DUA GARIS YANG KEDUA!"Bu, AKU INI MENANTUMU! BUKAN SAINGANMU!" kata Dinda lagi.Dia sudah tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya. Dia menangis tak sanggup menahan sesak di dadanya. Bagaimana mungkin mertua nya menganggap dirinya bukan menantu tapi saingan. Entahlah bagaimana besok saat Bu Nafis mengetahui semuanya.Dia segera mengambil air wudhu dan salat malam untuk menenangkan hatinya. Tak bisa lagi dia berkata- kata saat di tengah sujudnya. Dia baru menyadari satu hal bahwa belum mendapatkan menstruasi selama satu bulan ini. Hal itu tentu membuat salat Dinda tak khusyuk. Setelah salam, dia segera membuka kalender di hp-nya. Benar saja dia belum menstruasi sudah telat dua minggu tanpa Dinda sadari."Ya Allah! Apakah ini artinya aku hamil?" batin Dinda di dalam hati sambil mengelus perutnya yang masih buncit karena memang dia gendut.Dinda pun segera mengambil hp nya, dia mulai mensecroll tiktok dan mencari Apotek yang masih buka dua puluh empat jam. Dinda pun segera memesan tespek
OBESITAS SAAT HAMIL!"Pah," Panggil Dinda. "Ada apa?" tanya Hasan."Haruskah aku memberitahu masalah ini kepada Mas Hasan?" tanya DindaTerdengar helaan nafas panjang dari Pak Bukhori. Ingin hati Pak Bukhori melarang Dinda memberi tahu masalah kehamilannya pada sang suami. Namun apa daya, jika sampai dia melarangnya justru Pak Hasan menjerumuskan Dinda dan mengajari anaknya tak berbakti pada orang tua."Kau harus mengatakannya, Nduk! Inikan kabar kebahagiaan kalian, apalagi ada hak Hasan juga untuk tahu, selain itu Papa juga peasaran bagaimana tanggung jawab Hasan. Sudah sejauh mana kah dia akan mencoba merawatmu saat kau hamil ini," jelas Pak Bukhori."Baiklah, Pa! Dinda akan memberi tahunya setelah USG nanti," ujar Dinda.Memang benar apa kata papa nya. Ada hak Hasan pada anaknya ini. Dia menghela nafas panjang, mereka berbincang sebentar. Pagi ini Dinda berniat membooking dokter kandungan dan memeriksakan diri naik grab saja. Karena mobilnya di pakai Hasan, pagi ini juga Dinda hany
NANDA, MAS HASAN, BU NAFIS DAN DOKTER KANDUNGAN!"Untuk kelahiran kita hitung lagi," jelas Dokter Maya.“Apakah embrio ada dalam kantung hamil dan tidak terjadi blighted ovum, Dok?" tanya Maya lagi.Dokter Maya tertegun mendengar pertanyaan Dinda. Dia masih terus menekan alat itu di perut Dinda. Dokter Maya menyadari bahwa belum ada bakal janin di tubuh Dinda. Dugaan sementaranya Dinda mengalami hamil kosong. Kondisi di mana embrio atau janin tidak terbentuk, namun plasenta dan kantung hamil sudah terbentuk di dalam rahim Ibu. Penyebab umumnya adalah masalah genetik atau kelainan kromosom pada embrio yang mencegahnya berkembang dengan normal. Kondisi ini umumnya terjadi pada awal kehamilan atau bahkan sebelum Ibu mengetahui bahwa Ibu sedang hamil. Ibu perlu memahami dulu bahwa untuk bisa terjadi kehamilan, tubuh membentuk suatu kantung (yang disebut gestational sac) dahulu. Kemudian, sel sperma Ayah dan sel telur Ibu akan bersatu membentuk suatu janin. Nah, pada situasi hamil kosong,
CERAIKAN AKU JIKA KAU INGIN BERSAMA MASA LALUMU, MAS!"Oh baiklah Pak Agus kalau begitu, terima kasih ya!" ucap Dinda dalam hati."Aku tak akan membiarkanmu, Mas! Dari pada kau bersama wanita lain dengan uang gaji dari perusahaan Papaku, lebih baik Kau di pecat saja sekalian!" tekad Dinda dalam hati.Dinda sudah mengepalkan tangannya tanda amarah memuncak. Dia berjalan mondar -mandir di depan pintu ruangan dokter Maya. Membuat dia menjadi bahan perhatian orang -orang. Namun Dinda berusaha untuk tak menghiraukannya, meskipun tatapan itu aneh dan menghakimi. Bagaimana mungkin dia bisa tenang. Dia harusnya yang datang ke ruangan Dokter Maya di temani oleh Hasan dan mertuanya. Harusnya Dinda yang berada di posisi itu. Tapi kenyataannya justru Hasan datang menemani wanita lain bukan untuk memeriksakan istrinya. Dinda mondar mandir."Mbak, duduk sini," panggil Ibu setengah baya yang kasihan karena melihat Dinda terus berdiri hilir mudik di depan ruangan dokter.Dinda nampak berjalan ke kan
FIND MY DEVICE!"Pak tolong! Orang ini ingin mencekal saya, Pak! Tolong amankan dia, Pak!" pinta Dinda."Pak, bohong saya itu suaminya....""Tidak Pak! Tolong saya, Pak! Saya tak mau lagi dengan lelaki ini, Pak! Tolong saya! Saya hanya ingin mengambil mobil saya dan pulang," ujar Dinda memotong pembicaraan Hasan.Satpam pun akhirnya mencekal tangan Hasan dan mencegahnya menarik Dinda. Hal itu mempermudah Dinda untuk kabur. Dinda pun tak menyia- nyiakan kesempatan itu, dia langsung berlari secepatnya ke depan parkiran dan mengambil mobil. Dinda berusaha untuk pergi meninggalkan Hasan dan Bu Nafis. Entah bagaimana pulang Mereka nanti itu bukan urusannya yang penting Dinda ingin segera pergi karena tak sanggup menahan sesak hatinya."Hasan! Mengapa kau diam saja dan berpelukan sama saatpam di sini? Bodoh!" hardik Bu Nafis."Cepat! Sana! Kejar Dinda bodoh! Kunci mobilnya kan sudah di ambil istrimu itu! Lalu bagaimana kita pulang nya nanti? Cepat sana" teriak Bu Nafis memaki anaknya.Bu Na
GPS MOBIL"Ya Allah! Jangan balik ke Kediri lagi, Dek!" doa Hasan saat melihat posisi HP Dinda mulau mendekati arah tol.Dinda melajukan mobilnya tanpa arah. Rasnaya dia ingin pulang dan mengadukan semua pada kedua orang tuanya agar Hasan di pecat, hidupnya sengsara. Saat ini Dinda mengendarai mobil sendiri dari Madiun ke Kediri. Namun dia sadar jika pulang ke Kediri itu tak mungkin kedua orang tuanya mengizinkan dia untuk bisa pulang ke Madiun lagi.Padahal jujur saja, di hati Dinda terdalam dia masih sangat mencintai Hasan. Apapun alasannya Dinda sebenarnya ingin bertahan dan bingung. Satu sisi mempertahankan rumah tangganya demi bayi yang di kandungnya atau meninggalkan Hasan karena kesakitan yang dia berikan.'Shittttt' Dinda langsung mengerem mobilnya. Dia menghentikan mobil tepat di depan salah satu Indomaret sebelum masuk gerbang tol Madiun. Dinda menghentikan mobilnya dan masuk ke dalam Indomaret untuk memesan secangkir kopi espresso."Mbak kopi satu ya," kata Dinda meminta pe
KEDATANGAN IFAH!"Kenapa kau melakukan ini semua padaku, Mas? Apakah kau memang ingin kembali kepada Nanda?" tanya Dinda."Astagfirullah, Dek! Kau salah paham," ujar Hasan."Hahaha! Kalau aku salah paham, lantas bagaimana sebenarnya kejadian itu? Mengapa kau rela izin sampai ke luar kantor di jam bekerja seperti ini hanya untuk menuruti permintaan Nanda?" tanya Dinda dengan nada suara keras karena marah."Kalau tak cinta apa namanya?" tanya Dinda lagi."Astaghfirullahaladzim," gumam Hasan."Kau mau Mas yang bicara atau masih kau yang bicara, Dek? Jika memang kau masih mau berbicara maka bicaralah dulu, Dek! Puaskan dan keluarkan semua emosimu. Mas akan dengarkan tanpa memotongnya," jelas Hasan."Karena percuma saja Mas menjelaskan padamu kalau kau masih emosi. Tentu akal dan pikiranmu tak akan bisa menerima semua penjelasan Mas dan masih terlihat salah saja nantinya. Kalau sudah bilang ya," kata Hasan.Dinda langsung terdiam mendengar perkataan suaminya itu. Dia menarik nafas dalam- d
BERGHIBAH DENGAN IFAH'Ting' satu pesan masuk dari Ifah. Rasanya Dinda juga rindu kepada adik iparnya itu. Bagaimanapun juga Ifah tidak pernah bersalah dia hanya menjadi korban hasutan ibunya.[Mbak Dinda, di mana? Bolehkah Ifah bermain ke sana? Kata Ibu, Mbak Dinda sudah pulang][Kemarilah, Dek. Mbak akan mengirim share loc lokasinya][Ada sesuatu yang ingin Ifah bicarakan, Mbak][Apa itu?]Pesan Dinda tak di jawab oleh Ifah. Dinda berpikir mungkin Ifah sedang berangkat menuju ke kos miliknya. Dia juga memesankan beberapa makanan dan camilan yang jarang sekali bisa Ifah makan jika di rumah."Assalamualaikum," kata Ifah memasuki gerbang kos- kosan milik kakaknya itu.Tak salah lagi ini adalah kos tempat kakak iparnya. Ifah melihat mobil Kakak iparknya yang masih ada di sana, dia pun segera menelpon Dinda. Untunglah tak lama kemudian Dinda pun keluar dari kamarnya. Dinda menyuruh masuk Ifah. Mereka pun saling berpelukan melepas rasa rindu."Mbak Dinda! Ifah kangen sekali denganmu. Kena