri tak pernah mennayakan details pekerjaanku. Jadi aku pun tak menceritakan semua pada, Mas," jawab Dinda."Aku begitu karena aku amat sangat percaya padamu, Dek," ucap Hasan.Mendengar penjelasan Hasan itu pun Dinda sontak merasa bersalah dan berdosa karena membohongi suaminya. Dia mencium tangan Hasan. Tak terasa air matanya jatuh.
DUA GARIS YANG KEDUA!"Bu, AKU INI MENANTUMU! BUKAN SAINGANMU!" kata Dinda lagi.Dia sudah tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Dia menangis tak sanggup menahan sesak di dadanya. Bagaimana mungkin mertua nya menganggap dirinya bukan menantu tapi saingan. Entahlah bagaimana besok saat Bu Nafis mengetahui semuanya.Dia segera mengambil air wudhu dan salat malam untuk menenangkan hatinya. Tak bisa lagi dia berkata- kata saat di tengah sujudnya. Dia baru menyadari satu hal bahwa belum mendapatkan menstruasi selama satu bulan ini. Hal itu tentu membuat salat Dinda tak khusyuk. Setelah salam, dia segera membuka kalender di hp-nya. Benar saja dia belum menstruasi sudah telat dua minggu tanpa Dinda sadari."Ya Allah! Apakah ini artinya aku hamil?" batin Dinda di dalam hati sambil mengelus perutnya yang masih buncit karena memang dia gendut.Dinda pun segera mengambil hp nya, dia mulai mensecroll tiktok dan mencari Apotek yang masih buka dua puluh empat jam. Dinda pun segera memesan tespek
OBESITAS SAAT HAMIL!"Pah," Panggil Dinda. "Ada apa?" tanya Hasan."Haruskah aku memberitahu masalah ini kepada Mas Hasan?" tanya DindaTerdengar helaan nafas panjang dari Pak Bukhori. Ingin hati Pak Bukhori melarang Dinda memberi tahu masalah kehamilannya pada sang suami. Namun apa daya, jika sampai dia melarangnya justru Pak Hasan menjerumuskan Dinda dan mengajari anaknya tak berbakti pada orang tua."Kau harus mengatakannya, Nduk! Inikan kabar kebahagiaan kalian, apalagi ada hak Hasan juga untuk tahu, selain itu Papa juga peasaran bagaimana tanggung jawab Hasan. Sudah sejauh mana kah dia akan mencoba merawatmu saat kau hamil ini," jelas Pak Bukhori."Baiklah, Pa! Dinda akan memberi tahunya setelah USG nanti," ujar Dinda.Memang benar apa kata papa nya. Ada hak Hasan pada anaknya ini. Dia menghela nafas panjang, mereka berbincang sebentar. Pagi ini Dinda berniat membooking dokter kandungan dan memeriksakan diri naik grab saja. Karena mobilnya di pakai Hasan, pagi ini juga Dinda hany